Download App
4.91% Dear, Husband. I Love You. / Chapter 17: Murka

Chapter 17: Murka

Written by : Siska Friestiani

Dear Husband I Love You : 2014

Re-publish Web Novel : 16 April 2021

Instagram : Siskahaling

*siskahaling*

Bughhh

Rio meninju dinding tepat disamping wajah Hanum dengan tangan kosong. Sementara itu, Hanum kini terpojok di dinding dengan mata terpejam takut. Manik Rio kini sedang menyorot tajam. Seakan siap membunuhnya sekarang juga.

Keduanya sedang berada di halaman belakang rumah. Ya, ketika Rio meminta izin tadi untuk keluar sebentar, Rio memang berniat menemui Hanum, Rio tidak sanggup lagi membayangkan kejadian buruk apa lagi yang akan dialami istrinya jika ia diam saja.

"Lo pikir, apa yang udah lo lakuin sama istri gue, Hmm?" ucap Rio dengan nada lembut namun malah membuat Hanum semakin memejamkan matanya, ia dapat merasakan tangan Rio yang sedang berada di wajahnya, mengelus lembut namun terasa menakutkan.

"Aku- aku nggak sengaja, Yo" Hanum mencoba menjawab disela-sela rasa takutnya. Tapi malah membuat Rio terkekeh.

"Lo bisa bilang itu kesemua orang di rumah, Han. Dan mereka pasti akan percaya" Rio semakin mendekatkan wajah mereka, hingga keduanya bisa merasakan hembusan napas satu sama lain.

"Tapi...." Sorot mata Rio semakin dalam. Matanya sudah memerah karena terlalu emosi.

Gila! Rio benar-benar menakutkan!

"Yang lagi tanya sama lo ini gue, lo pikir gue percaya sama jawaban lo, Hmm?"

"Yo, ja- jangan macem-macem" dengan takut-takut Hanum mencoba memperingatkan.

"Jangan macem-macem lo bilang?"

Bughhh...

Rio kembali meninju dinding dengan kekuatan dua kali lipat. Hanum bahkan terpekik saking terkejutnya.

"Lo yang harusnya jangan macem-macem sama istri gue!" Rio menaikkan nada bicaranya. Sudah tidak perduli jika ada yang mendengar. Persetan! Perempuan ini sudah benar-benar memancing emosinya.

"Kenapa?" tanya Hanum mendongakkan wajahnya. Rasa takutnya bahkan meluap begitu saja saat mendengar perkataan Rio.

"Kenapa perempuan sialan itu harus menikah sama kamu?" Teriak Hanum yang sudah tidak kuat menahan rasa sakit yang sejak tadi ia tahan. Mendengar itu, emosi Rio semakin tersulut.

"Kamu dulu milik aku, Yo" Hanum kembali membuka suara.

"Kamu dulu cuma perhatian sama aku, dulu kamu yang selalu ngertiin aku. Bahkan dulu- dulu-" Hanum terisak hebat, tidak sanggup melanjutkan ucapannya.

"Dulu bahkan aku udah kasih sesuatu yang paling berharga untuk kamu, Yo. Sesuatu yang seharusnya milik Edgar. Tapi aku menyerahkan-nya ke kamu!"

Tubuh Rio menegang seketika. Perkataan Hanum begitu menohok hatinya.

"Aku cemburu sama Ify, aku nggak suka sama Ify yang ngambil alih semua perhatian kamu ke aku. Aku-"

"Dengar!!" desis Rio setelah mendapatkan kembali kontrol tubuhnya. Tangannya mencengkram erat bahu Hanum.

"Gue menjauh dari lo bukan karena Ify. Itu karena hubungan kita salah. Lo sepupu gue, Han. Hubungan kita nggak sehat"

"Terus kenapa?" Hanum menyentak tangan Rio di bahunya. Tangisnya semakin hebat.

"Terus kenapa kalau kita sepupu? Kita masih bisa menikah, Yo. Kita masih bisa ngelanjutin hubungan kita kalau lo nggak menjauh dulu"

"Hanum, stop!"

Cukup! Rio tidak ingin mendengar omong kosong apa pun dari perempuan yang ada di hadapannya saat ini. Tidak ketika ia sudah memantapkan hati untuk istrinya. Tidak ketika ia sudah berjanji untuk membahagiakan istrinya.

"Dengarin gue baik-baik" Rio mendesis tajam. Bahkan tidak perduli penampilan Hanum yang sudah sangat kacau.

"Jangan. Pernah. Sentuh. Istri. Gue" ucap Rio penuh penekanan disetiap katanya.

"Jangan pernah lo sentuh Ify jika lo masih mau hidup tenang" ucap Rio lagi sebelum akhirnya beranjak dari sana. Meninggalkan Hanum yang sudah jatuh terduduk dengan tangis yang belum juga mereda.

***

"Maaf sayang. Apa aku perginya terlalu lama?" tanya Rio ketika Manda sudah keluar dari kamar. Ify menggeleng, lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya.

"Kamu darimana?" tanya Ify serak dengan mata terpejam. Bersandar di dada Rio seketika membuatnya mengantuk.

"Halaman belakang" jawab Rio jujur.

"Ngapain?" tanya Ify penasaran. Wajahnya mendongak untuk melihat wajah suaminya. Rasanya kantuknya bahkan hilang karena terlalu penasaran.

"Cari udara segar" jawab Rio sambil menyingkirkan helai rambut Ify yang menutupi wajah cantiknya.

"Malam-malam gini?" tanya Ify heran. Rio terkekeh lalu mencuri ciuman singkat di bibir mungil istrinya.

"Ishhh, jangan cium-cium" Ify menutup bibirnya dengan wajah merona. Lagi-lagi mengundang kekehan Rio karena terlalu menggemaskan.

"Kenapa?" tanya Rio dengan tatapan jahil "Aku kan suami kamu" ucap Rio semakin menggoda istrinya.

"Fy" panggil Rio lagi.

"Hmm" dehem Ify. Wajahnya Ify tutup dengan telapak tangannya. Malu

"Gimana kalau kita mulai program bikin Baby-nya sekarang?" Ify seketika membuka telapak tangan yang menutupi wajahnya.

"A- apa..?

"Program bikin baby" ulang Rio

"Bi- bikin baby" beo Ify, Rio mengangguk.

"Ayo. Aku juga udah nggak sabar mau ngerasain gimana rasanya istri mungilku ini" bisik Rio yang dihadiahi pukulan Ify didadanya.

"Riooo mesummmmm" pekik Ify. Dan Rio terbahak, lalu mengukung Ify ke pelukannya.

Hah, istrinya benar-benar menggemaskan. Bukankah begitu?

***

Paginya, Ify menatap Rio sebal sembari mengobati punggung tangan Rio yang membekak bahkan terluka dengan darah yang sudah mengering.

Ketika mereka bangun tadi, Ify baru menyadari punggung tangan Rio yang sudah memar seperti ini. Rio bahkan hanya terkekeh ketika ia bertanya darimana luka ditangannya itu berasal.

"Aku nggak papa sayang" ucap Rio namun malah membuat kerucut di bibirnya Ify semakin maju.

"Ini nggak papa, sudah nggak sakit sa--"

"Awww.." Rio refleks menarik tangannya dari Ify begitu perempuan itu menekan lukanya dengan keras. Ify mendengus, lalu mengambil kembali tangan Rio untuk ia obati.

"Nggak papa? Nggak sakit kamu bilang?" dengus Ify sebal. Kembali Rio terkekeh.

"Kamu kalau lagi kayak gini bikin aku pingin cium"

Ify mendelik mendengar ucapan suaminya.

"Kamu juga makin seksi kalau lagi galak kayak gini" goda Rio lagi.

"Aku lagi marah ya sama kamu, Yo" kesal Ify, tapi tangannya masih fokus membalut tangan Rio dengan perban.

"Tuh kan, tuh kan. Coba ngaca deh sayang. Kamu makin seksi kalau lagi marah"

"Riooooo!"

Rio terbahak ketika berhasil membuat Ify kembali kesal. Di rengkuhnya tubuh mungil itu kedalam dekapannya. Menumpukan dagunya diatas puncak kepala Ify.

"Aku nggak papa sayang" bisik Rio, kali ini dengan nada sungguh-sungguh.

"Terus kenapa bisa luka?" tanya Ify lagi.

"Aku tadi malam nonjokin tembok" jawab Rio. Ify mendengus, kapan suaminya ini bisa serius.

"Aku seri--"

"Aku tadi malam marah sama diri aku sendiri karena udah gagal jaga kamu sampai kamu akhirnya terluka" lanjut Rio memotong ucapan Ify. Matanya menerawang, tapi tangannya terus membelai rambut panjang Ify.

"Aku tadi malam mati-matian nahan diri untuk nggak membunuh orang yang udah bikin kamu terluka kayak gini"

"Yo, ini salah aku sendi--"

"Jangan terluka lagi, sayang" lagi, ucapan Ify tidak sampai selesai karena Rio kembali memotongnya.

"Jangan terluka lagi, karena aku belum tentu bisa menahan diri lagi untuk selanjutnya jika kamu kembali terluka" ucap Rio serak. Bahkan Ify dapat merasakan pelukan Rio yang mengerat ditubuhnya.

"Kamu juga jangan ulangi lagi menyakiti diri kamu sendiri" lirih Ify.

"Karena sama halnya dengan kamu. Aku juga nggak mau lihat kamu terluka" lanjut Ify. Yang dihadiahi Rio dengan kecupan di puncak kepalanya.

*siskahaling*

Semoga suka ya, terimakasih sudah membaca...

See you next Chapter guys..


next chapter
Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C17
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login