"Sudah malam, Moon. Sebaiknya aku pulang—"
"Tunggu!" ucap Moon menahan Earth dengan menarik lengan tangan pria tampan itu.
Moon menelan salivanya, seperti tengah meyakinkan sesuatu. Dengan seketika ia menarik tengkuk Earth dan menyambar bibir Earth, menciumnya.
Earth membesarkan matanya ketika mendapat serangan bibir dari Moon yang tanpa memberi aba-aba. Reaksinya yang hanya diam membuat Moon melepaskan ciumannya.
"Moon? A—apa itu artinya …."
"Kamu lebih tahu, arti sebuah ciuman itu."
Earth menatap wanitanya dengan binar yang menujukkan kalau perasaannya begitu terharu. Ia menarik dagu Moon perlahan dan kembali menyatukan bibir mereka dengan lumatan yang perlahan namun pasti, hingga peraduan keduanya menaikkan hasrat mereka.
***
"Yakin tidak ingin aku antar?" tanya Moon menggoda.
"Aku pria dewasa, Moon. aku bisa pulang sendiri dengan taksi. Terima kasih untuk makan malamnya dan juga … status ki—ta," balas Earth.
Moon tersenyum, kemudian mengangguk, memahaminya.
Earth kembali menghampiri Moon dan memberikan kecupan di kening Moon, sebagai salam perpisahannya untuk malam ini.
"Aku pulang, ya … sampai jumpa hari Senin," tutur Earth.
Moon memberikan lambaian tangannya sebagai pelepas Earth yang kini berlalu, berjalan menuju ke sebuah halte yang berada tidak jauh dari kediaman Moon.
Moon menggigit bibir bawahnya, kembali mengingat saat ia dengan berani mencium bibir Earth, sebagai penggantinya untuk memberikan jawaban 'iya' kepada Earth, setelah membuat pria itu menunggu bertahun-tahun lamanya.
"Terima kasih juga, Earth," gumam Moon, mengusap wajahnya dan segera menutup pintu rumahnya, kembali masuk ke dalam.
Sementara itu, Earth baru saja tiba di halte dan menunggu taksi yang melintas. Di sana tidak begitu ramai, karena sebentar lagi jam operasi bus akan berakhir dan mereka hanya bisa menaiki taksi, ojek atau angkutan umum lainnya, seperti tuk tuk –sejenis bajaj- atau shongtaew –sejenis mikrolet-.
Kali ini Earth memilih untuk menaiki taksi, karena ia lelah dan ingin nyaman selama dalam perjalanan pulang ke rumahnya.
***
Tok tok tok
"Sky? Boleh aku masuk?" tanya Cloud, usai mengetuk pintu kamar adiknya.
"…"
Tidak ada balasan dari Sky, namun Cloud tetap memaksa untuk masuk, meski tanpa izin sang adik.
Cklek
Ia membuka pintu kamar Sky perlahan.
"Kak! Aku belum mengizinkan kau untuk masuk!" seru Sky, tidak suka dengan kakaknya yang selalu menerobos masuk ke dalam kamarnya tanpa izin.
"Yang masuk ke kamarmu, aku, bukan Earth. Kenapa kau harus panik?"
Sky mengerucutkan bibirnya, melempar guling ke arah sang kakak dengan perasaan kesalnya.
Cloud menangkapnya dengan tawa bahagia, karena berhasil membuat adiknya kesal karena ucapannya yang lagi-lagi membahas dan menyebut nama Earth.
"Kalau kakak menghampiriku hanya untuk menggoda, lebih baik keluar. Aku masih lelah, Kak," pinta Sky.
"Kamu benar-benar tidak ingin mendengar ceritanya walau sedikit?" tanya Earth, meyakinkan Sky dengan seolah-olah Sky akan menyesal jika tidak mendengarkannya.
"Ti—dak! Aku ingin istrirahat. Jika Kakak tidak mau keluar, aku akan memanggil ibu—"
"Stop!" ucapnya menahan Sky dengan mengacungkan jari telunjuknya ke depan. Ia mengembalikan guling milik Sky dan kemudian berbalik badan. "Besok kau pasti akan penasaran—"
"Ibu …!!!" seru Sky, membuat Cloud berlari dengan terkekeh, keluar dari kamar Sky.
Bugh!
Cloud menutup pintu kamar Sky dengan keras. Kemudian ia bersandar di sana. Entah apa yang ia pikirkan, terlihat ia menarik bibirnya tipis, hanya sebelah. Menunjukkan senyum sinis serta keangkuhannya.
***
Mentari pagi dengan hangat menyambut kedatangan Moon di kampus, bersama kekasih barunya, siapa lagi kalau bukan Earth. Moon yang sudah populer sejak awal orientasi, bukan sekadar karena kecantikannya saja, namun karena hukuman yang diberikan oleh Cloud, membuatnya dikenal oleh seluruh mahasiswa di kampus. Banyak sapaan yang memanggil nama Moon, membuat Earth merasa bangga karena kekasihnya benar-benar sangat populer di kampus.
"Wah … aku seperti berpacaran dengan seorang aktris. Kamu benar-benar terkenal di kampus," ujar Earth, bangga.
"Apa kamu tidak senang memiliki kekasih yang populer?" tanya Moon.
"Populer atau tidak, perasaanku tidak akan pernah berubah. Aku juga akan selalu bangga kepadamu, Moon," balas Earth, pagi-pagi sudah membuat Moon terbawa perasaan dengan rayuannya.
Moon tersenyum, menggelengkan kepalanya. Ia melanjutkan langkahnya menuju ke kantin, dimana ia belum sarapan pagi ini. Secara kebetulan, Earth juga belum sarapan pagi ini.
"Ada ayah di meja makan. Aku jadi malas untuk sarapan," tuturnya ketika Moon menanyakan mengapa Earth tidak sarapan di rumah.
Earth menawarkan diri untuk membelikan sarapan pagi mereka. Moon dengan senang hati menerimanya dan meminta kepada Earth untuk membelikannya nasi ayam hainan kesukaannya. Sementara Earth pergi untuk membelikan makanan untuk sarapan Moon, ia mencari tempat duduk yang tidak begitu ramai. Namun sayang, usahanya mencari itu seperti sia-sia saja karena tempat duduk di kantin pagi ini sangat ramai dengan mahasiswa baru.
Moon sudah bisa menebak kalau mereka adalah mahasiswa dari, yakni dari warna almamater mereka yang masih sangat cerah, terlihat kaku dan juga ada aroma baju baru yang memenuhi isi kantin. Moon mengeluarkan parfum dari dalam tas nya, kemudian ia menyemprotkan pada almamaternya. Meski almamater miliknya sudah di cuci dan juga diberi pengharum, ia masih khawatir aroma baju barunya masih dapat terhirup.
Brak!
"Pagi!" Cloud menggebrak meja dimana Moon tengah duduk, dengan menyapa Moon dengan penuh semangat.
Moon menarik bibirnya tipis, ia tidak menyukai kehadiran Cloud.
"Mengapa kau muram, Moon? Bukankah aku yang seharusnya muram karena kecewa kau tak datang malam itu?" tanya Cloud, sepertinya ia ingin menagih janji kepada Moon.
"Untuk malam itu … a—aku minta maaf, ya. Tapi … bukankah Earth sudah datang untuk menggantikanku bertemu denganmu?" balas Moon, ia juga balik bertanya kepada Cloud.
"Kamu pikir aku berkencan dengan seorang pria," gerutunya, mencibir. "Apa yang sedang kamu lakukan pagi-pagi seperti ini di kantin? Belum sarapan? Apa perlu aku membawakan sarapan untukmu?"
"Tidak perlu, aku hanya—"
Cup!
Cloud memberikan kecupan tepat dibibir Moon, sehingga membuat Moon bungkam sesaat dan membuatnya terperangah. Ia syok dan tidak tahu harus melakukan apa.
"Bajingan!" seru Earth, yang datang dari arah belakang dan menarik kemeja Cloud, kemudian ia membanting pria itu hingga tersungkur di lantai.
"Earth!" seru Moon, menarik lengan Earth, mencoba menahannya. Namun sayang, Earth menepisnya dan menarik kedua kerah Cloud, hingga pria itu kembali berdiri tegak, seolah menerima tantangan dari Earth.
Bugh!
Sebuah kepalan tangan mendarat dengan sangat kuat di pipi kiri Earth.
"Earth!!!" pekik Moon, melihat Earth tersungkur karena pukulan dari Cloud.
Tidak mau dianggap lemah, Earth segera bangkit dan …
Bugh!
Ia membalas pukulan yang sama terhadap Cloud.
"Lemah!" cibir Earth. Ia bersiap untuk memukul Cloud kembali. Namun saat tangannya sudah mengepal dan hendak menerjang …
"Cukuuuup …!!!" seru seseorang menghadang dan melindungi Cloud dibalik punggungnya.
"Sky?"