Arka baru saja pulang dari kantornya sendiri, dia benar sangat lelah seharian ada saja masalah.
Pada saat masuk ke dalam rumah, Albert dan Mega sudah menunggu kepulangan putranya. Wajah kelelahan dari Arka sedang tidak ingin di tambah lagi bebannya.
"Damian, Papa ingin bicara sebentar, apa kamu bisa duduk sebentar?" suara rentan berat dari beliau kepala keluarga.
Dia tidak membantah, menuruti kemauan orang tuanya. Sebenarnya dia butuh istirahat secepatnya agar beban yang melelahkan jiwanya bisa di ringan sejenak.
"Ada apa, Pa. Kalau soal pekerjaan besok saja di bahas. Hari ini Arka ingin istirahat..." ucapnya datar
"Papa bukan membahas soal pekerjaan," sambung Albert menatap putranya cukup lama.
"Lalu?"
"Papa dan Mama sudah sepakat menjodohkanmu dengan putri dari sahabat Papa, apa kamu keberatan?" Albert bertanya kepada putranya.
Arka menatap wajah beliau seorang kepala keluarga yang tegas, penuh jiwa kepemimpinan. Selama ini dia tidak pernah membantah atau melawan soal kemauan dari pria tua ini.
Lama kelamaan sikap orang tuanya semakin bertambah aneh untuk kehidupannya. Boleh dia akui, banyak wanita ingin menjadikan pendamping hidupnya. Tapi, sekarang dia sudah mendapat yang lebih cocok untuknya. Seorang wanita yang pernah dia temui di kantornya.
"Apa itu tidak terlalu cepat?" Arka kembali bertanya kepada ayahnya
"Usiamu sudah tepat untuk menikah, sampai kapan lagi? Sampai menunggu saya wafat baru kamu menyetujui perjodohan ini? Tidak ada salahnya kamu mencoba berkenalan dengan putri - sahabat Papa," jawab Albert tegas.
Arka menarik napas kemudian dia membuang sangat pelan-pelan. Sementara Mega duduk menatap putra satu-satunya. Dia tahu jika putranya akan sulit menerima perjodohan ini.
"Terserah Papa saja sebagaimana baiknya, Arka menuruti saja. Tapi, Arka tidak janji kapan bisa menemui wanita pilihan Papa. Papa tahu bagaimana situasi pekerjaan yang sekarang Arka pegang, Arka berharap Papa mengerti juga kehidupan Arka jalani," ungkapnya kemudian meranjak pergi dari tempat itu.
Albert tidak membalas ungkapan dari putranya. Tetap dia akan menjalankan tugas sebagai kepala keluarga yang baik dan terhormat. Demi generasi keharmonisan keluarganya.
Arka melemparkan tas kantornya di buka secara paksa dasi mencekik lehernya itu. Dia membuka kain golden pada jendela yang tertutup rapat di selimuti embun malam hari yang dingin.
Sebatang rokok dari bungkusan kotak bermerek surya. Di nyalakan api pada tembakau, gempulan asap keluar dari mulut itu.
Masih kepikiran bayangan wajah sosok wanita tadi pagi, dia benar penasaran sekali dengan wanita cantik itu. Seorang kurir pengantar koran. Rasanya dia tertarik dengannya. Benar sederhana, Arka memang suka dengan tipe wanita sederhana namun misterius.
Ponsel miliknya bergetar, sebuah telepon dari seorang wanita bernama mawar yang pernah berhubungan dengan dirinya beberapa bulan. Karena inilah, Albert sang ayah bersikeras menjodohkan dia kepada wanita pilihannya.
Sikap dia yang biasa saja namun tingkah badboy dan playboy tidak bisa di hindarkan. Albert hanya tidak ingin putranya salah memilih wanita sebagai istri atau menantu di dalam keluarga Kalandra.
"Ada apa?"
"Kamu sekarang ada di mana? Besok jadikan?"
"Aku? Biasa di kamar, besok? Jadi..."
"Baiklah, kita bermalaman di mana?"
"Terserah kamu, dimana saja juga boleh. Asal kamu kuat melakukannya."
Dia membuang puntung rokok belum habis di isapnya. Dibuka kulkas kecil dalam kamarnya sendiri, minuman kaleng beralkohol berwarna hijau di buka kemudian minum seperempat.
Wanita yang menelepon Arka adalah Mawarinda Melati Lukaiyah, 29 tahun, seorang janda di tinggal suami karena memilih pelakor biadab itu.
Pertemuan itu cukup singkat Arka tipe orang penasaran dengan lawan jenis dan mudah jatuh cinta. Karena dia penasaran dengan sikap. absurd dari wanita bernama Mawar ini. Hubungan terlarang pun di lakukan oleh mereka berdua.
Itulah prinsip dirinya ketika dia berubah setelah hubungan dengan Mawar di ketahui oleh Albert sang ayah. Maka dari itu Albert terus mendesak segera menyetujui perjodohan ini. Dia tidak mempermasalahkan perjodohan dengan siapa pun. Asal kehidupannya bebas tanpa di kekang.