Dua bulan kemudian Rumah Sakit Harapan...
"Saya sungguh bisa pulang hari ini Dokter?"
Wajah gadis itu sungguh bersinar . Ia benar- benar lelah menghabiskan waktu dua bulan lebih di rumah sakit hanya dengan beristirahat dan minum obat . Ia seperti habis memenangkan lotre ratusan juta . Rasanya tiada hari yang lebih indah dibanding hari ini. Hari dimana ia bisa pulang dan menginjakkan kaki ke rumah yang sesungguhnya .
Ia langsung bergegas berganti pakaian dan mengemasi barang-barang nya sebelum orang yang ditugaskan menjemput datang . Ia sungguh benar-benar tidak sabar akan pulang hari ini .
Satu jam kemudian Satya datang dan menginformasikan bahwa ialah yang ditugaskan Tuan Muda untuk menjemputnya . Siapa itu Tuan Muda pikirnya , bukankah orang itu adalah tunangannya. Mengapa harus orang lain yang menjemputnya . Bahkan ia nyaris tak pernah berkunjung selama dua bulan terkahir . Kalaupun datang, ia hanya berdiri di luar dan menengoknya ke dalam ketika ia sudah tertidur . Tunangan apa nama nya yang sama sekali tidak peduli dengan kondisi tunangannya sendiri .
"Ahhh, ternyata tuan yang datang . " ujarnya kecewa .
"Kenapa Nona ? Apa ada yang salah? "
" Saya kira dia akan datang menjemputku sendiri , tetapi berhubung Anda sudah disini Tuan, Mari kita pulang . Saya sudah berkemas sedari tadi . " ujarnya positif .
"Mari saya bantu membawakan barang-barang Anda Nona, dan satu lagi Anda bisa memanggil saya Satya dan bersikap santai kepada saya . Anda tidak perlu merasa canggung , dan Anda bisa menyuruh saya melakukan apapun . Saya akan melayani Anda Nona ." ujarnya sopan .
" Apa maksudmu ? Mana mungkin aku bersikap santai , dan memanggilmu sembarangan . Jelas-jelas aku lebih muda darimu . Bagaimana jika aku memanggilmu Kakak. Kak Satya . Lebih baik bukan? Dan aku bukan Nona besar di rumah itu ,jadi jangan begitu kaku dan mari saling bersikap santai satu sama lain. " jelas Diza panjang lebar dengan ekspresi manjanya yang khas.
"Mana bisa saya begitu lancang..." ucapannya terhenti ketika Diza meletakkan telunjuknya di bibir sebagai isyarat untuk menyuruhnya diam .
"Kau bilang aku boleh memerintahkan apapun padamu kan kak? Kalau begitu mari bersikap selayaknya adik dan kakak. Kau bisa memanggilku Diza saja , atau mungkin adik . Apa saja yang membuatmu nyaman . Kalau begitu mari kita pulang. " ujarnya sambil menggandeng tangan Satya keluar dari ruangan .
Satya yang merasa canggung dengan sikap santai Diza , ia pun melepaskan gandenganya dan beralih menatap Diza dalam . " Apa yang berusaha kau lakukan adik? Tidakkah ini terlalu berlebihan . Bergandengan seperti ini? Jika Tuan atau Tuan Muda melihat , akan timbul salah paham . "
" Ahh, lagi-lagi kau bersikap begitu canggung padaku kak. " Diza menarik nafas panjang dan menarik tangan Satya untuk duduk di kursi ruang tunggu depan kamar dengan wajah cemberut.
" Kak, bolehkan aku menceritakan apa yang aku rasakan. Ingin kah kau mendengarnya?" ujarnya lesu.
"Silahkan Adik." balas Satya sambil berpaling menatap Diza setelah sebelumnya melirik ke kiri dan kanan terlebih dahulu untuk memastikan keadaan .
" Awal aku berada disini , aku merasa aku adalah orang spesial. Dia selalu menemaniku disini, menggenggam tanganku hingga aku terlelap . Menemaniku hingga aku terbangun dan memastikan aku tidak merasakan rasa sakit apapun . Tapi kini, ia tak pernah datang . Apakah ia hanya peduli padaku jika aku sekarat kak?"
"Kenapa Anda sampai berfikiran seperti itu ? Itu sama sekali tidak benar . "
"Kak Satya, jika analisa ku memang salah lalu kenapa ?"
" Berhubung kau menganggap ku sebagai kakak, maka izinkan aku menanyakan sesuatu. "
"Tanyakanlah kakak."
" Diza, kau ...." kalimatnya terhenti. Ia menangkup kedua pipi Diza dan mengahadapkannya fokus menatap kedua matanya . "Siapakah yang ada dalam hatimu ? Tuan muda kah? atau Tuan Rayhan?"
"Rayhan?" ujar Diza mencoba mengingat " Owh, kakak yang kemarin itu? Lelaki tampan dan baik yang membuatku menangis?"
" Apa yang terjadi antara kau dan dia?"
"Jujur, aku seakan merasakan bahwa setiap hal yang ia ucapkan adalah sesuatu yang aku lupakan di masa lalu karena itu aku menangis . Tapi, sayangnya aku tak bisa mengingat apapun itu . Apakah karena itu dia marah padaku kak? "
"Siapa?"
"Tunangan Ku? Aaaa, aku bahkan lupa siapa namanya. Maafkan aku . ",ujarnya menundukkan pandangan merasa bersalah.
"Tunanganku? " ujar Satya tergelak . " Bukankah lebih manis memanggilnya begitu?" godanya yang langsung membuat pipi Diza memerah . "Namanya Azka, kau biasanya memanggil dia kakak. Dia mencintaimu sejak pandangan pertama. Percayalah , perasaannya sungguh tulus. "
" Apa dia sungguh menyayangi ku? Apa dia akan menganggap spesial diriku?"
" Tentu saja, kalau begitu mari aku akan membantumu untuk mengalihkan seluruh perhatiannya padamu ." Satya tersenyum sambil menggenggam tangan Diza . Dipandangnya gadis itu seperti sedang terlarut dalam lamunan nya sendiri .
Ia hanya bisa terdiam dan menikmati pemandangan indah itu . Sekilas senyuman manis terukir di wajah kakunya. Ia seakan menemukan hal menarik, ia sungguh menyukai gadis ini fikirnya . Entah dalam hal apa? Apa ia menyukai sikap polosnya? Atau justru malah ia yang jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadis ini .
Sekilas gadis ini terlihat manis , dan begitu polos . Sikap ceria dan rendah hatinya bak racun yang akan membunuh setiap pria . Tak Heran jika Tuan Mudanya begitu protektif terhadap gadis ini . Bahkan meskipun ia belum bisa memberanikan diri untuk menemui gadis ini . Ia masih melakukan segala hal terbaik demi gadis ini .
"Akankah aku dibunuh jika menyukaimu ?"ujar Satya sambil tersenyum memandangi Diza.
"Kakak , aku bahkan mendengarnya dengan jelas. Berhenti meledekku dan mari kita pulang?" Diza meraih tangan Satya dan menariknya dengan sekuat tenaga untuk bangkit dan pergi .
"Sebegitu inginnya kah kau untuk pulang cepat , hingga menarik ku seperti bajak seperti ini . " ledek Satya . " Baik lah , aku akan mengantarmu dengan secepatnya . " balas Satya sambil menggendong Diza dan mendudukkannya di atas sebuah kursi roda kosong yang diambilnya di samping lorong rumah sakit.
"Kakiku bahkan cukup kuat untuk berlari dan menendangmu , kenapa kau harus membuatku seakan tak berdaya seperti ini ?"
" Sudah nikmati saja, bahkan kau boleh tidur jika kau mau . Aku akan mengantarmu ke rumah dengan selamat ."
Diza pun. akhirnya memilih tak menolak dan mengikuti instruksi Satya . Toh, ia tidak dirugikan apapun . Justru ia malah merasa dimanjakan dengan sikap Satya kali ini . Ia pun tak bisa berhenti tersenyum dan merasa senang sepanjang perjalanan karena sikap manis Satya kepadanya.
Satya pria manis bertubuh tinggi , dengan postur badan tegap, kulit terang, dan berwajah tampan . Usianya pun hanya tiga tahun lebih tua dari nya . Bahkan jika bukan Azka dan hanya Satya , ia akan merasa sangat bangga memperkenalkan nya sebagai kekasih , fikirnya malu- malu hingga menunjukkan garis senyum dan pipi yang berwarna merah merona , membuat Satya semakin gemas dan mencubit- cubit pipinya . Saking senangnya , bahkan mereka sampai tidak menyadari jika ada yang mengawasi mereka sedari tadi .