下載應用程式
22.22% variabel penghancur takdir / Chapter 2: perkenalan

章節 2: perkenalan

Setelah kembali ke asrama, Steven masih belum bisa mempercayai apa yang baru saja ia lihat dan dengar. Semuanya terasa seperti mimpi panjang yang belum berakhir.

Malam itu, meski tubuhnya berbaring di kasur, pikirannya tetap dipenuhi bayang-bayang tentang Dewi Elyria dan ramalan bencana yang akan datang.

Keesokan paginya, saat sinar matahari menyusup melalui jendela, Steven tiba-tiba menerima serangkaian ingatan asing.

Ingatan itu... berasal dari tubuh yang kini ia tempati.

Namanya adalah Lucian Dreist sekarang berumur 17 tahun.

Seorang bangsawan yang jatuh dari statusnya, setelah difitnah sebagai pengkhianat kerajaan. Dalam pelariannya, satu-satunya pelayannya — seorang wanita bernama Emi — membawa Lucian kecil kabur dari kejaran para ksatria kerajaan.

Namun, Emi akhirnya tewas demi mengalihkan perhatian para pengejar dan memberikan kesempatan hidup pada Lucian.

Dari kenangan itu, Steven merasakan dendam yang sangat dalam terhadap kerajaan, kemarahan yang telah dipendam bertahun-tahun di dalam hati Lucian.

Kini, amarah dan luka masa lalu itu ikut tercampur dalam perasaan Steven .

Setelah menenangkan pikirannya, Lucian akhirnya melangkah menuju ruang kelas.

Tujuannya adalah Kelas A 1— kelas terbaik di seluruh Akademi Aetherion.

Masuk ke Kelas A bukanlah hal yang bisa dilakukan hanya dengan bermodalkan uang.

Bakat, kekuatan, dan kemampuan murni adalah kunci.

Dan entah bagaimana, aku — atau lebih tepatnya, tubuh Lucian ini — berhasil menjadi salah satu dari mereka.

"Bagaimana bisa...?" Aku membatin, merasa cukup terkejut.

Lucian, bangsawan yang jatuh, ternyata menyimpan bakat luar biasa ia sekarang tidak punya uang sudah pasti lucian di terima sebagai siswa khusus dan mendapatkan beasiswa .

Akademi ini sendiri membagi para murid ke dalam empat kelas:

Kelas A: Tempat berkumpulnya para elit, mereka yang memiliki bakat luar biasa.

Kelas B: Perpaduan antara bangsawan dan rakyat jelata yang menunjukkan potensi besar.

Kelas C: Murid-murid biasa dengan kemampuan standar.

Kelas D: Murid tanpa bakat istimewa, tetapi bisa masuk karena membayar mahal — kebanyakan anak orang kaya.

Meskipun demikian, para guru di Aetherion tidak memandang kasta atau latar belakang.

Yang mereka nilai hanyalah kemampuan dan tekad.

Setelah Lucian memasuki kelas, seorang pria paruh baya dengan aura gagah memasuki ruangan. Rambutnya mulai memutih, namun matanya masih bersinar tajam, seolah dapat menembus hati setiap siswa.

“Aku adalah wali kelas kalian. Mulai sekarang, panggil aku Instruktur Miguel," ucapnya dengan suara berat dan wibawa yang tak terbantahkan. "Di sini, kalian semua hanyalah siswa. Tidak peduli apakah kau bangsawan tinggi atau rakyat biasa — siapa pun yang berani menindas atau membanggakan statusnya akan dikenai sanksi berat. Ingat itu baik-baik."

Suasana kelas langsung menjadi tegang.

"Baiklah, aku akan memulai absen," lanjutnya sambil membuka sebuah buku besar.

"A1... Hadir."

Sebuah suara lembut menjawab. Sosok itu berdiri — seorang gadis dengan rambut biru berkilauan hingga pinggang, mata biru seperti berlian yang tampak menembus jiwa. Parasnya memancarkan keanggunan seorang bangsawan sejati.

Lucian tertegun sejenak. Ia mengenali gadis itu yang bernama Olivia lemonia . Dalam dunia game sebelumnya, ia adalah salah satu karakter penting di masa depan, berasal dari keluarga kerajaan lemonia. Melihatnya berdiri di hadapannya sekarang membuat semuanya terasa semakin nyata.

‘Tak kusangka aku bisa bertemu dengannya secara langsung...,’ pikir Lucian sambil menggenggam kartu pelajarnya erat-erat dan melihat bahwa ia adalah absen no11 itu adalah absen terakhir .

Absen 2, hadir... Absen 5, hadir... Absen 7, hadir...

Absen tujuh adalah Erick, pahlawan masa depan — karakter utama dalam game yang dulu sangat aku sukai. Tipikal MC shounen: naif, ceroboh, tapi pantang menyerah dan... keberuntungannya absurd. Staminanya juga gila. Tapi, tidak seperti di game, melihatnya secara langsung terasa lebih nyata... lebih menyebalkan.

Absen-absen selanjutnya diisi oleh anak-anak bangsawan manja dengan wajah sombong dan aura angkuh. Hingga tibalah pada...

"Absen 11."

Aku pun menjawab singkat, "Hadir."

Namun, suara instruktur Miguel terdengar lebih berat dari sebelumnya.

> "Absen 11. Setelah kelas selesai, datanglah ke ruang guru."

Seketika bisik-bisik langsung memenuhi kelas.

> "Wah, baru hari kedua udah dipanggil ke ruang guru?"

"Jangan-jangan dia pembuat masalah?"

"Apa dia preman?"

Aku hanya menunduk. Tidak ada yang tahu alasanku kemarin tidak masuk.

Bukan karena aku ingin membolos... tapi karena aku bertemu langsung dengan Dewi Elyria.

Tapi... siapa yang akan percaya?

Pelajaran berlalu tanpa aku pahami.

Saat waktu pulang tiba, semua murid mulai saling berkenalan. Tapi tidak ada satu pun yang mendekatiku.

Mereka menjauh. Aku bisa melihat dari tatapan mereka, mereka takut.

Tanpa pikir panjang, aku langsung menuju ruang guru.

---

Di ruang guru

Instruktur Miguel menatap tajam begitu aku masuk.

> "Kemana saja kau di hari pertamamu? Kami tidak butuh siswa berandalan yang bahkan tak bisa disiplin di hari pertama."

Aku gelagapan. Haruskah aku bilang soal Dewi Elyria? Dunia masa depan? Raja iblis?

> "Sa-saya... sakit perut."

Dia menatapku dengan wajah datar dan mendekat pelan-pelan.

> "Sakit perut, ya... Luar biasa. Lucian Dreist, lari sepuluh putaran keliling lapangan. Hari ini. Tidak boleh kembali ke asrama sebelum selesai. Paham?"

Aku menunduk dan menjawab lirih,

> "Paham..."

Setelah menyelesaikan putaran terakhir, aku jatuh terduduk di tengah lapangan. Nafasku terengah-engah, tubuh basah oleh keringat dan kotoran tanah yang menempel.

> "Gila... ini... lebih berat dari yang kukira."

Sinar matahari mulai tenggelam di balik menara akademi, dan perutku mulai memprotes dengan bunyi keroncongan yang menyedihkan. Aku menyeret kakiku menuju kafetaria.

Tapi saat tiba di sana—kosong. Tidak ada satu pun staf atau siswa tersisa.

> "Serius...? Bahkan makanan pun nggak ada yang disisain?"

Aku masuk ke dapur belakang dan melihat beberapa bahan masakan tersisa. Ada ikan segar, beberapa bumbu dan rempah. Tanpa pikir panjang, aku mulai menyiapkan masakan — ikan gulai, resep masakan dunia ku .

Saat kuaduk perlahan kuah yang mulai mendidih, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka.

Seseorang masuk.

Aku menoleh dan melihatnya—seorang gadis berambut hitam , mengenakan seragam dengan lambang kelas A. Matanya tajam, namun memiliki aura elegan. Itu... Absen 6.

> "Hmm? Bukankah itu... siswa yang dipanggil ke ruang guru tadi?"

"Lihat saja bajunya kotor begitu... apa dia habis berkelahi?"

Aku sadar dia memperhatikanku, dan karena lelah dan haus, suaraku naik tanpa sadar.

> "Apa yang kau lihat hah?"

Dia tersentak, wajahnya agak panik.

> "O-oh... tidak, tidak ada..." ucapnya buru-buru, tapi dalam hati masih berbisik:

"Cara bicaranya pun kasar. Orang ini... benar-benar seperti berandalan."

Aku mendesah pelan dan kembali fokus ke gulai yang mulai mengental. Aku tidak bermaksud kasar, hanya... kelelahan. Dan mungkin... terlalu haus.


next chapter
Load failed, please RETRY

每周推薦票狀態

Rank -- 推薦票 榜單
Stone -- 推薦票

批量訂閱

目錄

顯示選項

背景

EoMt的

大小

章評

寫檢討 閱讀狀態: C2
無法發佈。請再試一次
  • 寫作品質
  • 更新的穩定性
  • 故事發展
  • 人物形象設計
  • 世界背景

總分 0.0

評論發佈成功! 閱讀更多評論
用推薦票投票
Rank NO.-- 推薦票榜
Stone -- 推薦票
舉報不當內容
錯誤提示

舉報暴力內容

段落註釋

登錄