Alya (2014)
Tahun 2014 menjadi saksi kisah sederhana yang tak pernah benar-benar selesai—tentang Alya, gadis ceria dengan senyum yang hangat, dan Dandi, siswa populer namun menyimpan kesepian di balik tatap matanya. Mereka dipertemukan oleh kebetulan kecil: sebuah sapu tangan putih yang terjatuh di koridor sekolah pada pagi hari pertama di bulan Juli.
Sejak pertemuan itu, hari-hari mereka berubah. Dari percakapan singkat di taman sekolah hingga tawa kecil di bawah hujan, keduanya menemukan kenyamanan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Alya melihat kebaikan di balik diamnya Dandi, sementara Dandi menemukan ketenangan di balik keceriaan Alya. Namun, di balik semua kehangatan itu, waktu berjalan terlalu cepat.
Ketika masa kelulusan tiba, jarak dan impian memisahkan mereka. Alya harus pindah mengikuti orang tuanya ke luar kota, meninggalkan Dandi tanpa janji, hanya dengan sapu tangan kecil yang kini menjadi simbol kenangan mereka. Dandi menatap hujan sore itu, sama seperti hujan pertama yang mempertemukan mereka—bedanya, kali ini ia berdiri sendirian.
Tahun demi tahun berlalu, tapi nama Alya tetap tinggal dalam ingatan Dandi. Setiap hujan turun, ia seolah mendengar kembali suara tawa gadis itu di antara rintik air. Alya 2014 bukan sekadar kisah cinta remaja, melainkan perjalanan tentang pertemuan, kehilangan, dan keberanian untuk mencintai tanpa harus memiliki.
Karena beberapa kenangan tidak diciptakan untuk dilupakan—mereka hanya disimpan, diam-diam, dalam hati yang pernah mencintai dengan tulus.