Download App
Satu Lagi(Indonesia Novel) Satu Lagi(Indonesia Novel) original

Satu Lagi(Indonesia Novel)

Author: EraaanFairchild

© WebNovel

Chapter 1: Bab I. Dari Komandan Menjadi Prajurit

Ketika aku membuka mata. Aku menyadari , aku telah berada di sebuah tempat yang sama sekali berbeda sebelumnya. Ini adalah padang sabana yang begitu luas dan ditumbuhi oleh ilalang setinggi mata kaki. Sementara sepanjang apa yang kulihat adalah tumpukan dan jejeran mayat yang mulai membusuk dan mengeluarkan bau yang sangat menjijikkan. Sehingga perutku mual berada di situ.

"Wuekhhhh…"

Aku menahan mulut dan hidungku dengan cepat segera berlari dan meninggalkan tempat yang tak kuketahui entah di mana.

Bukankan seharusnya aku sudah mati dalam penyerangan di Stalingard?,pikirku.

Aku baru menyadari bahwa tempat itu benar-benar berbeda dengan apa yang kulihat terakhir kali. Meskipun tumpukan dan jejeran mayat yang ada di sepanjang padang itu sama buruknya dengan pembantaian yang dilakukan oleh Pasukan Merah terhadap pasukan Nazi yang menyerang Stalingard. Entah mengapa tubuhku masih merasa mual melihatnya.

Aku berlari tanpa tahu padang seluas ini benar-benar menjadi sebuah gambar nyata, yang bahkan lebih menakutkan daripada perang yang kualami.

Namaku adalah Sebatian de Krieg. Komandan Regu II divisi Infanteri dibawah Komando SS, Nazi Jerman. Itulah ingatan terakhir yang masih jelas melekat di kepalaku. Aku dan pasukan ku dalam posisi mengalami kerugian yang benar-benar parah dimana peneyerbuan ke Stalingard atas perintah Fuhrer adalah pembantaian sepihak bagi tentara Nazi. Yang paling jelas lagi , aku seharusnya sudah mati dari sebuah serangan granat Pasukan Mera. Aku bahkan masih ingat sensasi liar dan menyakitkan dari bagian tubuhku yang hancur berkeping-keping dari ledakan itu.

Apa yang sebenarnya terjadi disini? ,pikirku lagi.

Pertanyaan itu mencuat bersamaan langkah kakiku yang tiba-tiba merasa kaku entah bagaimana, pinggang ku juga seperti remuk hanya saja bagaimana aku bisa baru menyadari bahwa tubuhku benar-benar telah ditutupi banyak luka dan goresan yang cukup parah.

Tangan kananku kelihatannya patah. Sebuah anak panah menancap di perut. Dan lebih membuatku merasa aneh , pakaian yang kukenakan berbeda dengan seragam hitam milik kesatuan SS. Itu terlihat tubuhku ditutupi oleh sebuah pakaian kevlar dan armor besi yang terasa sedikit ringan. Sementara bagian kepalaku, masih mengenakan sebuah helm besi. Yang kelihatannya diciptakan dengan bahan yang sama dengan baju jirah yang kukenakan.

Aku jadi ingat bahwa pakaian jirah seperti ini biasanya dimiliki oleh pengawal raja di masa Jerman Raya. Aku memang beberapa kali melihat benda yang sama. Yang kadang-kadang bisa ditemukan di kastil yang didirikan Prusia, sebelum Fuhrer berkuasa di Jerman.

Aku berpikir, kemungkinan besar Stalingard. Kota yang setengah hancur juga memiliki hal yang serupa . Hanya saja, untuk suatu hal yang belum ku mengerti. Bagaimana ingatan terakhir ledakan dari granat yang menghancurkan tubuhku,apakah sebuah mimpi? Terburuk nya, seharusnya aku sudah mati.Jika ku pikir lagi jika alam kematian adalah padang yang dipenuhi mayat membusuk. Bukankah ini berarti bahwa alam kematianku adalah neraka yang penuh kebusukan seperti dalam Bible?

Setelah tidak menemukan titik terang tentang de javu ini. Jadi, aku langsung membuang segala macam pertanyaan dalam pikiranku. Lalu berusaha menyingkirkan anak panah yang melukai tubuhku. Namun, pertama-tama yang kuperlukan adalah menemukan sumber air. Ini untuk melepas dahaga luar biasa dari kerongkonganku dan sekaligus untuk membersihkan luka dari anak panah ini nanti.

Aku berlari kecil pada sebuah aliran parit yang ku pikir memiliki air yang cukup jernih. Yang terletak jauh dari tepi padang yang sedikit masuk dalam wilayah semak berduri di dekatnya. Ku pikir tidak masalah menggunakan air ini sebagai sarana membasuh luka dari anak panah yang ada di perutku.

Perlahan-lahan tetapi dengan yakin, ku tarik pangkal panah dan mengeluarkan beberapa darah yang kelihatannya mulai mengental di bekas lubang anak panah. Luka ini tidak seberapa dengan rasa sakit yang kualami dalam ingatan terakhir ku, diledakkan granat oleh tentara merah. Setelah membersihkan luka dengan air yang ada disekitar parit. Aku akhirnya merasa perlu mengisi perutku yang haus.

Ketika aku mencoba mengambil air menggunakan kedua telapak tanganku. Aku melihat sosok yang sama sekali berbeda denganku. Yang kulihat dalam pancaran aliran air adalah soskk pria dengan warna mata merah dan rambut yang merah yang mirip seperti biji saga. Aku menyadari bahwa wajah ini bukan wajah yang sama seperti yang ku ingat.

Apa yang terjadi disini?, pertanyaan itu muncul di kepalaku.

Kesimpulan yang ku dapatkan adalah, cerminan sosok di depan adalah diriku. Namun, itu juga bukan diriku. Aku sedikit ingat bahwa diriku adalah seorang keturunan dari ras Nordik yang memiliki rambut pirang dengan mata berwarna biru. Ini seperti mengetahui bahwa badan ku memasuki badan orang lain, atau semacam tertukar.

Sekali lagi aku berpikir apa mungkin ini akhirat? Jika ini akhirat apakah dalam akhirat tubuh seseorang akan berganti dengan tubuh yang sama sekali tidak mereka ketahui? Apakah ini sama seperti aliran agama dari timur yang mempercayai adanya teori reinkernasi? Ini cukup bodoh jika memang demikian.

Sementara kedua telapak tanganku yang menampung air dari parit. Dengan lahap aku meneguk semua air tanpa pikir panjang. Terlebih lagi kondisi tangan kananku yang kelihatan patah membuatku harus cepat-cepat meminum dari parit ini secepatnya.

Jika di pikir seperti ini , bukankah akan terjadi sesuatu yang buruk jika keadaan tangan kananku masih tetap seperti ini? Maka, aku segera berusaha menemukan beberapa benda yang bisa menyokong tangan kananku agar tidak mendapatkan sesuatu yang buruk. Sampai pada akhirnya aku pilihanku jatuh pada dahan dan ranting yang kutemukan di sekitar tempat itu. Kemudian mengikat dahan dan ranting kencang agar tidak bergeser dari posisi semula. Meski sekali lagi, aku tidak merasakan sakit apapun dari yang kurasakan sebelumnya.

Aku tidak tahu aku sekarang ada di mana. Ingatan terakhir yang kumiliki adalah serangan yang menghancurkan tubuhku. Selain itu tidak ada yang lain. Seharusnya aku sudah mati.

Sepanjang aku berjalan. Aku sama sekali tidak menemukan seorangpun, yang dapat ku temui adalah lahan kosong dan jalan yang lebarnya tak lebih dari dua meter. Jadi, kuputuskan untuk mengikuti ke mana ujung jalan ini.

Di mana, ada jalan di situ pasti ada peradaban, bukan? Itulah insting ku katakan.

Namun, sudah cukup lama aku berjalan bahkan matahari sudah mulai agak tenggelam di sisi barat aku sama sekali tidak menemukan seorangpun. Bahkan, kakiku sudah merasa letih dan terasa berat serta pandangan mataku sudah agak memburam.

Apakah aku akan mati untuk kedua kalinya?Entahlah... Pikiran itu selalu menggema di kepalaku. Namun, dengan kekurangan tenaga menyusuri jalan yang tak berujung ini, aku sudah memastikan bahwa aku akan mati kehabisan tenaga. Terlebih lagi, rasa haus dan lapar yang luar biasa hinggap di perutku. Itu benar-benar menyiksaku.

Namun, aku tetap berjalan hingga tubuhku rubuh dan penglihatan ku secara total gelap.

*Bukk

Di waktu dan tempat yang berdekatan.

Seorang pria paruh baya dengan pakaian megah tampak duduk ketakutan dalam sebuah kereta kuda mewah yang biasa digunakan dalam resepsi resmi kerajaan abad pertengahan. Namun, pria itu tampaknya tidak akan menghadiri sebuah acara pesta kaum bangsawan di suatu tempat. Melainkan, ia seperti akan lari dari sesuatu yang tampaknya akan membahayakan nyawanya.

" Hei, PHILP bisakah kau lebih cepat lagi!!" Pria itu bersuara kasar pada seorang kusir pria yang mengenakan tail coat yang nampak sudah sedikit agak kelelahan dengan keluhan pria ini . Namun, ia tak dapat membalas dengan keluhan pada pria paruh baya yang tampaknya adalah majikannya.

"Maaf, Tuan Leondart. Ini adalah kecepatan yang maksimal dengan menggunakan dua ekor kuda sebagai pelana selama dua hari tanpa istirahat…" Pria bernama Philp menjawab ringan sambil tangannya masih memegang kendali tali pengekang dari kereta kuda.

Sementara pria bernama Londart nampak mendecak ringan dan menggigit kuku jarinya.

"Jika kita tertangkap oleh para pemberontak itu , maka bukan aku saja yang akan dipenggal. Kau juga akan dipenggal!"

Philp hanya menelan ludah dan merasakan pahit dari apa yang mereka hadapai saat ini.

"Saya tahu ,Tuan... Tapi lari dari [Ksatria Ordo Black Wolf] sedikit agak kurang meyakinkan saya..."

Sementara tuannya Leondart makin menggerang atas jawaban pelayannya.

"Aku juga tahu, Idiot!... Ini adalah akibat dari kekalahan Pasukan Kerajaan dalam pertempuran di Padang Hijau." Leondart juga menelan ludah dari jawaban pelayannya itu.

Dalam pikiran pria itu hanya ada rasa penyesalan. Seharusnya ia tidak ikut terlibat dalam pergumulan politik saat ini. Ia seharusnya menjadi faksi yang netral dan tidak ikut campur dalam perebutan tahta antara Puteri Lilith dan Pangeran Scrall atas tahta Kerajaan Campestris . Ia seharusnya duduk tenang di vila milik keluarganya di wilayah Protland. Kebodohannya untuk ikut dalam mendukung faksi Puteri Lilith adalah kesalahan sejak awal. Ia seharusnya memilih memihak faksi Pangeran Scrall.

Jika saja dia mendengar perkataan Count Armand. Bahwa Viscount sepertinya tidak cocok untuk bergabung dengan permasalahan politik. Wilayahnya pasti tidak akan jatuh ke tangan pemberontak yang mendukung Pangeran Scrall.

"Ini bodoh."

Leondart menggerutu menyadari keputusan bodoh yang diambilnya membuat dirinya melarikan diri dari wilayah kebangsawanan nya dan menuju ibukota, Tempat ia mungkin dapat berlindung pada Puteri Lilith yang sekarang menjadi Raja dalam pergolakan politik. Namun, sebuah hentakan dari kereta kuda yang berhenti secara mendadak mencuatkan kembali urat marahnya pada pelayannya di depan kendali kusir kuda.

"Philp!!!Kenapa kau berhenti!!?"

Leondart mengeluarkan urat marah dari sekitar kening nya sambil mengeluarkan kepalanya dari sebuah jendela yang menghubungkan kusir dan bagian dalam kereta.

Philp hanya menatap bingung pada pemandangan yang samar di depannya.

"Tidak ,Tuan… itu…"

Philip menunjuk kearah sebuah tumpukan di pinggir jalan yang samar karena pencahayaan yang minim.

Sementara Leondart juga ikut mendongkak ke arah yang sama. Ia menemukan sesosok tubuh pria dengan pakaian dari armor besi dan mengenakan helm dan kevlar yang memiliki harga yang cukup rendah.

"Apa yang kau pikirkan menghentikan kuda disaat seperti ini?" Leondart tidak mempedulikan manusia yang tergeletak lemah di samping kereta kuda mereka.

"Namun, Tuan . Bagaimanapun Anda melihat orang itu masih hidup…"

"Bodoh.. aku tidak peduli!! Entah dia hidup atau sudah menjadi mayat. Cepat jalankan keretanya!"

Hanya saja, Philp tanpa pikir panjang langsung turun dari tempat kusir. Lalu, mengangkat pria dengan armor ringan itu ke dalam kereta kuda tanpa menghiraukan omelan dari Tuannya. Ia meletakkan pria itu di hadapan Leondart di dalam kereta kuda.

"Apa yang kau pikirkan? seharusnya kau tidak mempedulikan orang ini!"

Sementara matanya menoleh kebelakang memperhatikan bahwa beberapa cahaya dari obor yang cukup jauh kelihatan mengikuti mereka.

"Namun…bagaimanapun melihatnya pria ini adalah tentara Kerajaan."

Melihat situasi mendesak bahwa mereka hampir tertangkap. Pria itu menendang tubuh Philp kemudian dengan kasar berkata.

"Jika kau membawa orang ini, maka kau harus menemukan berbagai cara untuk tidak membuatnya sebagai hambatan."

Leondart tidak memperpanjang masalah ,dia hanya menutup paksa pintu kereta kuda.

"Maaf atas kelancangan saya, Tuan."

Philp menunduk ,kemudian kembali ke dudukan kusir di depan.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C1
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login