Download App

Chapter 2: Dijatuhkan oleh Angin

Daun Merah menjatuhkan tangannya dengan lemas. Uluran tangannya hanya mendapat sambutan dua patah kata saja: Langit dan Biru. Dan, laki-laki itu pergi begitu saja meninggalkan tanda tanya hebat dan keheranan yang luar biasa.

Dikiranya, laki-laki itu adalah malaikat penyelamat yang dikirim angin dari firdaus. Memberi pertolongan pada saat yang tepat, saat dia jatuh. Caranya membantu pun dengan ketenangan. Bukan dengan kepanikan dan pertanyaan tak berguna.

Daun Merah merasakan sikap yang menenangkan. Oh, iya, satu lagi, pandangan mata lelaki itu yang tajam namun penuh kelembutan. Suatu hal yang tidak pernah dijumpai Daun Merah.

Selama ini Daun Merah menyaksikan mata-mata lelaki bagai pemburu dan pemangsa. Seperti mata hewas buas yang siap menerkam dan memangsa dirinya. Bagai tatapan predator yang lapar kepada mangsanya.

Dikiranya lelaki itu tidak seperti mereka. Hingga Daun Merah rela mengulurkan tangan untuk mengucapkan terima kasih. Entah mengapa Daun Merah menyebut namanya. Ini di luar kendali dirinya.

Daun Merah hanya bersikap baik untuk membalas kebaikkan yang baru saja diterimanya. Suatu sikap yang normal.

Normalnya setiap uluran tangan akan mendapat balasan uluran tangan pula. Bukan seperti ini. Tangan lembut Daun Merah disambut oleh angin. Ditertawakan oleh laba-laba. Diolok-olok oleh senja.

Pada kenyataannya gadis cantik itu ditinggalkan oleh laki-laki yang dikiranya sebagai malaikat penolong.

Laki-laki itu meninggalkan kekesalan. Kesal yang hebat.

Lecet di siku tangannya mendadak terasa perih. Dan, sialnya perih itu terasa sampai ke hati Daun Merah. Serasa pedih tetapi bercampur dengan kejengkelan diabaikan dan perasaan senang karena di zaman now seperti ini masih ada orang yang memiliki kepedulian.

Daun Merah hanya bisa bingung memikirkan kejadian ini. Dia memutuskan untuk meninggalkan tempat ini.

Dia berjalan melewati bangunan-bangunan tua yang sebelumnya dilihatnya dengan penuh kekaguman. Saat ini bangunan itu sama saja seperti bangunan lainnya. Dibangun di atas tanah, ditinggali, lalu ditinggalkan.

Sampai jua di sebuah taman kecil. Di situ terdapat pohon trembesi dengan daun berwarna hijau dan rindang. Sayangnya pohon itu tak mampu meneduhkan pikiran Daun Merah. Dia terus berjalan. Mengabaikan apapun.

Dia menyeberangi sebuah jalan besar menuju cafe. Di halaman cafe itu kendaraannya diparkirkan. Dia memasuki kafe. Memesan secangkir cokelat panas. Gadis itu berharap minuman itu dapat memperbaiki mood-nya.

Senja berangsur berganti gelap. Lampu-lampu mulai dinyalakan. Malam menjelang.

Tak ada efek apapun dari cokelat panas yang diseruputnya. Mood-nya semakin memburuk. Dia pun memutuskan meninggalkan tempat ini. Daun Merah menuju kasir. Menyerahkan selembar uang kertas berwarna merah. Lalu keluar dan melajukan mobil merahnya.

Apes. Jalanan macet menghambat laju kendaraannya. Dia pun meraih knop head unit di dashboard mobilnya. Menyalakan radio dan mengencangkan volumenya. Sebuah lagu terdengar (Perih by Vierra).

Dirimu…

tak pernah menyadari

semua…

yang telah kau miliki

kau buang aku, tinggalkan diriku

kau… hancurkan aku seakan ku tak pernah ada

Aku kan bertahan

meski takkan mungkin

menerjang kisahnya

walau perih… walau perih…

salahkah…

aku terlalu cinta

berharap..

Segera saja Daun Merah meraih knop itu kembali. Mengganti frekuensi radio dan mematikan radio itu tiba-tiba. Daun Merah menyesal telah membiarkan telinganya mendengar lagu itu. Dia menyesal tapi justru mengingat satu kata di lagu itu: perih.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login