Download App

Chapter 2: Stay by My Side

Stay by My Side

Aku pikir akan lebih baik kedepannya, untukku dan untukmu-Baekhyun

"Mari kita lupakan semuanya seperti tidak ada yang pernah terjadi diantara kita."Baekhyun berucap dingin.

.

.

.

two weeks ago…

Pagi hari di musim semi yang sangat cerah.Sosok lelaki dengan seragam sekolah khas anak SMA dan ransel punggung berjalan santai.Tangannya sesekali menengadah ketika beberapa helai mahkota sakura berjatuhan diatasnya.Lalu tersenyum ketika ada satu mahkota tersangkut di jemarinya. Senyum yang sangat manis, membuat sosok lelaki jangkung dari kejauhan ikut tersenyum memperhatikan tingkah manis remaja lelaki itu. Meskipun dengan sekejap pandang, terlihat jelas kalau dua remaja itu akan menuju tempat yang berbeda dari seragam yang digunakan. Meskipun begitu dua tempat yang mereka tuju melewati jalan yang sama, hanya saja ada jalan utama yang memisahkannya.

"Baekhyun-ah!" panggil sosok dari seberang jalan ketika lelaki manis itu hampir melewatinya.

"Chanyeol?" gumamnya lalu melambai-lambaikan tangan pucatnya sembari tersenyum lebar. Sosok lelaki itu berlari menyeberang jalan mendekati pemuda manis itu. Terima kasih pada kaki jenjangnya sehingga hanya beberapa langkah saja jalanan mampu dia seberangi.Sesuatu yang selalu Baekhyun inginkan semenjak dia menyadari bahwa sahabat seperpopokannya ini telah lebih tinggi darinya.Sahabat?Ah, tentu saja itu status seminggu yang lalu sebelum berganti menjadi boyfriend.

"Kau sangat ceria sekali hari ini sayang?" lelaki jangkung tersenyum lalu mengusak lembut rambut lekam pemuda didepannya.

"Hentikan! Kau merusak tatanan rambutku!" lelaki manis itu merengut tak suka, sembari menghentikan lengan besar di kepalanya.Merapikan beberapa helaian rambutnya.

"Hey! sejak kapan lenganmu menjadi sebesar ini!" sungutnya. Tangan mungilnya memijat-mijat lengan besar Chanyeol."Ugh, dan ini sangat padat!" melepaskan tangan besar itu, lalu beralih memijat lengan kurusnya sendiri."Apa kau memakan beton Chanyeol?" mata sipitnya melirik tajam pada lelaki yang berjalan disampingnya.Lalu dibalas kekehan.

"Kau saja yang malas berolah raga sayang, jangan salahkan aku ketika kau selalu beralasan macam-macam saat aku mengajakmu olah raga." Cibir Chanyeol.

"Baiklah!Aku akan berusaha lebih keras lagi!" serunya sembari tersenyum cerah.Lalu mengangkat lengannya tinggi-tinggi menantang langit.Dengan mudahnya lengan itu diraih oleh Chanyeol. Lelaki manis itu menengok ke arah samping. Matanya membulat ketika senyuman yang mempesona itu tepat mengenai jantungnya. Hey! sejak kapan Chanyeol memiliki senyuman mempesona seperti itu? Kemana saja Baekhyun selama 13 tahun bersama Chanyeol?

Pemuda jangkung itu menarik lengan pucat Baekhyun.Membuatnya menghentikan langkah kakinya.Tolong ingatkan Baekhyun saat sampai dirumah untuk menghukum Chanyeol, menarik telinga lebarnya agar semakin lebar misalnya?

Bukan tanpa sebab, di pinggir jalan itu Chanyeol tiba-tiba saja berlutut di depannya.Menarik jemari lentiknya mendekat dan mengecupnya lembut."Aku mencintaimu apa adanya dirimu, tak perlu menjadi sempurna karena aku yang akan membuat hidupmu sempurna."Mendengar pengakuan itu, sontak jantung Baekhyun melompat beberapa meter tingginya.Telinganya menuli beberapa sekon.Bahkan sepertinya dia lupa untuk bernafas untuk sesaat.

"Be-berdiri Chanyeol-ah."Ujar Baekhyun tergagap.Pipinya menghangat.Rona merah itu menjalar dari pipi ketelinganya.Lengan kurusnya mencoba menarik tangan besar Chanyeol.

"Ja- jangan lakukan itu ditempat umum!" sungutnya lalu berjalan meninggalkan Chanyeol yang menatap punggung sempit itu menjauh.Satu sudut bibirnya terangkat mengingat ekspresi menggemaskan pacar mungilnya itu.

Baekhyun melangkahkan kaki pendeknya riang, tersenyum tipis sembari menggumamkan nada-nada indah.Hatinya tak pernah sebahagia hari ini. Ah, mungkin pernah, saat Chanyeol mengecup bibir tipisnya pertama kali dan mengungkapkan perasaannya. Saat dia tak perlu merasa was-was jika cintanya bertepuk sebelah tangan.

Stay by My Side

Flashback

."Baekhyun-ah, bisakah kau menjauhi Chanyeol? Kau tahu, kau ini seperti parasite bagi Chanyeol, bagaimana dia bisa menikmati kehidupan cintanya jika kau terus menempel padanya! Dasar egois! Apa kau tak punya kegiatan lain selain membuntutinya!"

"Baekhyun-ah, tolong berikan surat ini pada Chanyeol."

"Baekhyun-ah, Bisakah kau memberiku nomor telefon Chanyeol?".

Kata-kata itu terus berputar di kepala Baekhyun. Bukan sepenuhnya salah pemuda manis itu jika Chanyeol masih single sampai saat ini meskipun tidak sedikit gadis-gadis manis mengantri untuknya.Chanyeol telah mematenkan kepemilikan hatinya pada Baekhyun semenjak 13 tahun yang lalu.Baekhyun kecil sangat pemberani dan sangat pintar bergaul, berbanding terbalik dengan Chanyeol yang pendiam dan pemalu.Teman-temannya sering mengejek Chanyeol karena telinganya yang besar. Tapi tidak untuk Baekhyun, dia membela Chanyeol, karena dialah Chanyeol yang pemurung dan pendiam mampu menemukan kepercayaan dirinya dan bergaul bersama dengan yang lain. Baginya Baekhyun adalah sinar kehidupannya.Baginya Baekhyun adalah sumber kebahagiaannya. Apapun yang membuat Baekhyun bahagia, dia akan melakukannya, dan sebaliknya apapun yang membuat Baekhyun menderita dia tak segan-segan untuk melawannya.

"Baekhyun, kenapa kau tak pernah mengangkat telefonku?Kau bahkan mengacuhkanku seminggu ini.Berangkat sekolah tanpa menungguku, bahkan kau pulang tanpa memberitahuku.Apa aku berbuat salah padamu?" ujar Chanyeol frustasi menatap pemuda kecil didepannya.Terima kasih pada beberapa temannya yang mengetahui lokasi Baekhyun.Pasalnya, Baekhyun selalu menghindar dari Chanyeol.Tak sepucuk hidungpun dia temui di sekolah selama seminggu ini.

"Sebaiknya kita berhenti berteman Chanyeol-ah."Lirih pemuda manis itu sembari menunduk menyembunyikan ekspresi wajahnya.

Baekhyun terluka, meski kata itu meluncur dari mulutnya sendiri.Alisnya bertaut, air mata menggenang dimatanya.Bagaimana bisa dia mengucapkan hal seperti itu padanya.Entah sejak kapan benih-benih cinta itu tumbuh di hati Baekhyun.Sehingga dia tak menyadari bahwasanya cinta itu telah tumbuh terlalu besar di hatinya. Sejujurnya dia tak rela jika Chanyeol memiliki kekasih, apalagi seorang gadis manis yang selalu memuja-mujanya. Sejak kapan seorang Chanyeol mengubah orientasi seksual seorang Baekhyun, sehingga menjadi terombang ambing dan membuat dunia kecilnya jungkir balik.Baekhyun bertanya-tanya, apakah hanya dia saja yang merasakan perasaan ini?Apakah hanya dia yang mencintai Chanyeol seperti seorang kekasih?Chanyeol sangat popular dengan wanita.Lagipula dia selalu bercerita tentang beberapa idol favoritnya.

'Chanyeol itu normal, sedangkan aku berbeda,' Baekhyun tersenyum kecut seraya air mata itu menetes dipipi tirusnya.

Baekhyun hendak melangkah menjauh, tiba-tiba lengan kokoh itu menariknya."Katakan padaku- apa alasanmu," rahangnya mengeras, jemarinya mengerat di lengan kurus itu.

"Aku bosan denganmu Chanyeol."Gumamnya datar.Baekhyun total berdusta.

"Bohong!!! Aku mendengarnya! Gadis-gadis itu yang memojokkanmu kan! menyuruhmu menjauhiku!" ujar Chanyeol dengan nada tinggi. Sontak membuat nafas Baekhyun tercekat.Geming di tempat, genggaman di tangannya melemas.Lalu membalikkan tubuhnya menghadap kearah pemuda jangkung itu.

"Lalu kenapa jika aku Bohong! Aku melakukannya karena aku ingin! Karena aku ada disisimu kau mengabaikan gadis-gadis yang mengirimkan surat cinta padamu! Karena ada aku disisimu kau tak menikmati kehidupan cintamu! Karena ada aku disisimu kau-"

Chup

Benda kenyal itu mendarat tepat dibibir tipis Baekhyun.Membungkam cerocosan Baekhyun.Mata sipit itu membulat seketika.Lalu mendorong pemuda jangkung itu menjauh.

"Kau!Apa yang kau lakukan!"mata sipit itu memandang sosok didepannya tajam. Seakan menuli pemuda jangkung itu menarik lengan pucat itu, membuat si empu tersentak dan menempel pada tubuh besarnya.Dia tidak mengira, kalau tubuh Chanyeol benar-benar sangat besar dan hangat. Baekhyun berusaha memberontak, tapi sia-sia.Tenaga Chanyeol berkali lipat lebih kuat dari tubuh ringkihnya.

"Jangan-."Gumamnya. "Jangan pernah menjauhiku, jangan pernah meninggalkanku,dan jangan bosan padaku.Aku merasa kosong jika kau tak disisiku."Lirih Chanyeol sedikit terisak.Merengkuh erat tubuh yang lebih kecil darinya.Mendengar ungakapan itu, air mata Baekhyun meleleh.Lalu lengan kurus itu membalas rengkuhan Chanyeol.

"Aku menyukaimu Baekhyun-ah, jadilah pacarku, okey?" lengan kokoh itu menarik tubuh Baekhyun menjauh, menatap mata berkaca-kaca itu.

"Pikirkan kembali Chanyeol-ah, kau hanya bingung.Kau tak berusaha untuk berhubungan dengan gadis-gadis manis itu."lembut Baekhyun."Aku berjanji, apapun pilihanmu, aku tidak akan meninggalkanmu."Lelaki bertelinga lebar itu menggelengkan kepalanya. "Aku hanya menginginkanmu Baekhyun, tidak yang lain."

.

Stay by My Side

A week ago before the H day

Baekhyun sedang asyik dengan komputernya ketika tiba-tiba dia merasa kepalanya sedikit pening. Ah, lagi-lagi hal ini terjadi. Baekhyun membenarkan letak kaca matanya. Memijat pelan keningnya yang berdenyut.

'aku merasa lelah, ah, sepertinya gula darahku turun lagi.' Batin Baekhyun. Baekhyun sedikit terlonjak ketika Chanyeol dengan tiba-tiba membuka ruang kamarnya.

"Baekhyun-ah, pasti sekarang kau sedang kekurangan gula darah kan? Aku membawa sesuatu untukmu!" Chanyeol menenteng kardus putih ditangan kanannya. Ah, seperti biasa, Chanyeol sangat mengerti tentang Baekhyun. Membuat dada Baekhyun selalu menghangat dengan semua perhatian Chanyeol yang kadang sangat sederhana namun menyentuh.

"Bagaimana kau tahu?" ujar Baekhyun seraya memasukkan satu sendok Strawberry shortcake ke mulut mungilnya.

"Hm?" Chanyeol bergumam, menatap Baekhyun. Sungguh pacar manisnya ini sangat menggemaskan. Bagaimana bisa sudah setua ini masih saja makan belepotan. Tangan besar Chanyeol terulur, meraih sudut bibir tipis Baekhyun. Mengusap sedikit krim yang tertinggal disana dengan ibu jarinya,

"Karena kau mudah sekali dibaca." Ujar Chanyeol sembari menjilati krim di ibu jari.

"Strawberry short cake adalah favoritmu, kau juga suka sesuatu yang simpel seperti custard pudding, dan akan terasa kurang jika kau melewatkan sweet opera cake yang bittersweet." Jelas Chanyeol.

"Itu tertulis jelas di wajahmu." Baekhyun tersipu, entah mungkin karena Chanyeol yang sangat peka dan memahami dirinya.

"Hanya kau yang bisa membacanya Chanyeol." Baekhyun bergumam lirih, terlihat malu-malu.

"Hahaha, kau mungkin benar." Kekeh Chanyeol. Baekhyun masih tersipu dengan segala perhatian kecil dan sederhana Chanyeol. Semua yang menyangkut dirinya, Chanyeol langsung paham. Itu membuat hatinya menghangat.

'Ah, mungkinkah ini rasanya dicintai.' Batin Baekhyun.

"Aku punya sesuatu untukmu." Pemuda itu mengeluarkan kotak kecil berwarna biru tua dari saku mantelnya. Membuka kotak itu perlahan, dan nampak sepasang cincin silver didalamnya.

"I-ini? untukku?" tanya Baekhyun gugup.

"Tentu saja, aku mendapatkan gaji part-time ku di kedai cake, dan aku ingin memiliki suatu barang berpasangan yang sangat berarti bagi kita berdua."Pemuda itu tersenyum dan meraih jemari lentik sosok didepannya. Menyematkan satu cincin silver itu di jari tengahnya.

"Sangat pas dan indah di jari lentikmu Baekhyun-ah."Baekhyun tidak bisa menyembunyikan rona kemerahan itu, senyum mengembang di bibir tipisnya.Lalu jemari lentiknya meraih tangan besar Chanyeol, menyematkan cincin di jari tengahnya.

"Terima kasih Chanyeol-ah, ini sangat indah, dan aku akan menjaganya."

Baekhyun mengusap bibirnya dengan tissu setelah suapan terakhir strawberry short cake masuk ke mulutnya. Lalu melemparkannya ke tong sampah tanpa beranjak dari tempatnya duduk.

"Ah, tidak masuk huh." Gumamnya lalu menyecap coklat hangat.

"Jangan hanya berkata 'tidak masuk huh'." Chanyeol mendelik tajam ke arah Baekhyun. Membuat Baekhyun menciut. Sadar kalau Chanyeol akan mulai menceramahinya, Baekhyun segera berlari memungut tissu itu kembali ke tong sampah.

"Sudah aku bilang kan, segera ambil jika tidak masuk! Jangan hanya membiarkannya begitu saja! Aku tidak akan membiarkan kau berkata kalau kau lupa untuk memungutnya. Ingat terakhir kali saat aku tidak datang kesini tiga hari, dan tidak ada sepetak lantaipun yang dapat terlihat karena sampah!" Chanyeol itu calon koki. Dan kebersihan adalah hal yang sangat di junjung dalam industri yang ia geluti. Melihat betapa joroknya pacarnya membuat Chanyeol naik pitam. Bagaimana bisa Baekhyun bisa bertahan diruang yang penuh sampah. Selain itu, tentu saja Chanyeol khawatir dengan kesehatan lingkungan tempat pacarnya itu. Sehingga pasti jika Chanyel berkunjung, ia akan menyempatkan untuk beberes atau membersihkan tempat tinggal pacar manisnya.

"Ma-maaf kan aku!" pekik Baekhyun sembari memasukkan tissu. 'ah, apakah dia marah?' batin Baekhyun ketika menatap Chanyeol menjauh dan duduk disofa depan televisi.

"Hey! Kemari!" Chanyeol melambaikan tangannya, menyuruh Baekhyun mendekat.

Baekhyun duduk disamping Chanyeol. Lalu menatap benda kotak dari kayu diatas meja. Membukanya perlahan. Dan alangkah terkejutnya Baekhyun mendapati sepasang cangkir dengan aksen tulang daun menyirip berwarna hijau.

"ini..." gumamnya. Memungut satu cangkir dan memperhatikannya.

"Ya! Itu adalah benda yang sangat kau inginkan kemarin lusa." Terang Chanyeol. Lagi, Chanyeol itu selalu bersikap seperti ini. Selalu peka dan memahami Baekhyun. Selalu ingin membuat pria manisnya itu tersenyum dan merasa dicintai.

"Bukankah kau tidak setuju jika kita membelinya? kau berkata motifnya sangat jelek."

"Ya, memang sih aku tidak suka. Tapi kau suka kan? Apapun yang kau sukai aku akan menyukainya! Dan ini akan menjadi cangkir pasangan kita!" seru Chanyeol dengan senyum lebarnya. Ah, bagaimana bisa Chanyeol selalu membuat Baekhyun jatuh cinta berkali-kali. Perhatiannya, senyumannya, kata-katanya. Membuat hati Baekhyun selalu menghangat dan tanpa sadar air matanya meleleh.

"Kau selalu saja menangisi hal-hal sepele." Cibir Chanyeol. "Awasloh nanti kalau tua nanti air matamu akan habis." Chanyeol mengusap lembut lelehan air mata di pipi Baekhyun.

"Ah, benar-benar pacarku ini!" Chanyeol menarik tenguk Baekhyun. Membuat keduanya limbung dan jatuh diatas sofa. Chanyeol menarik wajah pemuda yang tengkurap diatasnya mendekat. Menatap lekat-lekat pacar manis yang dicintainya. Menangkup pipi tirus yang basah lelehan air mata.

"Tidakkah kau ingin mengatakan sesuatu sebelum menangis?" Chanyeol berbisik, lalu tersenyum manis. Membuat Baekhyun tertegun sesaat. Lalu tanpa sadar air mata yang masih tertahan dipelupuk matanya terjatuh.

"Terima kasih, aku akan menjaga benda-benda itu." Lirih Baekhyun dengan sedikit isakan haru. Jemari Chanyeol dengan lembut mengusap sisa-sisa lelehan di ujung mata Baekhyun.

"I love you Baekhyun." Bisik Chanyeol seraya mendekap tubuh yang lebih mungil.

"Aku juga." Pemuda manis itu menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher prianya. Merasakan hangatnya tubuh besar yang mendekapnya penuh damba.

Selera kita selalu saja bertentangan.

Dia memang agak tegas untuk beberapa hal.

Tapi itu semua tak lebih dari ujung jari kuku.

Dengan tak disangka dia tahu untuk berlaku lembut.

Berada disampingmu.

Aku merasa hangat.

.

.

.

Cicitan burung dipagi hari dan sinar mentari menyusup melalui celah korden jendela. Mengganggu tidur nyenyak pria mungil yang tengah bergelung manja didekapan sang kekasih. Jemari lentiknya mengusap-usap lembut kedua matanya. Lalu mendongak menatap wajah damai sang kekasih setelah kedua mata sipit itu sepenuhnya terbuka. Mengulas senyum tipisnya memandangi wajah rupawan yang tengah merengkuhnya dengan lembut. Pandangannya turun pada bibir tebal yang kemerahan. Dikecupnya bibir tebal dan mempesona milik sang kekasih.

'hanya kecupan,' batin Baekhyun.

Chup~

'satu kali lagi,'

Chup~

Kedua kalinya Baekhyun menempelkan benda kenyal itu sedikit lebih lama.

'Aku berjanji ini yang terakhir,' Baekhyun mengecup bibir tebal itu, lalu sedikit menjilatnya dan mengulum lembut.

Pria manis itu terkesiap ketika tangan besar yang melingkar dipinggangnya mengerat. Membuat Baekhyun total melupakan sesi kecupan basah. Menatap wajah Chanyeol yang tiba-tiba tersenyum. Lalu perlahan pria bertubuh jangkung itu membuka matanya.

"Kau curang," bisiknya dengan suara khas bangun tidur. Baekhyun membulatkan mata sipitnya. Pipi tirusnya bersemu merah.

"Menyerang ketika lawanmu tak berdaya huh?" lengan kokoh itu kembali mengerat.

"Umm, uhh—itu... A-aku hanya mencoba membangunkanmu." Gumam Baekhyun gugup lalu menundukkan matanya malu.

"Tch, kalau kau ingin membangunkanku, cobalah untuk menciumku lebih dalam lagi. Kecupan singkat seperti itu mana bisa membangunkanku." Chanyeol menarik satu sudut bibirnya naik. Menyeringai jenaka.

"Baiklah, lain kali aku akan melakukannya." Gumam Baekhyun lirih. Terlihat sekali kalau pria manis itu malu. Lalu tangan besar sang kekasih merengkuh tenguk pria yang masih bertumpu didadanya. Mendekatkan pucuk kepalanya, lalu mengecupnya lembut. Pria manis itu hanya mampu tersenyum dan tenggelam pada dada bidang sang kekasih yang total tanpa sehelai benang diatasnya. Membuatnya mendengar alunan degup jantung yang bertalu, seperti degup jantungnya saat ini. Saling bersaut-sautan dengan irama yang indah.

Ketika dua sejoli itu hampir terlelap lagi, Tiba-tiba dering telefon Chanyeol berbunyi. Lelaki jangkung itu bangkit dari tidurnya, meraih telepon diatas nakas.

"Ya? Apa? Benarkah? Baiklah aku akan kesana."Chanyeol mematikan sambungan telefonnya, lalu tersenyum lebar.

"Baekhyun-ah, Kakakku melahirkan putra pertamanya dengan selamat!" serunya."Sekarang aku menjadi seorang paman!" Chanyeol melompat kegirangan. Lalu memeluk Baekhyun yang sudah dalam posisi duduk disampingnya.

"Benarkah? Menakjubkan." Baekhyun berujar setengah hati. Entah perasaan apa yang dirasakannya, hanya saja ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

"Iya! Katanya Noona melahirkan bayi lelaki yang sehat! Aku akan melihatnya sekarang!" Chanyeol langsung menyambar pakaian dan jaketnya yang tergantung dibalik pintu kamar. Meninggalkan Baekhyun yang mematung menatap punggung lebar itu hilang ditelan pintu.

'Anak kecil.' Kata itu terus terngiang-ngiang dipikirannya.

.

.

.

Chanyeol kembali ke rumah Baekhyun setelah kunjungan singkat di rumah kakaknya. Dengan setelan kaus dilapisi hodie dan celana sepanjang lutut, dilengkapi tas pinggang kecil dia berdiri didepan pintu rumah Baekhyun. Sebelumnya Chanyeol telah meminta Baekhyun untuk menemaninya membeli kado kelahiran putra kakaknya. Baekhyun tentu saja dengan senang hati akan menemani sang kekasih.

"Maaf menunggu lama." Ujar Baekhyun seraya keluar dari pintu rumahnya. Dibalas senyum dan anggukan oleh Chanyeol.

Tak dapat dipungkiri raut bahagia terukir dari wajah tampan Chanyeol.Baekhyun tak pernah melihat Chanyeol sangat riang dan bersemangat ketika jalan bersama di mall. Meskipun Chanyeol selalu menunjukkan sikap senang hati ketika mengantar Baekhyun ke mall hanya untuk berburu cake.

"Lihatlah ini sayang? Bukankah ini terlihat lucu?" ujar Chanyeol dengan raut muka ceria. Baekhyun hanya membalasnya dengan gumaman dan senyuman manis.

"Sepatu kecil ini sangat imut, aku yakin pasti cocok untuknya," lanjut Chanyeol.Baekhyun bisa melihat dengan jelas ekspresi Chanyeol yang bahagia.Raut muka Chanyeol mengingatkan Baekhyun pada raut muka seorang ayah yang sangat menantikan kelahiran anaknya. Chanyeol benar-benar akan menjadi seorang ayah yang sangat hangat dan menyayangi keluarganya, pikir Baekhyun.

Seorang anak berumur 5 tahunan tiba-tiba menabrak Chanyeol dari belakang. Membuatnya jatuh terpental."Hey jagoan!Kau baik-baik saja?" membantu bocah tersebut berdiri, lalu tersenyum hangat, menyodorkan permen lolipop di sakunya.Lolipop yang sengaja dia simpan untuk Baekhyun. "Telimakacih angkwel." Ucap bocah itu lalu kembali berlari menuju ibunya.

Lagi, Baekhyun melihat sifat kebapakan Chanyeol. Chanyeol akan terlihat sempurna dengan keluarga kecilnya. Dia akan menjadi seorang kepala keluarga yang sempurna, menjadi seorang suami yang mencintai istrinya, menjadi seorang ayah yang menyayangi anaknya. Bayangan Chanyeol dengan keluarga kecil bahagianya membuat hati Baekhyun sesak.Chanyeol bisa memiliki kehidupan yang sempurna jika dia menghilang, jika tidak terikat dengan Baekhyun, jika Chanyeol menghabiskan waktunya tidak untuk Baekhyun.Baekhyun mulai menyalahkan dirinya sendiri.Merutuki perasaan cintanya yang terlarang.

'Aku, aku akan mencoba melepasmu Chanyeol, kau berhak mendapatkan kehidupan sempurnamu.' Batinnya. Tangan mungilnya meremas erat jantungnya yang sesak.

"Baekhun-ah, kau tak apa?" tanya Chanyeol khawatir sembari menyodorkan coklat hangat pada pria manis yang tengah duduk manis didepan televisi. Bukan tanpa sebab lelaki jangkung itu begitu khawatir pada kekasihnya. Semenjak hari dimana Chanyeol mengajak Baekhyun ke mall, pria manisnya itu selalu terlihat murung.

"Tak apa." Ucap Baekhyun dengan senyuman hambarnya. Mengambil secangkir coklat dari tangan besar Chanyeol.

"Hey! Bagaimana kalau kita pergi berlibur sesekali?" Usul Chanyeol seraya menghempaskan diri disamping Baekhyun.

"Liburan?" Baekhyun menoleh.

"Saat cuaca lebih dingin mengunjungi pemandian air panas kurasa akan menyenangkan. Oh, itu jika kau tidak ada tugas apapun."

"Ya." Lirih Baekhyun, memalingkan mukanya ke depan. Dari samping Chanyeol dapat melihat senyuman tipis Baekhyun.

Dengan perlahan, lengan besar Chanyeol merambat melingkari bahu sempit Baekhyun. Tangan kirinya meraih cangkir yang tengah digenggam Baekhyun. Lalu mendekatkan wajahnya, menuju milik pria manis yang tengah tertegun menatap wajah tampan yang kian mendekat. Belum sampai bibir tebal itu menyentuh benda kenyal tipis merekah milik Baekhyun, jemari Baekhyun membekap mulut Chanyeol. Membuat lelaki jangkung itu terkejut. Tak menyangka jika dirinya ditolak.

"Baekhyun?" gumam Chanyeol tidak jelas karena jemari Baekhyun masih disana.

"Um... Maaf, tapi hari ini sedikit..." lirih Baekhyun, dengan nada menyesal. Lalu menurunkan jemarinya yang digenggam tangan besar Chanyeol.

"Bukankah terakhir kali kau juga berkata seperti itu?" Chanyeol berkata dengan kesal. Mengerutkan keningnya tak suka.

"Apakah aku melakukan kesalahan?" tanya Chanyeol sedikit khawatir.

"...." Baekhyun terdiam sejenak. "Tidak." Menepis lengan besar Chanyeol yang tengah menggenggam jemarinya dan beranjak pergi. Membuat berjuta pertanyaan muncul dalam benak Chanyeol.

'Kamu tidak salah Chanyeol-ah.' Batin Baekhyun dengan tatapan sendu

Stay by My Side

The H day

Beberapa hari ini Baekhyun masih tetap bersikap dingin dan cuek terhadap Chanyeol. Tentu saja itu membuat Chanyeol gelisah dan muncul berbagai prasangka negatif lainnya. Apalagi Baekhyun tak pernah berbicara tentang masalah apapun. Baekhyun selalu saja menghindar untuk menjawab ataupun bertemu dengan Chanyeol. Seperti saat ini. Ketika Baekhyun sedang sibuk didepan layar monitornya, tiba-tiba sebuah pesan masuk dari Chanyeol.

Bolehkah aku datang menemuimu?

Maaf, aku sedang keluar

Baekhyun melirik cincin silver yang tersemat di jari tengahnya. Lalu tersenyum sendu. Kepalanya mendadak pening. Pria itu beranjak dari tempat duduknya didepan monitor. Mengambil sweater hangat yang tergantung dibalik pintu rumahnya. Udara pada malam hari setelah musim gugur berlalu sungguh sangat dingin, meskipun salju pertama belum turun. Baekhyun membuka pintu rumahnya. Ketika hendak menuruni tangga, ia mematung. Tertegun melihat seseorang yang tak ia sangka. Pria jangkung dengan hoodie dan celana jins sedang berdiri bersandar didinding rumahnya. Seolah sedang menanti penghuninya keluar. Baekhyun tertegun menatap ke bawah. Pria itu menoleh ke atas ketika melihat seseorang keluar dari pintu.

"Bukankah kau sedang keluar?" tanya Chanyeol dengan penuh selidik. "Baekhyun-ah, jika kau hendak berbohong. Setidaknya matikan lampu rumahmu. Jadi kau tidak akan ketahuan." Sambung Chanyeol. Baekhyun belum menanggapi apapun. Lidahnya terlalu kelu untuk mengeluarkan sepatah katapun. "Atau, apakah ada orang lain didalam sana yang kau tak ingin aku tahu?" kali ini Chanyeol mengalihkan pandangannya alisnya bertaut. Terlihat sekali bahwa ekspresi wajahnya terlihat sangat kecewa dan sakit. Perlahan Chanyeol melangkahkan kaki jenjangnya, menaiki anak tangga menuju Baekhun.

Baekhyun tentu saja menyangkal semua tuduhan Chanyeol. Karena memang pada kenyataannya ia tak pernah berselingkuh ataupun curang pada Chanyeol. "Kau salah." Sergah Baekhyun.

"Lalu... Mengapa kau menghindari aku!?" kali ini Chanyeol tidak mampu menahan sakitnya, tanpa sadar dia berseru pada Baekhyun membuat pria manis itu terkesiap dan melangkah mundur selangkah. "Apakah aku melakukan sesuatu yang membuatmu membenciku...!?" Suara Chanyeol sedikit melemah namun masih terdengar geraman diakhir. Matanya menatap tajam dengan kening berkerut pada Baekhyun. Membuat Baekhyun merasakan ada suatu benda yang tertancap ditenggorokannya. Tercekat dan sesak. Tanpa sadar air mata Baekhyun mengalir dari sudut matanya.

'Kau tidak melakukan kesalahan Chanyeol-ah.'

"Dapatkah kau meninggalkanku sendiri? Kau yang seperti inilah yang membuatku tak suka." Ujar Baekhyun dengan suara terisak. Mengusap lelehan air matanya.

"Mari kita lupakan semuanya seperti tidak ada yang pernah terjadi diantara kita."Baekhyun berucap dingin. Menatap Chanyeol dengan sorotan mata datarnya.

'Aku hanya takut menghancurkan masa depan sempurnamu Chanyeol'

"A-apa maksudmu Baekhyun-ah?"Chanyeol total blank. Menatap Baekhyun dari beberapa tangga dibawah Baekhyun.

"Aku bilang, aku ingin mengakhiri hubungan ini Chanyeol," ujar Baekhyun dengan nada lemah.

"Berikan alasan yang tepat!"Chanyeol bersikeras.

"Aku sudah tidak mencintaimu!Aku rasa perasaanku padamu hanya khilaf sesaatku!" seru Baekhyun.Chanyeol tertegun sesaat, dadanya terasa sakit.Baekhyun hendak melangkah pergi, lalu tanpa dia sadari, tangannya menampik tangan Chanyeol yang hendak meraihnya.Membuat Chanyeol kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke bawah.Kepalanya terantuk cukup keras.Membuatnya kehilangan kesadaran.

.

.

.

Iris kelam Chanyeol terbuka, ketika cahaya matahari mengusik melalui celah sempit jendela dengan tirai serba putih. Mengerjap sesaat, menatap langit-langit putih diatasnya.Perlahan remaja itu berusaha bangkit, memposisikan punggungnya tegak.Otak cerdas Chanyeol masih bekerja dengan normal meskipun ada benda putih yang terlilit di kepalanya. Tanpa berpikir dua kalipun dia sadar kalau dirinya berada di tempat dimana orang-orang berjas putih dengan stetoskop berkeliaran..

"Rumah sakit?" gumamnya, meskipun dia sadar dirinya terluka dan berada di rumah sakit wajahnya melukiskan kebingungan. Ketika otak Chanyeol berusaha memproses apa yang membuatnya mengunjungi bahkan menginap di tempat yang dominan warna putih ini tiba-tiba ada sosok remaja manis yang menyingkap korden pembatas ranjang.

"Chanyeol?" lirihnya.Sang remaja nampaknya tidak mengenal sosok dihadapanya.Ketika Chanyeol masih tertegun, tiba-tiba remaja itu menghambur memeluk erat Chanyeol.Chanyeol bisa mendengar dengan jelas, kalau lelaki itu terisak lirih sambil menggumamkan kalimat syukur.Chanyeol sedikit terkesiap, namun membiarkan saja sosok yang asing baginya itu memeluknya.

"Chanyeol!?" sapa sosok perempuan cantik dengan rambut sebahu. Disampingnya ada sosok lelaki paruh baya.

"Bos dan noona…" gumamnya, seraya terlepas dari pelukan erat sang remaja manis.

"Syukurlah kau sudah bangun! Bagaimana perasaanmu?" tanya perempuan itu khawatir.

"Aku…" ucapnya menggantung, dia sendiri bahkan tak paham apa yang telah menimpanya.

"Kau terjatuh dari tangga.Apa kau masih merasakan sakit?"

"Tidak."

"well, menjadi kuat adalah satu-satunya yang kau punya." Celetuk lelaki paruh baya sambil tersenyum setengah bercanda.

"Baekhyun-ah?" sapa perempuan itu, memastikan kalau lelaki manis disampingnya ini baik-baik saja. Pasalnya sedari tadi, dia menutup wajahnya yang basah oleh air mata.

"Maafkan aku atas sikapku yang tak enak dilihat." Lirihnya.

"Tak apa Baekhyun-ah."Menepuk-nepuk punggung sempit itu lembut sembari mengulas senyum hangat.Adegan dua orang itu diam-diam diperhatikan oleh Chanyeol. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya,

"Sekarang, kita akan pergi memanggil dokter."Kata perempuan itu.Belum saja langkah kaki perempuan itu melewati garis pintu ketika Chanyeol menanyakan sesuatu padanya. Membuat ia menghentikan langkahnya dan terpaksa menoleh.

"Hey, noona."

"Hm?"

"Siapa dia?" seraya menunjuk pada sosok remaja manis dengan surai kelam.Sosok disampingnya tertegun, mata sipitnya melebar.Hampir tak mempercayai kata yang didengarnya.Tentu saja Baekhyun merasa sedikit syok.Mungkin saja banyak.Hatinya hancur, ketika menyadari kalau Chanyeol melupakannya.Terlebih lagi, Baekhyun berpikir kalau dirinyalah penyebab Chanyeol terluka.

<3

"Hmm, apa yang bisa kita lakukan…" gumamnya. Menatap bahan-bahan makanan yang tertata rapi diatas pantry.Satu lengannya bertengger di dagu. Gestur berpikir keras, bagaimana menggabungkan bahan-bahan sederhana dihadapannya menjadi suatu yang berkelas, nikmat dan manis.

Manis? Apa yang terlintas dibenak kalian ketika mendengar satu kata itu. Gambaran dari sensasi suatu benda yang menyentuh papilla bagian depan lidah yang disalurkan ke otak melalui syaraf-syaraf yang tersebar di bagian daging tak bertulang. Tempat dimana digambarkan suatu kata yang terucap bak anak panah yang tak bisa ditarik lagi.Sehingga kau harus berpikir dua kali jika suatu anak panah itu meluncur dari yang katanya lebih tajam daripada pedang.

Jika kalian menyebutkan itu sesuatu yang berhubungan dengan kue atau cake.Maka nilai sempurna untuk kalian.Chanyeol dengan setelan baju warna putih khas koki restoran terkenal dengan topi hitam membungkus surai blondenya sedang sibuk mencampur berbagai jenis bahan untuk membuat kue. Diabsennya satu-satu melalui bayangan yang ditangkap oleh lensa matanya.

"Ada kacang mete, Pir, Oh?! Aku rasa aku tidak boleh melupakan apel." Gumamnya.Kepalanya menoleh ke arah pintu masuk, ketika mendapati suara 'klack'. Sosok lelaki manis dengan hoodie abu-abu melangkahkan kakinya masuk.

"Kau.Lelaki yang waktu itu!" seru Chanyeol dari balik meja display.Baekhyun sedikit terlonjak.

"Ummm… Baekhyun! Benar! Baekhyun kan?!" Chanyeol melangkah keluar, mendekati Baekhyun.

"Aku dengar kau yang pertama kali menelepon ambulan? Terima kasih!" serunya dengan ekspresi ceria. Benar-benar khas Chanyeol.

"Bukan apa-apa." Lirih Baekhyun, menundukkan kepalanya lemah.

"Ah… Maaf… aku menjadi sok kenal." Tukas Chanyeol ketika menatap ekspresi dingin Baekhyun.

"Ah, tidak.Bukan karena itu, jangan khawatirkan itu, tetaplah bersikap apa adanya dirimu."Baekhyun terlihat gugup.

"Oh benar!! Ucapan terima kasih! Aku ingin menunjukkan rasa terima kasihku! Jika kau menginginkan sesuatu untuk dimakan. Aku punya percaya diri yang besar didalam sini semua." Ujar Chanyeol sembari tersenyum lebar, menunjukkan berbagai macam kue dan cake yang terpajang di meja display.

"Baiklah, mungkin sesuatu yang manis." Baekhyun berucap sebelum meninggalkan Chanyeol menuju meja kecil di sudut ruangan.

"Bukankah, hampir semua disini manis." Gumam Chanyeol menatap punggung sempit itu yang kian menjauh.

<3

"Opera cake, custard pudding dan strawberry shortcake. Bagaimana menurutmu? Ini semua adalah rekomendasiku." Chanyeol meletakkan satu piring cukup besar dengan tiga jenis makanan manis diatasnya. Memang terlihat sederhana dan kecil. Tapi mereka terlihat sangat lezat. Baekhyun sejenak tertegun menatap hidangan dihadapannya. Membuat Chanyeol mengira kalau Baekhyun tak menyukainya.

"Ah, itu semua memang terlihat klasik. Tapi jangan berpikir kalau aku memilihnya sembarangan, aku benar-benar memikirkannya. Baekhyun-ah?" Chanyeol awalnya terlihat panik. Takut jika rasa terima kasihnya dikira tidak tulus dengan menghidangkan hal yang sederhana. Namun rasa itu lenyap ketika dia melihat dengan jelas senyuman tipis dan singkat ketika sesendok strawberry shortcake memasuki mulutnya.

"Ya, aku tahu." Gumam Baekhyun. Pandangan matanya menunduk sendu, enggan menatap mata sosok dihadapannya. Ekspresi sendunya meninggalkan kesan yang mendalam bagi Chanyeol.

'Lelaki itu, dia tidak pernah datang lagi sejak saat itu' batin Chanyeol. Senyuman kecil Baekhyun yang sarat akan luka itu masih membekas di ingatan Chanyeol. Chanyeol itu peka. Dan hatinya sangat lembut. Melihat ekspresi Baekhyun terakhir kali, membuatnya penasaran. Apa yang membuat lelaki manis itu terlihat sedih dan terluka. Dia terus berpikir mungkin saja lelaki itu tak menyukai cake buatannya.

Memikirkan hal seperti ini membuatnya terlihat konyol. Pemuda jangkung itu berusaha menepis semua perasaan negatif yang mengganggunya. "Ah, itu bukan apa-apa!!" serunya sambil melangkahkan kaki panjangnya keluar. Mungkin joging sebentar akan membuat pikirannya sedikit lebih jernih, pikirnya.

Napas Chanyeol terengah-engah ketika menapakkan kakinya memasuki minimarket. Peluh membasahi tubuh dan wajahnya. Jelas sekali bahwa tenaga pemuda itu telah terkuras.

"Baekhyun-ah!!" sapa Chanyeol setengah teriak, ketika dia yakin betul lelaki dengan surai kelam didepannya adalah lelaki yang sama dengan beberapa waktu lalu. Teriakan Chanyeol membuat Baekhyun terlonjak kaget.

"Kebetulan sekali! Apakah rumahmu dekat sini?" tanya Chanyeol.

"Ah, ya. Dan kamu Chanyeol?"

"Aku tadi joging sebentar, lalu mampir kesini." Jujur Chanyeol. Mata lebarnya meilik ke arah keranjang belanja Baekhyun. Lalu menariknya paksa dari genggaman Baekhyun. Chanyeol sedikit ragu untuk menanyakannya. Tapi dia sungguh penasaran. Sehingga kalimat tanya itu tidak sengaja meluncur dari lidahnya. "A-apakah cake buatanku tidak enak?" tanya Chanyeol ragu. Baekhyun tertegun sesaat melihat ekspresi Chanyeol yang terganggu. Lalu terkikih pelan, menurutnya ekspresi Chanyeol yang sekarang ini sungguh menggemaskan.

"Haha, tidak. Mereka sangat enak." Baekhyun tersenyum lebar. Chanyeol bersumpah, bahwa baru kali ini dia melihat Baekhyun tersenyum manis seperti ini. Matanya melebar tertegun sesaat hanya untuk membingkai memori senyum itu di otaknya.

"Benarkan?! Aku tahu itu!" Chanyeol tersenyum sumringah. Lalu menyambar lengan pucat Baekhyun dan menyeretnya keluar.

"Ayo ikut aku, aku akan membuatkanmu sesuatu yang enak!" dengan kaki pendeknya, dan lengan yang digandeng mau tidak mau Baekhyun berusaha untuk mengimbangi langkah lebar Chanyeol. Mata sipitnya menatap Chanyeol dari belakang dengan sorot mendamba.

"um, apakah ini tidak masalah melakukan ini tanpa permisi." Bisik Baekhyun. Chanyeol sedang sibuk, asik menghias cake kecil.

"Kalau begitu, rahasiakan ini." Ujar Chanyeol seraya membawa telunjuknya diatas bibir, dan mengedipkan sebelah matanya. Satu sudut bibirnya tertarik ke atas. Baekhyun hanya mengangguk lemah.

"Terima kasih traktirannya,"

"Tentu! Nikmati perlahan." Iris mata Chanyeol masih enggan beralih dari pemuda manis yang tengah menikmati sepotong cake. Seakan menunggu reaksi dari pemuda itu.

"Apa ini?" Baekhyun mendongak, mata sipitnya melebar seolah baru saja merasakan sesuatu yang menakjubkan.

"B-bukan apa-apa!! A-apakah itu enak?!" Melihat ekspresi puas Baekhyun membuat Chanyeol gugup. Manis sekali ekspresi muka Baekhyun.

"Iya, sangat." Ujar Baekhyun membuat Chanyeol lega karena Baekhyun menyukai cake buatannya.

"Bagaimana dengan lukamu?" tanya Baekhyun ketika Chanyeol sedang sibuk membereskan perabotan yang dipakainya tadi untuk membuat kue.

"Sudah sembuh total, menjadi kuat adalah satu-satunya yang aku punya!" Chanyeol berseru seraya menoleh dan mengangkat lengannya. Menunjukkan otot sekalnya yang jauh lebih besar dari otot lengan Baekhyun.

"Baguslah." Chanyeol masih tetap pribadi yang ceria, pikir Baekhyun dalam senyum tipisnya.

"Terima kasih lagi traktirannya. Aku harus segera pergi." Baekhyun berdiri dari kursinya ketika cake dihadapannya telah ludes.

"Hati-hatilah dijalan." Ucap Chanyeol ketika kedua orang tersebut berada didepan kedai.

"Tentu, aku akan." Baekhyun membungkuk dan berbalik melangkah menjauh. Lalu langkahnya terhenti ketika suara Chanyeol menggema dari belakang punggungnya.

"Hey!! Jangan lupa mampir lagi!" serunya dengan melambaikan tangan besarnya. Baekhyun berhenti dan menoleh hanya untuk memperlihatkan sorot mata sendu dan senyuman tipisnya. Chanyeol total tertegun dengan ekspresi Baekhyun.

"Bagaimana ya aku mengatakannya? Dia cukup manis untuk ukuran lelaki, tapi untuk beberapa alasan. Ekspresinya menyiratkan hal lain. Seperti perasaan sepi dan dingin." Monolog Chanyeol sembari menatap punggung sempit itu menjauh.

.

.

.

.

Sudah seminggu lebih ketika Chanyeol bertemu dengan Baekhyun. Semenjak hari dimana dia mengajak Baekhyun pergi ke kedai cake nya secara diam-diam. Dan membuatkan sebuah cake spesial untuknya. Hari dimana Chanyeol bahagia karena ternyata pria manis itu sangat menyukai cake buatannya. Tapi entah kenapa Chanyeol begitu sangat merindukan sosok pria manis itu. Seharian ini Chanyeol terus saja melakukan kesalahan. Seperti bukan dirinya sendiri. Chanyeol hampir tak pernah melakukan kesalahan fatal seperti lupa memasukkan gula pada milkshake pelanggan. Atau salah memasukkan jumlah pesanan cake pelanggan. Pria manis bernama Baekhyun itulah penyebabnya. Tubuh jangkungnya berdiri didapur tapi pikirannya entah dia tinggal dimana. Seperti saat ini.

"Chanyeol!" seru salah seorang rekan kerjanya. "Hey! Chanyeooolll!! Ada pesanan!!!" ulangnya lebih sedikit keras. Lalu pria itu tersadar dan menoleh bingung.

"Maaf." Sesalnya.

"Hey sadarlah, jangan banyak melamun." Saran wanita muda itu dengan senyum hangat.

"Umm... Bos." Panggilnya. "Apakah kau tahu sesuatu tentang Baekhyun?" Chanyeol bertanya ragu-ragu.

"Kenapa?" pertanyaan itu total membuat Chanyeol blank. Tertegun sejenak hanya untuk berpikir. Alasan dia penasaran pada pria manis itu.

"Pokoknya cepat! Meja nomor 5 sudah menunggu!" pemilik kedai itu melenggang meninggalkan Chanyeol yang kembali sadar dari pikirannya untuk bekerja.

.

.

.

Malam sudah semakin larut ketika shift kerja Chanyeol selesai. Seperti biasanya, pria jangkung itu selalu menenteng satu kotak kecil pudding untuk oleh-oleh. Kakak dan keluarganya merupakan penikmat makanan manis. Sehingga Chanyeol tak akan pernah lupa untuk sekedar membawakan cake ataupun pudding pada keluarganya, khususnya kakak dan neneknya.

Satu kata tanya yang dilontarkan pemilik kedai itu masih terngiang di telinga lebar Chanyeol. Sepanjang perjalanan ke rumahnya, dia berpikir. Dia sendiri juga tak memahami alasan kenapa dia begitu penasaran tentang Baekhyun. Ada sesuatu yang membuatnya tergelitik untuk mengetahui pria manis itu. Ada perasaan bahwa dia dan pria manis itu sudah mengenal dalam waktu yang lama.

"Aku pulang!" serunya seraya membuka pintu rumah. Meletakkan sepasang sepatunya di rak, lalu menuju ke ruang tengah, dimana neneknya sedang duduk santai menonton televisi.

"Ini ada oleh-oleh untuk nenek." Ujar Chanyeol seraya memberikan kotak kecil isi pudding kesukaan neneknya.

"Oh Chanyeol, Terima kasih."

"Apa ituu?" tanya sosok perempuan dari lorong-lorong kamar. Sepertinya dia mendengar suara Chanyeol, lalu keluar hanya untuk melihat apakah adik manisnya itu membawa oleh-oleh kesukaannya.

"Wah, Pudding!" serunya. Mengambil dua cup pudding dengan raut muka bahagia.

"Hey! Kau akan tambah gendut jika mengambil banyak!" celetuk Chanyeol.

"Bodo amat." Cebik perempuan berambut panjang itu sembari berlalu duduk disebelah nenek.

Chanyeol masih belum beranjak, ketika dia melihat senyum puas kedua orang yang disayanginya. Chanyeol memang seperti ini. Dia selalu mengutamakan kebahagiaan orang lain disekitarnya. Chanyeol tak pernah menjanjikan kebahagiaan. Tapi dia berjanji untuk melakukan atau memberikan sesuatu yang bisa membuat orang lain tersenyum bahagia dan puas. Senyuman hangat kakak dan neneknya yang tengah menikmati pudding, mengingatkan dia pada Baekhyun.

"Chanyeol! Aku akan menghangatkan makan malammu, mandilah dulu." Tutur ibu Chanyeol. Chanyeol tertegun setelah memori tentang Baekhyun terakhir kali terbayang dibenaknya. Bagaimana cara Baekhyun tersenyum dan menikmati cake buatannya. Bagaimana senyuman itu bisa sangat hangat dan menyentuh hatinya. Chanyeol total menyerah untuk rasa acuhnya. Dia ingin melihat senyuman hangat itu.

"Maaf, aku akan pergi joging sebentar." Serunya pada sang Ibu.

"Lalu makan malammu?!"

"Aku akan memakannya nanti saat kembali!" seru Chanyeol seraya menutup pintu rumahnya terburu-buru. Meninggalkan ketiga orang yang tertegun melihat sikap Chanyeol yang agak aneh.

.

.

.

Chanyeol berlari dengan kaki jenjangnya. Dipikirannya hanya satu orang. Pria manis yang akhir-akhir ini membuat dunia kecilnya jungkir balik. Ingatan Chanyeol tentang dimana pria manis itu tinggal tak berbekas. Meskipun begitu, dengan langkah yang yakin Chanyeol terus berlari. Merapalkan namanya disetiap nafasnya yang terengah. Pikirnya dengan merapalkan namanya, sosok yang dia ingin temui akan muncul dihadapannya.

Langkah kaki Chanyeol terhenti didepan sebuah minimarket dimana terakhir kali dia bertemu dengan Baekhyun secara tidak sengaja. Entah apa yang membuat Chanyeol begitu yakin akan perasaannya. Chanyeol hanya bergantung pada keberuntungannya. Dia hanya rindu dengan Baekhyun. Jika memang dia ditakdirkan untuk bertemu kembali, Chanyeol yakin dia akan menemukannya dimanapun itu.

Dengan napas yang terengah-engah, Chanyeol menatap minimarket itu dari luar. Chanyeol geming ditempat. Sejenak sisi logikanya mengambil alih pikirannya. Tertegun sendiri dengan apa yang dia lakukan. Dia sendiri ragu dengan apa yang sebenarnya dia lakukan saat ini. Kenapa dia begitu putus asa hanya untuk bertemu dengan sosok yang menurutnya asing. Hanya karena dia memiliki senyum yang hangat ketika mencicipi cake buatannya. Hanya karena senyumanya terkadang menyiratkan luka dan kesepian.

Chanyeol masih mematung. Logikannya terus berkecamuk, hanya untuk memastikan kalau dia tidak berlaku melewati batas.

'Sebenarnya apa yang aku lakukan?' Chanyeol tersenyum jenaka.

'Tidak, ini tidak bukan apa-apa.' Logikanya berbisik

'Aku hanya penasaran apa yang dia lakukan.'

Mungkin Chanyeol merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang beruntung. Buktinya, belum saja Chanyeol berhenti dari lamunannya. Dia melihat sosok dengan surai kelam dan tubuh mungil keluar dari pintu minimarket. Sosok yang ingin temui dan lihat tiba-tiba muncul dihadapannya, sesuai dengan perkiraannya. Pria manis itu terus saja melangkah menjauhi minimarket. Pandangannya menunduk tak memperdulikan sekitar. Baru saja Chanyeol hendak melangkah ketika tiba-tiba tubuh pria mungil didepannya terhuyung. Membuat Chanyeol mempercepat langkah kaki panjangnya untuk menggapai tubuh kurus itu.

"Baekhyun-ah! Hati-hati!" Lengan besar Chanyeol menahan tubuh mungil itu dipinggangnya. Memeluknya dari belakang punggung Baekyun. Baekhyun melebarkan mata sipitnya. Sadar jika ada seseorang yang menahan tubuhnya.

"Kau oke!?" Tanya Chanyeol khawatir. Baekhyun menoleh ke arah Chanyeol di balik bahunya. Chanyeol terlalu dekat. Membuat Baekhyun gugup.

"Eh, Chan-Chanyeol!?" Menyadari wajah Chanyeol yang begitu dekat, Baekhyun berbalik menghadap Chanyeol. Sedang lengan besar itu masih enggan melepaskan pinggang sempit Baekhyun.

"Apa kau sakit!?" Chanyeol semakin khawatir melihat Baekhyun yang terlihat pucat dan lemah.

"Tidak. Aku hanya kurang tidur..." Baekhyun mundur selangkah, berusaha membuat jarak. Hingga Chanyeol menyerah untuk membebaskan pinggang Baekhyun.

Baekhyun menunduk. "Maaf, kalau begitu aku..." belum selesai Baekhyun berucap, Chanyeol sudah terlebih dulu menyela. "Aku akan mengantarmu, dimana alamat rumahmu?" Chanyeol meraih kantong plastik belanja dari genggaman tangan Baekhyun.

"Tidak, tidak perlu. Aku bisa berjalan sendiri. Kau tidak perlu mengantarku..!" Baekhyun sungguh-sungguh berusaha menolak Chanyeol. Tapi Chanyeol bersikukuh dengan pendiriannya.

"Tak apa." Ujar Chanyeol tenang dengan senyum hangat. Chanyeol memang seperti ini. Hatinya lembut dan memiliki rasa simpati yang tinggi. Bagaimana dia bisa membiarkan seseorang yang sedang kurang sehat berjalan sendirian. Bagaimana jika pria manis ini tiba-tiba jatuh seperti tadi, dan pingsan ditempat sepi. Dan kemungkinan yang paling buruk adalah jika dia pingsan ditengah jalan dan ada mobil yang sedang melaju. Chanyeol benar-benar tak bisa membiarkan hal itu terjadi.

"Ayo pergi!" Chanyeol melangkah lebih dulu, meninggalkan Baekhyun yang menatap Chanyeol dari belakang. Tatapan yang sulit diartikan. Separuh hatinya menyangkal, tapi separuhnya dia senang.

'Aku hanya tidak bisa meninggalkannya sendiri.'

.

.

.

Sebenarnya sudah tidak terhitung Chanyeol mendatangi dan berkunjung ke rumah Baekhyun. Namun, baginya yang sekarang adalah kali pertamanya dia menjejakkan kakinya di rumah Baekhyun. Tentu saja, Chanyeol juga melupakan semua kebiasaan buruk Baekhyun. Kebiasaan buruk Baekhyun sebenarnya sudah mulai berkurang ketika dia berkencan dengan Chanyeol. Tentu saja, karena Chanyeol yang selalu berusaha untuk memperbaiki kebiasaan buruk kekasihnya itu. Dia tak segan-segan memarahi dan mengomeli Baekhyun jika Baekhyun mulai membuat rumahnya berantakan.

Sungguh Baekhyun bukannya suka membuat rumahnya berantakan, atau menumpuk sampah dirumahnya. Baekhyun bukan pemulung. Pekerjaan paruh waktunya, membuat dia sibuk untuk hanya membuang sampah rutin, atau melipat pakaian keringnya. Bahkan Baekhyun mengaku sendiri kalau dia kurang tidur. Jadi jangan salahkan Baekhyun jika rumahnya sekarang ini dalam kondisi yang benar-benar mengenaskan. Untuk beberapa saat Chanyeol tercengang melihat betapa berantakannya isi rumah Baekhyun. Akan lebih logis jika Chanyeol menyebut rumah Baekhyun sebagai gudang penyimpanan barang bekas. Bahkan gudang penyimpanan milik keluarga Chanyeol tidak sampai berantakan seperti ini. Lebih mirip rumah yang baru saja diobrak-abrik oleh pencuri, pikirnya.

"Maaf Chanyeol-ah, aku ingin sekali membuatkanmu secangkir teh, tapi ada sedikit kekacauan sekarang..." Baekhyun memunguti kertas-kertas yang berserakan dilantai rumahnya. "Maksudku, biasanya disini sedikit lebih bersih, tapi karena deadline yang mencekik semuanya jadi berantakan seperti ini..." lanjut Baekhyun masih sibuk dengan memindahkan beberapa kerdus.

'Aku menarik kembali ucapanku. Akan lebih buruk jika aku meninggalkannya sendiri!!!'

"Baekhyun-ah!!" Chanyeol memegangi bahu sempit Baekhyun seraya menyeringai gemas.

"Y-yaa?!!" Baekhyun bergidik ngeri menatap Chanyeol yang seakan murka.

.

.

.

Chanyeol sedang membungkus tumpukan kertas yang terakhir ke dalam kantong plastik ketika Baekhyun menghampirinya. Membawakan dua cangkir teh yang masih mengepul uap hangat diatasnya.

"Sudah lama sejak terakhir kali aku melihat lantai." Gumam Baekhyun, sembari menatap isi rumahnya yang sudah terlihat rapi berkat Chanyeol.

"Sebenarnya bagaimana dengan lifestyle yang kamu jalani huh?" Baekhyun hanya mengulum bibir bawahnya, tak tahu harus berkata apa.

Chanyeol mengedarkan pandangannya, menemukan sebuah pintu geser. Dia melangkah mendekati pintu itu, lalu mencoba untuk membukanya. Barangkali masih ada ruang yang bisa dia rapikan lagi.

"Sekarang giliran ruang ini yang belum?" seraya menggeser pintu itu.

"Oh, kalau yang disana tidak terlalu buruk, itu ruang kerjaku." Terang Baekhyun. Seketika cahaya dari ruangan itu menerpa Chanyeol. Chanyeol tertegun sejenak, menatap ruang yang penuh dengan buku itu. Sebenarnya, Chanyeol sudah akrab sekali dengan ruangan ini. Ruangan dimana dia selalu menemani Baekhyun menyelesaikan pekerjaannya. Ruangan dimana dia selalu menatap pria manis itu dari samping. Dimana figurnya yang ramping dan pas dipeluk itu menatap layar monitor dengan ekpresi serius. Sehingga terkadang Chanyeol harus menghampirinya, mengusap surai lekamnya dengan lembut dan membisikkan kata untuk beristirahat sejenak. Ruangan dimana dia selalu masuk tanpa permisi hanya untuk memanggil Baekhyun bahwa dia membawakan makanan kesukaannya, lalu dengan wajah berbinar Baekhyun akan berlari kecil menghambur pada Chanyeol. Mengisi energi katanya.

"Wow, ruangan ini hanya berisi buku-buku." Gumam Chanyeol sembari melangkahkan kakinya masuk.

"Yah, karena ini memang pekerjaanku." Baekhyun mengekori di belakang.

"Pekerjaan?" Chanyeol mendekati lemari buku yang besar. Hampir menyentuh langit-langir ruangan. Dan lemari itu penuh sekali dengan buku-buku. Hampir tidak ada ruang kosong. Sehingga banyak buku yang sengaja ditata dibawah, dan sebagian bertumpuk di meja kerja Baekhyun, disamping monitornya.

Mata Chanyeol menelusuri tiap buku yang tersusun rapi di rak lemari. Mata lebar Chanyeol berhenti ketika melihat sisi dari buku-buku yang berdiri tertulis nama Byun Baekhyun yang tegak lurus.

"Huh?" Chanyeol menoleh ke arah Baekhyun dengan ekspresi terperangahnya. Menunjuk ke arah buku-buku itu.

"Ya." Baekhyun mengangguk malu seakan mengerti apa yang ada dipikiran Chanyeol.

"Meskipun itu tidak terjual dengan baik." Sambung Baekhyun.

"Kau benar-benar menulis semua ini Baekhyun-ah?"

"Itu hanya sedikit yang aku dapatkan, tapi aku sangat bersyukur untuk bisa menulis." Ujar Baekhyun dengan senyum tipisnya.

Chanyeol tak henti-hentinya terperangah dan memuji Baekhyun. Melihat Chanyeol yang tersenyum dengan kagum membuat hati Baekhyun menghangat. Seperti bernostalgia.

"Ini seperti dunia asing bagiku, jadi aku benar-benar tak paham. Tapi, memikirkan bahwa di ruangan ini lahir berbagai cerita yang lahri dari pikiranmu, ini sangat mengagumkan.." Baekhyun meniti wajah Chanyeol yang sumringah, begitu terpancar ketulusan dari kata-kata Chanyeol.

"Kamu sendiri Chanyeol. Dengan kedua tangan ajaibmu, kau selalu membuat melangkah ke depan dengan menciptakan sesuatu yang luar biasa. Bisa menjadi bahagia hanya dengan satu suapan adalah suatu yang luar biasa." Puji Baekhyun balik. Membuat Chanyeol yang melirik senyum dan kata tulus dari Baekhyun tersipu.

'Ah, puding hari ini. Aku juga ingin memberikannya padamu.' Batin Chanyeol berseru.

Pertemuan hari ini dengan Baekhyun sedikit membuat rasa gelisahnya reda. Dia sangat bersyukur bahwa, dia tak langsung menyerah dan pergi sebelum Baekhyun muncul dari minimarket itu. Chanyeol tak menyadari bahwa perasaannya pada Baekhyun perlahan-lahan mulai berkembang. Entah kapan benih itu tertanam. Ataukah bunga yang dulu sempat layu dan hampir mati tiba-tiba tersirami kembali. Rasa yang Chanyeol rasakan masih asing menurutnya. Dia masih tak memahami perasaannya. Sehingga dia hanya selalu merasa gelisah dan susah hati ketika tak melihat Baekhyun.

Malam telah larut ketika kantong plastik sampah terakhir dikeluarkan oleh Chanyeol. Membuang sampah tidak pernah semenyenangkan ini bagi Chanyeol. Menemani dan membantu Baekhyun membersihkan rumahnya akan menjadi list rutinan dalam jadwal Chanyeol jika itu perlu. Melihat bagaimana kehidupan Baekhyun yang terlalu acuh terhadap kebersihan dan kesehatannya membuat Chanyeol bertekad untuk memperhatikan Baekhyun lebih baik lagi. Jika perlu dia ingin membantu Baekhyun untuk merubah kebiasaan buruknya untuk menumpuk barang dan sampah di rumahnya.

"Maaf, jadi membuatmu tinggal lama sampai larut begini." Sesal Baekhyun, ketika Chanyeol ingin berpamitan untuk pulang.

"Bukan apa-apa, lagipula akulah yang memaksa untuk membantumu." Tukas Chnayeol dengan senyuman hangatnya.

"Hey, lain kali..." belum selesai Chanyeol berkata. Baekhyun tiba-tiba menunduk didepan Chanyeol, memungut sampah kertas yang terinjak oleh sepatu Chanyeol.

"Ada sampah yang terinjak dikakimu." Iris Chanyeol menangkap benda silver kecil yang tergantung pada kalung Baekhyun. Matanya melebar, gestur terkejut yang tak berlebihan. Namun, sedikit membuat tenggorokannya tercekat. Berbagai spekulasi sekarang bersarang diotaknya.

Baekhyun bangkit, mendapatkan Chanyeol yang bereaksi tak biasa. Chanyeol berdiri geming tak berekspresi. Hanya saja Baekhyun menyadari bahwa mata Chanyeol sedikit melebar dan nampak terkejut. "Ada sesuatu yang salah?" suara Baekhyun menyadarkan lamunan Chanyeol.

"Ah, tidak. Aku akan pergi sekarang." Chanyeol membalas gugup, menggaruk tenguknya yang tak gatal.

"Baiklah, selamat malam." Ujar Baekhyun, menatap punggung lebar itu kian menjauh dari balik pintu rumahnya. Memasang senyum yang sulit diartikan.

'Itu berarti. Benar! Tentu saja dia punya pacar kan, biar bagaimanapun dia sangat mempesona. Tapi, kenapa aku sedikit kecewa.' Chanyeol tersenyum kecut, sedikit sesak didadanya.

.

.

.

Hidup didunia ini sangat rumit. Mari lupakan tentang bagaimana rumitnya ekonomi dan kebutuhan hidup serta sulitnya untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Kita beralih pada kehidupan manusia yang katanya merupakan makhluk sosial yang tidak mampu hidup tanpa orang lain. Tentu saja, itu membuat kita pasti harus berinteraksi dengan orang lain di kehidupan kita. Terkadang dalam suatu hubungan interaksi terhadap sesama manusia kita dihadapkan pada perasaan enggan dan canggung untuk menyatakan atau mempertanyakan sesuatu, sehingga membuat kita cenderung diam dan tenggelam dengan pemikiran kita sendiri. Ada kalanya, manusia bersikap seolah tahu dan paham tentang apa yang dia tangkap dengan inderanya. Memahaminya menjadi sebuah kebenaran meskipun kadang yang dia tangkap dengan inderanya tidak selalu benar. Manusia, terlalu cepat menyimpulkan sesuatu, berspekulasi yang beraneka macam. Membuat suatu kebenaran yang sebenarnya sederhana jika berinisiatif untuk bertanya, namun menjadi samar dan tenggelam dalam kesalahan fatal. Terkadang hanya karena keengganan untuk bertanya itu, membuat kedua belah pihak yang bersangkutan saling menyakiti tanpa sadar.

"Kurasa ini sudah cukup bagus." Chanyeol membungkus satu set paket berisi strawberry shortcake, custard pudding dan opera cake dalam kotak kecil. Pipinya bersemu merah.

'Aku bertingkah seperti wanita.'

.

.

.

Langkah kaki jenjang Chanyeol terhenti di depan pintu kayu. Ditangannya menggenggam kotak kertas berukuran sedang. Matanya menatap pintu itu. Tangannya mengepal terangkat ke atas. Sejenak ragu untuk menggerakkannya. Lalu tiba-tiba pintu didepannya terbuka. Chanyeol sedikit tersentak kaget. Menatap canggung ke arah sosok yang muncul didepannya. Dengan gerakan kikuk Chanyeol melambaikan tangannya. Baekhyun mengerlingkan matanya, sejenak tak menyangka Chanyeol akan berkunjung. Lalu tersenyum hangat, dan mempersilakan Chanyeol untuk masuk.

Chanyeol melangkah memasuki ruang tengah. Bukan kali pertama Chanyeol memasuki rumah Baekhyun. Jika dihitung dari ingatannya hilang, ini sudah kedua kali. Tapi sepertinya waktu itu Chanyeol terlalu fokus untuk membersihkan rumah Baekhyun yang sangat berantakan. Hingga dia tak menyadari ada lemari kaca yang cukup besar di ruang tengah. Dua buah cangkir pasangan yang terpajang di lemari menarik perhatian Chanyeol ketika matanya tak sengaja melirik ke susunan barang keramik.

'Bagaimanapun jika dipikirkan itu terlihat seperti benda couple.'

"Buatlah dirimu nyaman Chanyeol-ah." Ujar Baekhyun sebelum berlalu menuju dapur. Meleburkan lamunan pria jangkung itu dari asumsi-asumsi yang tengah memenuhi pikirannya.

"Baik." Chanyeol sedikit terlonjak lalu menoleh ke arah Baekhyun. "Oh, sebentar Baekhyun-ah." Membuat Baekhyun menghentikan langkahnya, lalu berbalik ke arah Chanyeol.

"Iya?"

""Ini ada ada sesuatu untukmu." Chanyeol menyodorkan kotak kertas berukuran sedang.

"Terima kasih banyak." Chanyeol tertegun untuk beberapa saat. Masih memegangi kotak yang telah diterima Baekhyun. Membuat Baekhyun mengkerling bingung. Mata Chanyeol meniti sosok didepannya.

"Kaos itu... tidakkah itu terlalu besar untuk ukuranmu?" Mata Baekhyun melebar, sedikit terkejut Chanyeol menyadari ukuran baju yang dipakainya. Baekhyun gelagapan, bingung untuk menjawab pertanyaan tak terduga itu. Dulu, Chanyeol sering kali menginap di rumah Baekhyun. Karena ukuran baju Chanyeol yang lebih besar dari Baekhyun. Dia sengaja meninggalkan beberapa helai pakaiannya di rumah Baekhyun. Jika sewaktu-waktu dia menginap di rumah Baekhyun.

"Ah, umm... ini- hanya, ah aku mengambilnya sembarang karena berada di tumpukan yang paling atas tanpa berpikir." Gugup Baekhyun. Chanyeol kemudian menoleh ke arah tumpukan baju kering yang berada di atas sofa.

'Haruskah aku mampir ke sini lagi untuk merapikan rumahnya?'

'Pacarnya, aku penasaran apakah dia tak pernah mampir ke rumah?'

Chanyeol termenung dibelakang Baekhyun yang tengah menuangkan secangkir kopi. Menatap tubuh kurus yang berbalut kaos kebesaran. Membuat Chanyeol menyadari betapa imutnya lelaki manis yang berada dihadapannya. Bibirnya membentuk lengkungan tipis.

.

.

.

Chanyeol memposisikan dirinya duduk dihadapan Baekhyun. Menopang dagu dengan satu lengannya yang kokoh. Menatap Baekhyun yang tengah sibuk menata cake yang dibawa Chanyeol di atas meja. Sorot matanya tak pernah lengah dari gerak lincah pemuda bertubuh mungil didepannya. Pemuda jangkung itu tengah tenggelam di dalam alam pikirannya. Memikirkan berbagai asumsi tentang Baekhyun. Sehingga tanpa Chanyeol sadari sosok itu telah duduk manis dihadapannya.

"Umm, Err- Ini benar-benar sulit untuk memakannya ketika kau menatapku seperti itu." Jujur Baekhyun. Ketika menyadari, dibalik bulu matanya bahwa sosok yang tengah duduk dihadapannya tengah menatap Baekhyun tanpa berkedip.

Chanyeol tersentak dengan pernyataan Baekhyun. Chanyeol benar-benar tak sadar jika dia telah menatap Baekhyun terlalu lama. Semburat merah muncul dipipinya merayap menuju ke telinga seraya bergerak-gerap gugup.

"M-Maaf!! A-aku kadang tanpa sadar melakukannya!! A-apa itu enak!!?"

"Ya." Lirih Baekhyun. Pandangannya menunduk sendu. Tersenyum tipis namun terlihat hambar dan sepi. Pikirannya mengelana ke masa lalu. Ketika Chanyeol belum kehilangan ingatannya. Ketika Chanyeol dengan semangat dan mata berbinar akan menatap Baekhyun yang menyantap cake yang dibawanya dengan senyum sumringah. Moment itu adalah hal yang paling ingin Baekhyun lupakan dalam hidupnya semenjak Baekhyun bertekad untuk menyerah terhadap cintanya.

"Apa kau tak benar-benar menyukai short cakes ?" ujar Chanyeol dengan lembut. Menundukkan wajahnya menunjukkan mimik kecewa. Baekhyun sontak tersadar dari lamunannya.

"Eh- Bukan begitu..." Baekhyun meniti ekspresi Chanyeol sebelum melanjutkan. "daripada menyebutnya sebagai favoritku, bukankah short cakes memiliki arti lain. Umm, maksudku seperti sebuah simbol kebahagiaan?" Baekhyun mencondongkan tubuhnya, menatap Chanyeol antusias dengan senyum cerahnya. Sudut bibir Chanyeol terangkat sekilas. Mata Baekhyun mulai menjelajah waktu. "saat ulang tahunku, ayah dan ibuku akan meletakkan lilin di sekeliling short cake dan kita akan merayakannya bersama." Ujar Baekhyun dengan senyum mengembang.

"Sejujurnya, saat aku menuliskan ucapan selamat di lempengan coklat aku merasa bahagia!" imbuh Chanyeol.

"Benarkan?!" Baekhyun mengiyakan.

"Baekhyun-ah, kapan-kapan aku akan membuatkan kue ulang tahun untukmu, sebesar ini!" Chanyeol merentangkan kedua telapak tangannya selebar bahu. "

Melihat betapa sungguh-sungguh dan antusiasnya Chanyeol, membuat Baekhyun tersentuh. "Tidak." Tolak Baekhyun lembut, mengulas senyum tipisnya lalu menunduk menatap sepotong short cake didepannya. "Bagiku, ini sudah cukup." Sambung Baekhyun. Baekhyun tidak ingin meminta lebih. Pemuda itu terlalu takut untuk sekedar memikirkan egonya. Menerima tawarannya berarti sia-sia saja usaha Baekhyun selama ini untuk terlepas dari Chanyeol. Akan sia-sia rasa sakit dan hampa yang sedikit demi sedikit telah dia lupakan. Pikirnya akan berkali lipat sakit jika dia menyerah untuk sekarang.

Keduanya terdiam membisu. Berbagai asumsi melintas dipikiran Chanyeol. Tentang tolakan halus Baekhyun. Tentang seulas senyum tipis yang terasa hampa. Tentang bagaimana tulusnya ucapan syukur Baekhyun. Buntu­­- total Chanyeol yang notabene mampu menjawab soal matematika tersulit dikelasnya bahkan tak mampu berkata.

"Bagaimana jika aku buatkan teh lagi?"

"Oh, tentu."

"Aku akan pergi ke dapur, kau bisa menonton acara TV yang kau suka." Baekhyun beranjak, meninggalkan Chanyeol dengan berbagai macam pikirannya.

Pemuda jangkung itu menundukkan kepalanya, wajahnya mengeras memikirkan tanggapan Baekhyun. 'tadi itu, apa yang dia maksud!!?mungkinkah dia tak sanggup memakan porsi besar? Yah, itu mungkin saja benar! Ataukah dia merasa bahagia dengan hanya sepotong? Haha, sepertinya tidak mungkin!Bagaimana jika dia merayakan ulang tahun dengan pacarnya? Itu kemungkinan besarnya!'

"Pacar, huh..." Chanyeol menggumam pelan.

"Hm?" sebuah benda silver bulat tergeletak disamping box tissue menyita perhatian Chanyeol. Diambilnya benda itu, 'Huh? Ini...' Chanyeol masih termenung menatap benda mungil itu ditelapaknya ketika tiba-tiba Baekhyun muncul disampingnya.

"Chanyeol-ah?" Chanyeol sedikit terlonjak, tangannya menggenggam. Entah apa yang terlintas dipikiran Chanyeol, yang pasti saat ini dia tidak ingin tertangkap basah sedang menggenggam benda yang menurutnya sangat pribadi bagi Baekhyun.

"Ini tehnya." Ujar Baekhyun sembari memberikan secangkir teh.

"Terima kasih." Chanyeol sedikit mencuri pandang pada leher Baekhyun. Meskipun cincin itu tersembunyi dibalik kaosnya, tapi dia yakin kalau benda itu masih tergantung manis disana. 'Baekhyun masih memakainya...' seraya memalingkan wajahnya gugup.

.

.

.

Chanyeol baru saja sampai di tempat kerja paruh waktunya. Namun dia nampak tidak semangat. Wajahnya melukiskan rasa frustasi yang dalam. Baru saja dia keluar dari ruang ganti baju, pemuda itu langsung merosot terduduk didepan pintu. Kedua tangannya meremas rambutnya yang sedikit ikal. Alisnya menukik dengan pandangan lurus menembus lantai. 'mereka putuskan?' Chanyeol masih dengan pikiran yang berkecamuk ketika rekan kerjanya Mari lewat dihadapanya.

"Hey, Mari-ah menurutmu mengembalikan cincin berarti mereka telah putuskan!?" seru Chanyeol.

"Entah, mana aku tahu." Jawabnya santai.

"Dingin sekali!"

"Memang apa yang akan kau lakukan jika kau tahu? Tidak ada hubungannya denganmu apakah dia memiliki pacar atau tidak kan?" gerutunya.

Kata-kata Mari membuat Chanyeol menyadari kebodohannya. Dia tidak memiliki alasan yang tepat untuk mengetahui apapun yang ada pada Baekhyun. Dia masih belum menemukannya. 'Benar katamu Mari, tapi...' Chanyeol mengambil benda mungil yang ditentengnya kemanapun. Merogohnya dari saku celananya. 'Tanpa berpikir aku telah membawanya denganku, dan aku tidak punya kesempatan untuk menaruhnya kembali.'

"Fakta bahwa dia masih memakainya dikalung berarti dia masih mencintainya bukan?" Gumam Chanyeol lirih, menatap sendu cincin yang di pegangnya.

'Aku tidak ingin mengembalikannya,'

' daripada cincin milik orang itu, aku ingin kau menatap kearahku'

' aku ingin kau tersenyum.'

'aku ingin membuatmu tersenyum.' Chanyeol menggenggam erat cincin silver itu. Alisnya bertaut memikirkan sosok yang akhir-akhir ini membuat sesak dadanya.

.

.

.

Senja sudah menyingsing beberapa jam yang lalu. Langit malam semakin kelam dan suasana diluar sunyi senyap. Berbanding terbalik dengan rumah kecil milik Baekhyun. Beberapa kali terdengar bunyi berdebum benda-benda yang dia jatuhkan. Atau yang tidak sengaja dia senggol. Isi rumahnya sangat berantakan. Meski tidak sekotor dan seberantakan beberapa waktu lalu saat Chanyeol membantu membereskan. Pemuda mungil itu sibuk membolak-balik benda-benda disekitarnya. Seperti selimut, kertas-kertas yang tergeletak diatas meja, buku-buku yang berjajar diatas meja lemari kecil. Namun nihil, dia tak menemukannya.

"Hilang..." gumamnya. Dia melirik ke arah meja depan televisi. Dia ingat terakhir kali meletakkan benda itu disana, didekat kotak tissue. "Cincinnya..." Tetap saja nihil. Baekhyun lelah, dia menyerah untuk mencarinya lagi. Kakinya tak mampu menopang tubuhnya lagi, lalu merosot dan terduduk bersimpuh ditempat dia berdiri. Kedua tangannya menggenggam cincin yang tergantung dikalungnya, menekannya erat didada. Matanya terpejam seraya butiran kristal bening itu menuruni pipi tirusnya. Dia sudah berjanji untuk menjaga satu-satunya benda berharga yang terhubung dengan Chanyeol. Membuat benda seberharga itu hilang karena kecerobohannya membuatnya kecewa pada dirinya sendiri. Harusnya dia menyimpan benda itu ditempat yang lebih aman. Baekhyun terus menyalahkan dirinya sendiri sembari menangis tersedu. Pipi tirusnya basah penuh linangan air mata.

.

.

.

Chanyeol telah selesai dengan pekerjaan paruh waktunya ketika waktu hampir menunjukkan pukul 9 malam. Seharian dia berpikir apakah akan menyimpan cincin itu atau mengembalikannya.

'sudah kuduga, aku harus mengembalikan benda ini.' Pemuda jangkung itu masih geming didepan pintu rumah Baekhyun. Menatap pintu itu sembari mengumpulkan semua keberanian dan pengakuan atas tindakannya. Chanyeol menekan bel rumah Baekhyun, namun tak ada respon sama sekali.

"huh? Tidak dirumah?" gumamnya. "Baekhyun-ah..." tanpa sadar Chanyeol memutar knop pintu rumah Baekhyun. 'pintunya terbuka!!'

"Baekhyun-ah? Kau disana?" Chanyeol menggeser pintunya agak lebih lebar untuk mengintip ke dalam. Ruangannya sangat berantakan, seperti saat pertama kali dia berkunjung. Chanyeol yang telah mengetahui kebiasaan buruk Baekhyun langsung menerka apa yang telah terjadi. 'lagiiiiii!!??' pemuda jangkung itu langsung menerobos tanpa permisi dengan ekspresi wajah gusar.

"Baekhyun-ah!? Apa yang..." Baekhyun yang tengah duduk bersimpuh dengan linangan air mata menoleh ke arah sosok jangkung itu. Chanyeol yang melihat Baekhyun berlinang air mata dan hidung memerah langsung menghampiri. Raut mukanya seketika berubah khawatir.

"Ada apa? Apakah sesuatu terjadi!?" Chanyeol bersimpuh dihadapan Baekhyun. Pemuda mungil didepannya menggeleng pelan sembari menghapus linangan kristal bening dipelupuk matanya.

"Ti-tidak..." lirihnya. "Aku hanya sedang mencari sesuatu..." Baekhyun mengaku. Chanyeol langsung bisa menebak benda apa yang sedang dicari Baekhyun.

'Pasti cincin itu!!'

"Maaf, untuk melihatku dalam kondisi yang seperti ini." Ujar Baekhyun dengan suara parau.

'Melakukan hal sejauh ini untuk mencari sambil menangis...' Raut muka Chanyeol mengeras. Hatinya berdenyut sakit. Dalam hatinya tidak rela dan perih melihat Baekhyun menangis.

"Apakah kau sungguh-sungguh mencintai orang itu sebegitu besar?"

"Eh?" mata sipit Baekhyun melebar. Tidak menyangka apa yang dikatakan oleh Chanyeol. Selama ini Baekhyun tak pernah menceritakan tentang kehidupan cintanya. Tentu saja membuat Baekhyun terkejut dengan ucapan Chanyeol. Sejenak terlintas mungkinkah Chanyeol mengingat kembali.

"Kau sudah putus bukan?"

'Jika itu membuatmu memasang wajah sedih.'

"Tidakkah... tidak bolehkan jika itu aku?" ujar Chanyeol mantap. Melihat Baekhyun yang menatap Chanyeol geming membuat pemuda itu canggung. "Aku tahu apa yang kau rasakan untuk mendengar pernyataan ini dari seorang laki-laki," Chanyeol memalingkan wajahnya lalu menunduk mencari-cari alasan yang tepat. "tapi aku hanya tidak bisa meninggalkanmu sendiri, dan itu membuat hatiku sakit saat kau membuat wajah sedih, lebih dari itu," belum selesai Chanyeol berucap Baekhyun berkata dengan suara yang bergetar.

"Kumohon... pergilah..." Kristal bening itu tidak tahu kapan sudah menggenang penuh dipelupuk matanya. Chanyeol yakin hanya dengan sedikit tiupan akan langsung meluncur ke pipi halus Baekhyun. Pemuda jangkung itu membatu, menatap Baekhyun yang memasang raut muka terluka. Alisnya bertaut, lalu dengan sedikit gerakan air matanya meluncur. Tangannya mengepal didadanya. Perih dan sesak menyeruak ke seluruh sel dalam tubuhnya.

"Kumohon jangan kembali kesini lagi." Lirih Baekhyun ketika Chanyeol berdiri diambang pintu.

.

.

.

Pemuda berkaki jenjang itu menghentikan larinya di tengah taman dekat rumahnya. Nafasnya terengah-engah membuat air mukanya seketika merah. Menghempaskan tubuhnya disebuah kursi panjang di tepi jalan. "Sekarang aku telah melakukannya. Aku yang paling buruk." Sosok itu tersenyum pedih pada dirinya sendiri. Kini satu harapan untuk tetap bersama dengan pemuda manisnya telah pupus. Mungkin seharusnya dia tidak melakukannya. Setidaknya jika dia menjadi temannya, dia masih bisa bertemu dan melihatnya kapanpun dia mau. Namun, sekarang hanya dengan satu kalimat saja semuanya hancur. Chanyeol menyesali tindakannya. 'Cincinnya, aku tidak mengembalikannya.' Chanyeol menatap benda silver mungil itu ditelapaknya. Alisnya bertaut menyiratkan rasa sedih dan penyesalan. "Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya pelan.

Sementara Baekhyun masih terduduk ditempatnya. Terisak penuh kepiluan yang dalam. Air matanya enggan berhenti mengalir. Membasahi cincin yang sedari dari diciumnya dalam genggaman. "Kau tak bisa Chanyeol-ah..." rintihnya. "Siapapun asal bukan kamu..." bisiknya dengan sesenggukan.

Penyesalan akan selalu datang belakangan. Sepatah kalimat yang selalu orang-orang katakan untuk mengingatkan pada dirinya sendiri agar tidak berlaku ceroboh dan tanpa pikir panjang saat berucap atau bertingkah. Penyesalan merupakan suatu perasaan yang membuat hati kita gundah gulana, merasa ingin mengulang hal yang salah dan membenarkannya. Tapi bukankah menyesali hal yang telah lalu adalah hal sia-sia. Yang perlu dilakukan hanyalah bangkit. Semua orang melakukan kesalahan. Yang membedakan satu dengan yang lain adalah beberapa manusia belajar untuk lebih dewasa, lebih memahami dan berhati-hati lagi. Beberapa lagi hanya terus menyesali bahkan yang lebih buruk mencari-cari alasan dan kambing hitam.

Mungkin itu yang saat ini dirasakan oleh pemuda jangkung yang sedang bersimpuh setengah sujud di lantai. Berhadapan dengan ranjang. Diatasnya terdapat sosok boneka lumba-lumba yang seukuran dengan tubuh pemuda itu sendiri. Boneka itu setengah duduk tegak ditengah ranjang. Terdapat secarik kertas bertuliskan "Baekhyun" tertempel di badan boneka.

"M-Maaf tentang yang kemarin!!!" seru Chanyeol. Masih tetap dalam posisi bersujud. "untuk berkata sesuatu yang memalukan secara tiba-tiba... Tapi aku sungguh-sungguh." Jeda. "Aku... apa yang aku rasakan tentangmu, aku sungguh-sungguh...." Chanyeol terdiam lalu kembali ke posisi duduk.

"Apakah bersujud itu berlebihan? Tapi inilah dimana aku harus menunjukkan kesungguhanku..." monolog Chanyeol.

Perlahan pemuda itu bangkit dan terduduk di sisi ranjang. Bayangan itu terlintas lagi di benak Chanyeol. 'Kumohon, jangan kembali kesini lagi'. Sekali lagi hati Chanyeol berdenyut perih. Ingin rasanya dia menghentikan moment yang terekam dan terputar berulang-ulang dikepalanya. Seketika menghempaskan kepalanya di bantal empuknya.

"Baekhyun-ah." Bisiknya. "aku penasaran apa yang dia lakukan sekarang..." mata Chanyeol menerawang jauh menembus waktu. Memutar memori tentang pemuda manis yang kini telah menolak kehadirannya.

"Tidak kok, ini semua sangat enak."

'Dia bilang cake nya enak.'

"Menjadi bahagia hanya dengan satu suapan adalah yang menakjubkan."

'Bahkan dia berkata demikian.'

'aku....'

DUUGG!!

Pemuda itu membenturkan dahinya ke dinding disamping tempat tidurnya. Membentuk suatu bekas keunguan yang kentara di tengahnya. Menyesali sesuatu yang telah lalu adalah hal yang sia-sia. Satu-satunya yang membuat Chanyeol ragu adalah kata-kata terakhir Baekhyun. Sangat jelas bahwa Baekhyun menolak kehadiran Chanyeol lagi. Lalu bagaimana dirinya meminta maaf dan menunjukkan penyesalannya. Bagaimana jika Baekhyun tidak mau mendengarkannya atau bahkan memalingkan wajahnya ketika melihat Chanyeol. Bukankah itu hanya akan menambah luka dihatinya? Separuh hatinya tidak ingin melihat wajah Baekhyun yang terluka seperti terakhir kali. Tapi keputusan Chanyeol sudah bulat. Prinsip pemuda itu adalah memperbaiki kesalahan yang dilakukan sebisa mungkin. Apalagi kesalahan yang dia lakukan melibatkan perasaan seseorang. Pemuda itu merasa hidupnya tidak akan pernah tenang sebelum Baekhyun kembali tersenyum dan menerimanya lagi meskipun sebagai teman.

"Tidak ada gunanya ragu-ragu. Apa yang telah tejadi tak bisa diulang kembali." Monolog Chanyeol.

'aku akan meminta maaf.'

.

.

.

Senja sepenuhnya tenggelam. Hitam dan kelamnya langit malam bertahta ribuan permata berkelip yang nampak cantik dari bumi. Membuat siapapun yang menatapnya akan tanpa sengaja mengulas senyum. Bulan bersinar malu-malu dibalik awan keabu-abuan. Mengintip sosok jangkung yang berjalan dengan kepala menunduk. Dari wajahnya terukir kecemasan, namun langkahnya begitu mantap dengan tangan yang dia kepalkan penuh tekad. Meskipun matanya tak menatap ke depan. Namun tidak ada keraguan dalam langkah kakinya. Seolah mereka tau kemana pemilik mereka ingin melangkah.

Dan disinilah pemuda jangkung itu berada. Berdiri mematung di bawah tangga rumah Baekhyun. Sesekali matanya menelisik ke pintu rumah pemuda manis itu. Berharap agar sang penghuni menampakkan batang hidungnya. Chanyeol merasa sedikit cemas memikirkan jika pemuda manis itu semakin membencinya. Tak mengapa bagi dia jika cintanya bertepuk sebelah tangan. Tapi asumsi jika orang yang dicintainya malah berbalik membenci dirinya adalah ketakutan tersendiri bagi Chanyeol.

Sudah tiga puluh menit lamanya pemuda jangkung itu menanti. Matanya tak pernah berpaling dari pintu rumah di penghujung tangga. Ketika dia tengah menatap benda silver mungil digenggaman tangannya tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka. Pemuda itu menoleh, dan mendapati sosok pemuda manis itu hendak pergi keluar.

"Ah-" Chanyeol hendak memanggil Baekhyun. Pemuda manis itu menoleh. Menyadari kehadiran Chanyeol pemuda manis itu buru-buru masuk kembali. Kali ini Chanyeol benar-benar bersyukur pada kaki jenjangnya. Sebelum Baekhyun benar-benar menutup pintu rumahnya, pemuda berkaki jenjang itu berhasil menahan pintu rumah Baekhyun. Sekuat tenaga pemuda mungil itu menahan tarikan pemuda berbadan besar. Sia-sia usaha yang dilakukan Baekhyun. Tenaganya tak sebanding dengan tubuh atletis Chanyeol.

"Baekhyun-ah tunggu!!!" seru Chanyeol dengan kedua lengan kekarnya menahan pintu rumah Baekhyun yang ditarik erat olehnya. Merasa bahwa perlawanannya sia-sia. Dia menyerah, membiarkan pemuda jangkung sepenuhnya membuka pintu rumahnya. Baekhyun kekeuh tak mau menatap Chanyeol. Menoleh ke samping dan tetap menunduk. Menunjukkan ekspresi gusar.

"Maafkan aku untuk pertemuan terakhir kali, biar bagaimanapun aku tetap ingin meminta maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu dengan sikapku... um..." Lidah Chanyeol kelu tiba-tiba. Tangannya yang menggenggam benda silver mungil mengerat. Chanyeol sejenak ragu untuk mengatakannya. Sementara Baekhyun geming mendengarkan pernyataan maaf Chanyeol. Meskipun tak menatapnya.

"... Juga ini!" Chanyeol menjulurkan lengannya. Membuka genggamannya. Sebuah cincin silver cantik tergeletak manis di telapak tangannya yang lebar. Mata sipit itu melebar. Menatap betul-betul benda mungil itu. Baekhyun terlalu syock untuk berucap. Jemari lentiknya mengapung diudara. Hendak menyentuhnya namun sekali lagi. Dia terlalu syock untuk hanya menggerakkan dan meraih benda mungil itu.

"Sungguh maafkan aku, meskipun ini suatu yang penting tapi sejujurnya aku tak ingin mengembalikannya!!" seru Chanyeol seraya menggenggam benda mungil itu erat. Baekhyun seolah tersadar dari guncangannya ketika telapak besar itu mengatup. Seolah sihir yang dipancarkan benda mungil itu lenyap.

"Eh...."

"Baekhyun-ah, jika kau hanya ingin menatap lalu menangisinya... Bukan, maksudku aku tidak akan menyerahkanmu pada orang lain meski aku orang yang paling buruk sekalipun. Aku tahu ini sebuah kecemburuan yang tolol, tapi... aku mencintaimu!!! akhir-akhir ini dibenakku hanya penuh dengan dirimu!!! aku serius jadi... aku harap kau akan mengijinkanku untuk tetap mencintaimu." semburat merah memenuhi pipi tegas Chanyeol mencapai telinga besarnya. Menarik pergelangan kecil pemuda didepannya. Baekhyun masih geming ketika benda mungil itu telah berpindah tangan ketelapak tangannya.

Pandangannya tertunduk. Mata seindah kaca itu sudah tak mampu menampung lelehan kristal. Membasahi benda mungil di atas telapak tangannya. Pipinya bersemu menahan tangis haru. Sekelebat kenangan masa lalu dengan kekasihnya memenuhi ruang di kepala. Tangis haru pecah seraya tubuh mungilnya terhempas ke bawah. Terduduk dihadapan pemuda jangkung yang menatap dengan tatapan sendu.

"Tidak... ini tidak bagus." Gumamnya sambil terisak menggenggam benda silver dengan kedua telapaknya erat.

Chanyeol membuang muka, tak tahan menatap pujaan hatinya menangis pilu. "... aku tahu. Tapi, aku mencintaimu. Maafkan aku." Ujarnya lembut dengan nada penyesalan.

"Bukan... bukan itu. Aku... demi kebahagiaanmu," jeda

"... Baekhyun?" Chanyeol kembali menatap Baekhyun.

"Tetapi... aku merasa sangat sangat bahagia ketika aku bahkan tidak punya hak untuk itu...." terlihat usaha Baekhyun untuk mengatakannya meski dia yakin suara isakan menyamarkan.

"Baekhyun... itu..." Chanyeol mendekat, bertumpu pada satu kaki jenjangnya.

"Kau tahu Chanyeol-ah, segalanya tidak mudah untuk hubungan sesama jenis. Banyak hal yang harus dikorbankan. Dan mungkin saja kau akan kecewa disuatu hari nanti."

"Kau berbeda denganku."

"Kau bisa mencintai wanita dan memilih hidup bahagia di masa mendatang dimana setiap orang akan memberikan restu dan doa."

"Aku... aku tidak ingin kau kehilangan kesempatan membangun keluarga, ataupun menghancurkan masa depanmu." Lelehan air mata itu kembali meluncur deras seiring kalimat yang dia ucapkan dari lubuk hatinya yang paling dalam.

Sampai detik kalimat itu meluncur. Keinginan Baekhyun untuk hidup bersama Chanyeol tidak pernah pudar. Tapi Baekhyun sadar, dia teramat sangat mencintai dan mengasihi sosok pemuda jangkung itu. Bahkan sebelum Chanyeol benar-benar memikirkan masa depannya. Baekhyun terlebih dahulu mengkhawatirkan masa depan Chanyeol jika tetap bersamanya. Dia bahkan tak memikirkan hatinya yang selalu saja sesak ketika menatap wajah ceria Chanyeol tiap bertemu dengannya. Baginya, kebahagiaan orang yang dicintainya adalah yang terpenting dalam hidupnya.

"Aku tahu kita tidak seharusnya bersama...!!!"

"Tapi,"

"Ada bagian jahat dari diriku, mendengar pengakuan bahwa kau ingin aku berada disampingmu... Akuu.. aku..!"

"Baekhyun!!!" belum selesai Baekhyun berujar, Chanyeol berseru. Memegang erat kedua lengan atas Baekhyun. Membuat pemuda mungil itu sedikit mendongak, menatap wajah serius mantan kekasihnya itu.

"Apanya yang tidak bagus!? Dikucilkan dari lingkungan sosial karena hubungan sesama jenis!? Kau bilang kau menjauh dariku untuk kebaikanku!? Aku tak butuh itu! Jangan abaikan perasaanku! Jika kau bilang bahwa kebahagiaanku sangat penting untukmu, maka tetaplah disampingku dan tersenyumlah!!!" Baekhyun geming mendengarkan seruan Chanyeol. Matanya yang sembab melebar menatap wajah tampan yang berjarak beberapa inchi dari dirinya.

"... biarkan aku menegaskan satu hal sederhana. Aku mencintaimu Baekhyun-ah. Aku sangat sangat mencintaimu. dan kau, Baekhyun?"

Lidahnya kelu. Menghempaskan tubuh kurusnya ke pelukan pemuda berbahu lebar itu. Tak perlu sebuah kata untuk menjelaskannya. Karena Chanyeol paham betul hati Baekhyun. Lengan kokoh nan panjang itu melingkari punggung sempit Baekhyun. Memeluknya erat namun penuh kelembutan. Membiarkan pemuda itu meredam sisa-sisa tangis haru didadanya.

"Apa kau paham perasaanku sekarang?" bisik Chanyeol tepat disamping telinga Baekhyun. Chanyeol bisa merasakan anggukan Baekhyun didadanya. Lalu tersenyum tipis. Perlahan Baekhyun menarik diri. Sedang lengannya masih tersampir di bahu kokoh sang kekasih. Menunduk tersipu ketika ditatap intens. Perlahan jemari panjang Chanyeol meraih dagu Baekhyun. Mengusapnya lembut, lalu menariknya mendekat. Matanya terkunci pada bibir lembut merekah milik Baekhyun.

"Baekhyun-ah..." bisik Chanyeol seduktif.

Baekhyun bersumpah, meski ini bukan pertama kalinya Chanyeol mencium lembut dan penuh gairah. Reaksi jantungnya masih sama saat pertama kali dia melakukannya. Berdegup kencang, sama seperti irama degup jantung pemuda yang tengah mencumbunya. Dan dia rasa hal itu akan tetap sama di masa depan. Rasa ingin memiliki dan dimiliki. Untuk kedua kalinya Baekhyun merasa cintanya tidak pernah bertepuk sebelah tangan. Baekhyun sudah menyerah dengan takdirnya. Sudah dua kali dia ingin membuang cintanya pada Chanyeol. Dua kali pula cintanya kembali padanya.

"apa ini... sungguh tak apa?" Bisik Chanyeol pada Baekhyun yang tengah terbaring lemas dikungkungannya. Matanya menatap penuh harap meski sedikit khawatir.

Baekhyun tersenyum tipis. Lalu sedikit bangkit untuk mengalungkan lengannya dileher kokoh Chanyeol. Diperpotongan lehernya, Baekhyun membisikkan hal yang membuat Chanyeol sedikit menggeram rendah. Tingkah manis Baekhyun berhasil membangunkan sosok buas dari diri Chanyeol.

"Baekhyun-ah... Baekhyun-ah..." panggilnya lembut penuh keinginan. Menundukkan punggung lebarnya untuk mengecupi wajah Baekhyun. Satu hal yang Baekhyun sukai dari Chanyeol. Seberapa putus asanya dia, dia selalu memperlakukan Baekhyun dengan lembut. Nyata sekali Chanyeol menahan keinginannya yang menggebu. Namun sentuhannya pada Baekhyun sangat lembut. Penuh cinta kasih, seolah Baekhyun adalah gelembung yang bisa menghilang kapan saja ketika dia menyentuhnya.

Kecupan kecil itu turun dari pipi ke rahang, lalu berhenti di perpotongan leher. Mengecupnya lembut seraya menghirup aroma manis Baekhyun. Sesekali Chanyeol akan menyunggingkan senyuman tipis saat melihat reaksi Baekhyun yang bergetar kecil ketika titik sensitifnya tersentuh.

'Dia sangat imut.'

Satu persatu jemari Chanyeol membuka kancing kemeja Baekhyun yang telah kusut. Pergerakannya terhenti ketika pemuda jangkung itu mendapati Baekhyun mengenakan kalung berliontin cincin. Sekali lagi Chanyeol dibuat cemburu mati oleh pemilik cincin itu. Ulu hatinya kembali terasa sesak. Meskipun kini sosok yang dikaguminya telah rela membiarkannya menjamah. Meskipun dia sendiri yang menyaksikan sosok manis itu tersenyum dan menangis haru seraya melemparkan dirinya sendiri ke dalam pelukan hangat miliiknya. Baekhyun yang menyadari langsung terduduk.

"Oh... ini..." gumamnya sembari menggenggam benda mungil favoritnya itu.

"bukan. Maaf."

"Aku hanya cemburu, pokoknya..."

"Hum? Pokoknya?"

"Aku akan membuatmu melupakan orang itu secepatnya!!"

"..."

"..."

"Aku tidak mungkin bisa melupakannya." Lirih Baekhyun. Membuat Chanyeol sedikit agak kecewa. Tentu saja tidak semudah itu melupakan sosok yang pernah mengisi hari-harinya. Baekhyun mendorong bahu Chanyeol yang mengungkungnya. Lalu duduk dan melepaskan kalung yang melingkari leher sempitnya.

"Ini sungguh hukuman untukku karena tak mempertimbangkan perasaanmu." Jemari lentik itu menggapai tangan besar Chanyeol. Melepaskan cincin dari kalung itu. Lalu memasangkannya kepada pemilik aslinya. Di jari manis Chanyeol.

"Kau, bahkan meskipun dalam kondisi hilang ingatan. Kau masih memilihku lagi. Terima Kasih Park Chanyeol." Menarik punggung tangan lebar itu. Lalu menciumnya lembut. Chanyeol tertegun oleh kata dan tindakan Baekhyun. Dia masih tak memahami semuanya. Terlampau bingung sampai lidahnya kelu dan total hilang akal. Pikirannya kosong untuk memproses informasi sangat penting itu.

"Eh.. Kau bercandakan? Mengapa?"

Sepenggal kata yang mampu diucapkan pemilik telinga lebar itu. Sebelum Baekhyun tersenyum lega dan menariknya ke dalam pelukan hangat.

"Karena, itu adalah milikmu." Bisik Baekhyun lembut di samping telinga Chanyeol.

"Chanyeol-ah?" Baekhyun terkejut ketika secara tiba-tiba Chanyeol mendorong bahu Baekhyun menjauh.

Tidak.

Tapi aku tidak tahu,

Sebuah cincin?

"... aku?"

"itu adalah... aku?"

"Siall!!"

"Chanyeol.... " lirih Baekhyun ketika tubuh besar itu menarik pemuda bersurai kelam itu lagi. Memeluknya begitu erat.

"Bagaimana bisa aku... sesuatu yang sangat penting..." geram Chanyeol

"Maafkan aku."

"Chanyeol?"

"Maafkan aku." Kini Chanyeol tak kuasa menahan rasa bersalahnya. Menenggelamkan wajahnya di bahu sempit Baekhyun.

"Maafkan aku Baekhyun-ah!"

"Maafkan aku untuk membuatmu selalu bersedih dan menangis."

"Itu pasti sangat sakit. Pasti sangat kesepian. Perasaanmu.... akuu..." Butiran kristal mulai meleleh disudut mata Baekhyun.

"Tak apa Chanyeol-ah." Baekhyun menarik diri. Menghapus lembut lelehan air mata dipipi Chanyeol. "Aku juga minta maaf untuk mengatakan hal yang mengerikan."

"Mari kita lupakan semuanya seperti tidak ada yang pernah terjadi diantara kita."

Sepenggal kalimat tiba-tiba terngiang di otak Chanyeol. Tangan besar Chanyeol menangkup pipi tirus Baekhyun. Menempelkan dahi keduanya.

"Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan kamu akan meninggalkanku lagi!!" seru Chanyeol.

Perasaan cinta, kasih, rindu, kekecewaan dan rasa bersalah membuncah didada keduanya. Meleburkan semua perasaan itu dalam sebuah ciuman yang penuh dengan emosi dan gairah.


Load failed, please RETRY

The End Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login