Tirai hitam raksasa bertabur bintang telah direntangkan di langit. Di saat malam benar-benar telah datang, kota pesisir itu berubah gelap dan senyap dengan cepat, hanya ada beberapa orang yang berjalan di luar sambil membawa lentera minyak.
Pada rumah-rumah yang dihuni penduduk, cerobong asap mengepul, tanda orang-orang di dalamnya sedang memasak sesuatu untuk makan malam setelah lelah beraktivitas seharian.
Pada Panti Asuhan yang terletak di daerah pelabuhan juga tidak jauh berbeda. Kepulan asap dari cerobong terlihat, menandakan ada seseorang yang sedang memasak di dapur.
Di dalam Panti Asuhan tersebut, setiap anak yang tinggal di tempat itu duduk di depan meja makan, menunggu makan malam yang sedang dibuat oleh biarawati mereka untuk disajikan. Kehangatan, kebersamaan, dan keceriaan terlihat dengan jelas dari wajah mereka.
Meskipun di ruang makan tersebut jauh dari kata mewah, bahkan meja dan kursi serta alat makan terbuat dari kayu, anak-anak tersebut tidak terlihat mengeluh atau protes akan hal tersebut. Itu wajar dan patut disyukuri, itu adalah ajaran yang tertanam dalam kepribadian mereka sejak kecil.
Odo yang duduk di ruang makan Panti Asuhan bersama mereka merasa seperti salah tempat. Di perlihatkan kebersamaan enam anak di depannya yang terlihat seperti keluarga, rasa iri dan sedikit kesal sesaat terasa.
Di meja kayu tua berbentuk persegi panjang, pada jarak pandang yang bisa dilihat Odo, duduk enam anak yang terdiri dari empat anak perempuan dan dua anak laki-laki. Mereka semua terlihat tidak sabar dan bergurau satu sama lain sambil menunggu masakan yang sedang dibuat oleh Siska, biarawati tempat itu di dapur.
Pada arah kanan Odo, terlihat Mira dan Erial yang dipangku oleh Nesta. Mira dan Erial adalah dua anak perempuan kembar berambut kecokelatan, mereka masih berumur sekitar enam tahun dan terlihat sangat menempel dengan Nesta. Sedangkan Nesta sendiri adalah anak perempuan tertua yang tinggal di Panti Asuhan, berumur empat belas tahun, berambut cokelat panjang sepinggang, dan terlihat lebih dewasa dari anak lainnya.
Di seberang meja tempat ketiga anak perempuan itu duduk, terlihat Daniel dan Firkaf yang duduk bersebelahan. Mereka adalah dua anak laki-laki yang tinggal di Panti Asuhan. Daniel anak berumur 13 tahun yang terlihat ceria dan aktif, sedangkan Firkaf lebih tua satu tahun dan terlihat lebih cenderung pendiam dan memiliki wajah murung.
Tepat di seberang tempat Odo duduk, Nanra yang juga seakan salah tempat duduk di sana. Dari semua anak yang ada, gadis berumur sepuluh tahun itu memang terlihat berbeda, terutama untuk warna rambutnya yang sangat mencolok untuk orang dari Kerajaan Felixia yang kebanyakan memiliki warna rambut hitam, pirang, cokelat, atau merah gelap.
Odo berusaha untuk tidak memikirkan Nanra yang terlihat terkucilkan. Ia tahu, alasan Nanra terkucilkan sekarang bukan berarti Ia dibenci oleh anak Panti Asuhan lain, anak perempuan itu hanya sedang dalam masa hukuman karena pergi ke hutan diam-diam.
"Ah, rasanya salah tempat. Aneh, perasaan apa ini ...? Suasananya seperti saat di kelas semua orang sedang membahas pertandingan bola dan hanya aku yang gak nonton."
Odo sesaat menghela napas, kemudian melihat sekeliling ruang itu. Tembok batu bata berwarna abu-abu, perabotan sederhana seperti meja berlaci di sudut ruang, langit-langit yang cekung meruncing, serta lantai yang terbuat dari bata kapur.
Di tempat itu hanya ada penerangan berupa kristal sihir yang bersumber dari Reaktor Sihir kota. Berbeda dengan kediaman Luke yang menggunakan beberapa Reaktor Sihir untuk memenuhi kebutuhannya, kota tersebut hanya memiliki dua Reaktor Sihir yang tenaganya dialirkan melalui Sirkuit Sihir ke penjuru bangunan di kota pesisir. Hasilnya, kalau malam tiba kota tersebut terlihat gelap karena keterbatasan pencahayaan.
Bahkan di ruangan tempat Odo berada, selain pencahayaan dari kristal sihir yang digantung pada langit-langit seperti lampu gantung, perlu ditambah beberapa piring kecil berisi lilin minyak yang diletakkan di atas meja makan sebagai penerang.
Sebenarnya tanpa penerangan juga tidak masalah, Odo masih bisa meningkatkan penglihatan dengan sihir dan bisa dengan cukup jelas melihat di tempat gelap. Tetapi, dalam beberapa alasan Ia sedikit terganggu dengan keadaan yang baginya tidak biasa itu.
Odo Kembali melihat sekeliling. Dilihat dari manapun, ruang itu memang sangat mirip dengan ruang dalam sebuah gereja. Sambil mengingat kembali cerita Nanra saat di pelabuhan tadi sore, Odo memang tahu kalau Panti Asuhan tersebut merupakan sebuah tempat peribadatan kecil di pojok kota. Tetapi, dirinya baru percaya setelah melihatnya langsung.
"Hah ...." Sekali lagi Odo menghela napas. Melihat orang yang telah memberikan bahan makanan pada mereka tidak terlihat senang, kelima anak lain yang tadinya terlihat ceria lekas tenang seketika seraya melihat Odo dengan rasa cemas.
"Tuan Penyihir Kecil, kenapa Anda terlihat murung?" tanya Nesta, anak perempuan paling tua di Panti Asuhan. Ia lekas menurunkan Mila dan Erial dari pangkuan, kemudian berdiri dari tempat duduk dan berjalan menghampiri Odo.
Odo terlihat bingung dengan cara gadis itu memanggilnya. "Penyihir Kecil?" tanyanya dengan memperlihatkan ekspresi wajah datar.
"Tentu saja Anda, memangnya siapa lagi?" Nesta mendekatkan wajahnya, kemudian mengamati ekspresi Odo yang terlihat sangat malas dan tidak peduli.
"Aku bukan penyihir, aku pemburu. Aku sudah mengatakannya saat perkenalan tadi, 'kan? Aku Odo, pemburu dari desa di sekitar perbukitan."
Perkataan itu membuat Nesta tersenyum kecil. Dari ekspresi itu, Odo tahu kalau gadis itu sebenarnya telah menyadari identitasnya yang sesungguhnya.
"Ah, apa dia diberitahu biarawati itu? Yah, dia yang paling tua di antara semua anak, jadi wajar saja sih kalau dia tahu," pikir Odo.
"Hey, Odo! Tadi, saat kamu mengeluarkan mayat rusa dan ayam hutan dari jubah itu juga termasuk sihir?" tanya Daniel dari seberang meja makan.
"Ya, kurang lebih seperti itu," jawab Odo.
"Bagaimana caranya? Sihir itu bukan sesuatu yang mudah dikuasai, 'kan? Bahkan si Nesta saja hanya bisa menggunakan sihir api untuk memasak atau menyalakan perapian," tanya Daniel. Ia bangun dari tempat duduk, dan ikut menghampiri Odo.
Odo sekilas melirik ke arah Nesta, gadis itu kembali tersenyum dengan ramah. Walaupun penampilannya sederhana dengan gaun kusut berwarna kecokelatan, tetapi gadis itu memiliki paras yang bisa dibilang cantik.
"Kakak juga bisa menggunakan sihir elemen ya?" tanya Odo pada Nesta.
"Tentu saja, meski hanya sihir api tingkat rendah dan beberapa sihir angin."
Jawaban itu membuat Odo sedikit berpikir. Dari segi perkembangan sihir di dunia ini, bidang tersebut hampir seperti sebuah ilmu pengetahuan tersendiri. Dengan kata lain, Sihir tidak bisa dikuasai dengan sendirinya kecuali orang tersebut memang berbakat dari lahir.
"Dari siapa kak Nesta belajar sihir?" tanya Odo.
"Dari Mbak Siska. Untuk menjadi biarawati, aku belajar beberapa sihir berkah dan sihir untuk kegiatan sehari-hari. Kalau Odo, kamu belajar dari siapa?"
Melihat Nesta tidak menggunakan bahasa yang terasa formal lagi, Odo tersenyum kecil. Sambil mengangkat jari telunjuknya dan berdiri, Ia berkata, "Dari buku dan seorang ahli sihir hebat."
Perkataan penuh bangga Odo membuat anak-anak lain yang mendengarkannya terlihat kagum, kecuali Nanra yang hanya memasang ekspresi kalem karena pernah melihat kemampuan Odo secara langsung.
Setelah itu, mereka berbincang-bincang tentang sihir. Odo memberitahu dasar-dasar tentang sihir kepada mereka, meskipun yang benar-benar mendengarkan hanya Nesta, Daniel, Nanra, dan Firkaf saja. Sedangkan Mila dan Erial yang masih kecil hanya mendengarkan dengan wajah bingung dan benar-benar tidak paham.
Beberapa menit kemudian, Siska yang memasak di dapur memanggil dengan berteriak nada halus, "Nesta, bantu kakak membawa makanannya dari dapur ...!"
"Yaa ...!" jawab Nesta. Ia beranjak dari ruangan dan pergi ke dapur untuk membantu Siska.
Saat gadis itu pergi, Odo masih dihujani pertanyaan oleh Daniel. Bahkan, Firkaf yang dari tadi terlihat pendiam, sekarang ia ikut bertanya pada Odo tentang sihir.
.
.
.
.
Beberapa menit berlalu, masakan dari daging rusa dan ayam hutan tersaji di meja makan mereka. Itu terdiri dari sebuah sup daging rusa dengan bumbu garam dan rempah sederhana, serta sebuah ayam bakar yang dibumbui oleh garam dan mentega saja. Sebagai makanan pokok, di atas piring yang tersaji juga nasi jagung yang teksturnya terlihat kasar.
Pada saat semua orang termasuk Siska menyantap menu makan malam yang tergolong megah untuk orang Panti Asuhan, Odo duduk tanpa sedikit pun menyentuh makanan yang disajikan untuknya. Melihat semua orang menyantap dengan sendok dan bahkan sampai langsung menggunakan tangan saking lahapnya, nafsu makan Odo benar-benar tidak bertambah.
"Apaan ini? Bukannya Cuma dikasih garam dan mentega doang? Ini masakan?" pikir Odo. Menurutnya, itu terlalu sederhana untuk menjadi sebuah masakan dan kenyataannya memang seperti itu.
Karena ingin menghormati Siska yang telah memasakan makanan itu untuknya, dengan wajah sedikit terpaksa ia menyantapnya, tentu saja sampai habis meski Ia sempat berhenti sejenak untuk beberapa kali.
Sesudah semua orang selesai menyantap makanan, Siska membereskan semua alat makan yang terbuat dari kayu dibantu oleh Daniel dan Firkaf untuk dibawa ke belakang. Sedangkan Nesta yang memangku dua saudari kembar dan Nanra langsung duduk di kedua sisi Odo, kemudian kembali menghujaninya dengan pertanyaan.
"Odo, bisa kamu ajarkan aku beberapa sihir?" tanya Nesta.
"Sa-Saya juga ingin, Odo! Tolong ajari kami sihir!" ucap Nanra.
"Sihir?" Odo memasang wajah bertanya-tanya untuk apa kedua gadis itu meminta hal tersebut.
"Kalian tahu dasar sihir itu apa?" tanya Odo.
"Dasar sihir ....?" Nesta terlihat kebingungan, begitu pula Nanra.
Nesta mengelus Mila dan Erial di pangkuan, kemudian menjawab, "Kalau tidak salah, sihir merupakan sebuah metode untuk memanipulasi tenaga kehidupan yang disebut Mana untuk menimbulkan fenomena alam. Seperti contohnya ...."
Gadis itu mengulurkan telapak tangannya ke depan dan mulai merapalkan sebuah mantra.
"Api dasar dari empat elemen utama, bersuhu tinggi dan memiliki sifat membakar, terwujudlah!" Dari telapak tangan yang diulurkan, keluar kobaran api kecil yang tidak lebih besar dari mangkuk.
"Kalau yang diajarkan Mbak Siska, dasar sihir seperti ini. Sebuah manipulasi dengan mantra untuk menimbulkan keajaiban," ucap Nesta sambil menutup telapak tangan dan memadamkan sihir api.
"Ya, kurang lebih itu juga benar. Tapi, ada hal yang lebih dasar lagi untuk sihir," ucap Odo. Ia bangun dari kursi kayu, kemudian berjalan sedikit menjauh dari yang lain.
"Hal yang paling dasar dari sihir adalah imajinasi."
Perkataan anak itu membuat Nanra dan Nesta terlihat bingung. Tanpa menjelaskan, Odo kembali berkata, "Setelah itu kombinasi, manipulasi, pengendalian, perwujudan, dan baru mantra sebagai pembentuk."
"A-Apa maksudnya ....?" tanya Nanra dengan bingung.
Odo berbalik melihat Nanra dan Nesta, kemudian berkata, "Contohnya, sihir yang tadi Kak Nesta lakukan .... sihir api dasar ...."
Odo mengulurkan tangan kanan ke depan dengan telapak terbuka ke atas. Tanpa merapalkan mantra, sebuah kobaran api muncul pada telapak tangannya sama persis dengan apa yang tadi Nesta lakukan.
"Dasar sihir, hanya dengan imajinasi saja seharusnya sudah bisa mencapai tingkat ini."
Melihat apa yang Odo lakukan, Nanra dan Nesta terkejut. Mereka benar-benar tidak percaya sebuah sihir yang merupakan hal sakral bisa digunakan dengan sangat mudah seperti itu.
"Ba-Bagaimana bisa? Ka-kamu menggunakan sihir tanpa mantra?" tanya Nesta dengan wajah benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihat.
"Tentu saja bisa. Secara mendasar, mantra hanya berfungsi sebagai penguat imajinasi atau gambaran dalam penggunaan sihir. Pada tingkat awal seperti ini seharusnya bisa diaktifkan tanpa sebuah mantra. Hanya dengan membuat gambaran dari bentuk Mana, sihir sudah bisa digunakan. Inilah yang namanya dasar sihir. Sedangkan pada tingkat lanjutan, bisa dilakukan kombinasi, pengendalian, atau mantra untuk memperkuat sihir. Contohnya, dalam penambahan kombinasi ...."
Odo meningkatkan tekanan sihir seminimal mungkin, kemudian menggunakan sihir dasar elemen angin untuk memisahkan gas Hidrogen pada udara dan memusatkan nya pada kobaran api di telapak tangan. Seketika kobaran api meruncing dan berubah warna menjadi biru.
Nyala api itu begitu stabil, terlihat lebih terang,dan warna birunya terlihat sangat indah. Tentu saja, dalam hal suhu api biru lebih panas dari api merah.
"Ini yang terjadi saat sihir dasar elemen api dikombinasikan dengan sihir angin," jelas Odo.
"Eh, angin ...?" tanya Nanra bingung.
"Ya, sihir angin, atau lebih tepatnya adalah udara. Kalian berdua tahu perbedaan udara dan angin?"
Mereka berdua menggelengkan kepala dengan bingung. Dalam persepsi mereka, kedua hal itu bukanlah dua hal yang terlalu berbeda.
"Angin adalah udara yang bergerak, memiliki mobilitas dan vektor, sedangkan Udara adalah campuran gas yang terdapat di penjuru tempat. Dengan kata lain, dasar dari angin adalah udara."
Nanra dan Nesta sedikit paham dengan penjelasan tersebut. Pada dasarnya, setiap elemen yang ada pasti memiliki dasar, seperti halnya yang dijelaskan Odo tadi.
"Hem, kurang lebih aku paham. Ternyata cara kerja sihir seperti itu ya. Aku kira sihir itu hanya semacam merapalkan mantra dan mengepalkan struktur sihir saja," ucap Nesta.
"Ya, begitulah. Kalau diumpamakan, sihir itu semacam seperti membuat masakan. Kalau tiap-tiap jenis sihir digambarkan dengan bahan makanan dan bumbu, semakin pas kombinasinya maka akan semakin enak masakan yang dibuat. Kalau kombinasinya tidak pas, makanan yang dibuat akan tidak enak dan bahkan beracun. Hal itu sama dengan penggunaan sihir, setiap kombinasi akan membuat bentuk sihir yang berbeda. Tetapi kalau kombinasi salah, maka sihir itu bisa melukai pengguna."
Odo menutup telapak tangan dan memadamkan sihir api. Saat suasana menjadi sedikit senyap karena Nanra dan Nesta menatapnya penuh rasa kagum, Odo merasakan tatapan lain dari arah dapur. Tatapan itu berasal dari Siska, Daniel, dan Firkaf. Mereka bertiga dari tadi berdiri di depan pintu dapur dengan tatapan kagum dan juga mendengarkan penjelasan Odo dengan seksama.
"Sedang apa kalian ....?" tanya Odo dengan ekspresi datar.
Siska melangkah mendekat, biarawati itu sedikit merasa malu karena di usianya yang menginjak dua puluhan tidak mengetahui dasar sihir seperti itu.
"Tidak, hanya saja penjelasannya tadi sangat mengagumkan ..., jadi tidak enak menyelanya," ucap Siska.
"Apa Kak Siska tak mendapat pengetahuan itu saat belajar menjadi biarawati? Bukannya ada pembelajaran tentang semacam itu juga selain pendidikan religius? Setahuku, hal semacam itu cukup normal ...."
Mendengar pernyataan semacam itu, Siska benar-benar mulai paham kalau pengetahuan Odo tentang sihir benar-benar luas dan tidak biasa untuk anak seusianya, bahkan untuk seorang anak bangsawan.
"Ya ..., sihir yang kakak pelajari cenderung ke arah religius jadi ...."
"Ah ..., begitu ya ...."
Odo menyadarinya saat mendengar perkataan tersebut. Sihir yang mengarah ke religius, dengan kata lain dalam pengajaran sihir dianggap sebagai berkah atau keajaiban yang diberikan sang pencipta. Mengetahui hal tersebut, Odo memilih untuk tidak membahas itu karena hal berbau kepercayaan akan sangat sensitif untuk disinggung.
Setelah itu, hari semakin larut tanpa mereka sadari karena membahas hal-hal lainnya termasuk sihir. Saat semua anak Panti Asuhan sudah mulai mengantuk, Siska mengantar dua saudari kembali ke kamar, dan anak-anak lain masuk ke kamar masing-masing.
Karena kamar yang ada terbatas, Odo tidur di kamar sempit bersama dengan Daniel dan Firkaf pada satu tempat tidur. Untuk anak yang selalu tidur di ranjang besar dan luas sendirian, situasi tidur berdesakan seperti itu benar-benar membutanya kesulitan tidur.
««»»
Pada tengah malam, di saat semua anak di dalam Panti Asuhan telah tidur Odo tetap membuka matanya dengan lebar. Ia benar-benar tidak bisa tidur, bukan karena kamar kasurnya tidak enak, tetapi karena Daniel tidur tidak beraturan dan selalu berputar-putar posisi tidurnya.
Menyerah dengan situasi, Odo bangun dari tempat tidur dan melihat Daniel yang tidur menindihi Firkaf. Anehnya juga, anak yang terlihat pendiam itu tidak bangun dan tetap tidur nyenyak meskipun ditindihi Daniel dengan posisi terkapar.
"Aku kalah darinya soal ketahanan," ucap Odo dengan wajah malas.
Paham kalau dirinya benar-benar tidak bisa tidur di tempat tersebut, Odo keluar dari kamar dan berniat pergi ke Ruang Utama. Meskipun terlihat kecil dari luar dan hanya memiliki satu lantai dengan loteng, tetapi bangunan Panti Asuhan itu tergolong besar memanjang ke belakang.
Setelah keluar dari kamar, lorong utama dengan nuansa Gothic langsung menyambut. Sepanjang lorong itu terlihat beberapa pintu dari beberapa kamar, dapur, serta gudang, dengan ujung sebuah pintu yang berupa pintu menuju ruang utama dan di ujung lain adalah tembok yang memiliki kaca hias di bagian atasnya.
Setelah menarik napas ringan, Odo berjalan menuju pintu Ruang Utama. Ia memegang daun pintu, kemudian membukanya. Ia terkejut, melihat Ruang Utama dengan pintu utama Panti Asuhan terbuka lebar dan membiarkan angin malam masuk.
Yang membuat Odo terkejut bukanlah pintu utama yang terbuka malam-malam, tetapi Siska yang berdiri di depan pintu dengan hanya mengenakan pajama tidur berbahan tipis. Penampilan itu terasa asing, untuk perempuan yang selalu terlihat mengenakan pakaian biarawati.
Dengan rambut pirang yang terurai dan berkibar tertiup angin malam, Siska menoleh ke arah Odo. Sambil menyingkirkan poninya yang menutupi wajah, Ia bertanya dengan nada halus, "Belum tidur, Tuan Odo?"
"Belum ...." Odo kembali terdiam. Saat melihat perempuan itu, untuk pertama kalinya Ia merasa benar-benar percaya adanya Gadis Suci. Meskipun ibunya juga dikenal dengan Saint, tetapi Siska terasa berbeda.
"Aura sucinya memang tidak lebih kuat dari ibu, tapi orang ini .... benar-benar ...."
Melihat Odo yang terdiam, Siska sedikit tersenyum seraya bertanya, "Kenapa melamun? Memangnya ada apa di wajahku?"
"Tidak, hanya saja ... apa Kak Siska seorang Saint seperti ibuku?" tanya Odo.
"Saint? Seperti Nyonya Mavis? Senangnya aku disamakan dengan beliau. Tapi sayang, aku hanya manusia biasa, aku sama sekali tidak sebanding dengan sosok seperti malaikat itu. Kakak hanya benar-benar manusia biasa yang diberkahi kekuatan suci, hanya itu. Tidak lebih dan tidak kurang."
"Malaikat ...? Ibuku?" tanya Odo dengan bingung.
"Hem, Anda tidak tahu? Nyonya Mavis adalah salah satu pahlawan yang mengalahkan Raja Iblis dalam perang besar dua puluh tah⸻"
"Kalau itu aku sudah tahu," potong Odo.
"Kalau soal Nyonya Mavis adalah seorang anak malaikat anda juga sudah tahu?"
Perkataan itu membuat Odo terkejut. Ia benar-benar tidak menyangka kalau fakta semacam itu akan muncul.
"Ma-Malaikat?" tanya Odo sambil berjalan mendekati Siska dan berdiri di hadapannya.
"Ya, dari pada disebut keturunan, beliau malah lebih mirip disebut malaikat itu sendiri. Beliau bagaikan seorang malaikat yang turun dari surga ke dunia ini."
"A-Apa maksudnya? Aku baru dengan itu? Malaikat? Ibu?" tanya Odo dengan panik.
"Tenanglah, Tuan Odo. Itu hanya desas-desus saat masa peperangan berlangsung. Kalau beliau benar-benar seorang malaikat, mana mungkin Ia jatuh sakit seperti sekarang."
Perkataan itu membuat Odo sedikit tenang. Ia mulai berpikir dan menganalisis informasi, dari apa yang dikatakan Siska dan kondisi yang sedang dialami ibunya.
"Ngomong-omong, apa Kak Siska tahu alasan ekspedisi Dunia Astral kali ini diadakan?" tanya Odo.
"Hem, tentu untuk mencari bahan yang hanya ada di Dunia Astral untuk membuat obat untuk Nyonya Mavis. Bukannya kabar itu telah tersebar ke penjuru kekuasaan Marquess Luke?"
"Kalau begitu, apa Kakak tahu apa bahannya ...?"
"Kalau bahannya Kakak tidak tahu, tapi kata prajurit kota yang diikutkan dalam ekspedisi katanya mereka hendak melawan ...."
Jawaban itu benar-benar membuat Odo terkejut. Pada saat itu juga, Odo langsung paham mengapa saat ekspedisi pertama ayahnya mengalami kegagalan besar. Bahan itu bukanlah sebuah bahan yang mudah didapat seperti rerumputan herbal yang tumbuh dari tanah atau dari binatang melata, melainkan harus didapat dari dua monster legenda dari masa Peperangan Kuno.
"Naga Hitam dan Dryad Pohon Suci ....?" ucap Odo dengan wajah benar-benar terkejut.
.
.
.
.
Dini harinya, saat semua anak-anak Panti Asuhan belum bangun, Odo lekas pergi setelah meninggalkan beberapa daging rusa, ayam hutan, beberapa buah-buahan dan jamur yang diambil dari Jubah Dimensi kepada Siska.
Tanpa berpamitan dengan yang lain dan hanya berkata ada tempat yang harus dituju kepada Siska, Odo mengenakan Jubah Dimensi dan lekas menggunakan sihir elemen petir untuk meningkatkan mobilitasnya, kemudian meloncat jauh menggunakan sihir pelontar.
Tempat yang Odo tuju bukanlah Mansion tempat kediamannya, melainkan sebuah gua di daerah perbukitan berbatu tempat para monster liar tinggal.
««»»
Tepat di depan gua tempat sarang Orc yang Ia temukan saat menyelamatkan Nanra dua hari yang lalu, Odo berdiri dengan tatapan tajam dan penuh akan Mana yang membara menyelimuti tubuhnya. Mayat dari para Orc yang telah dihabisinya telah menghilang entah ke mana, yang tersisa hanya bekas seretan di tanah yang mengarah ke dalam gua.
"Sepertinya makhluk itu masih ada ...," pikir Odo dengan ekspresi datar.
Tujuan Odo datang ke tempat itu tidak lain adalah untuk membunuh monster yang hawa keberadaannya dirasakan dirinya saat menyelamatkan Nanra. Karena saat itu tidak ada alasan untuk membuat keributan dengan penghuni gua, Odo memilih untuk pergi dengan damai. Tetapi sekarang berbeda, Ia memiliki alasan dan tekad yang kuat untuk menghabisi monster yang bersemayam di dalam sana.
Alasannya sederhana, Ia ingin menyerap Inti Sihir makhluk tersebut untuk menambah kekuatannya sampai dirasa cukup untuk bisa menjelajah Dunia Astral. Odo sangat paham, dua monster yang memuat ayahnya pulang dengan kegagalan itu bukanlah monster receh yang bisa dibinasakan dengan mudah. Butuh persiapan matang dan strategi lebih untuk menaklukkannya.
Meskipun begitu, tidak ada jaminan ayahnya bisa kembali membawa keberhasilan dalam ekspedisi kedua Dunia Astral yang sedang berlangsung sekarang. Terlebih lagi, Odo tidak suka melihat ibunya sakit-sakitan lebih lama dari ini.
Odo melangkahkan kaki masuk ke dalam gua, dalam waktu bersamaan Ia meningkatkan tekanan sihir pada tingkat maksimal dan menggunakan sihir sensor getaran tanah untuk memetakan seluruh isi gua dalam pikirannya.
"Daratan tempat ku berpijak adalah Ibu dari semua makhluk hidup, dia mengetahui semua penghuninya dan memberitahukannya padaku ...."
Tekanan Mana yang melesat masuk ke dalam gua melalui permukaan tanah langsung mengirimkan lokasi makhluk yang ia cari. Tanpa membuang waktu, Odo mengibarkan Jubah Dimensi ke depan dan menekan salah satu Rune untuk mengeluarkan pedang. Pedang keluar dengan momentum ringan, kemudian Odo memegang gagangnya dan membuang sarung pedang ke lantai gua.
"Kau ..., monster yang bersemayam di dalam sana .... Maaf saja, ini mungkin tidak masuk akal bagimu yang hanya ingin berdiam diri , tapi aku punya alasan kuat untuk membunuhmu."
Odo membuat sebuah Rune dimensi pada punggung tangan kanannya dalam skala kecil, kemudian memasukkan Jubah Dimensi ke dalamnya untuk menjaga alat penyimpanan tersebut tetap aman. Rune pada punggung tangan kanan Odo berubah menghitam, dan setelah itu Ia membuat sebuah lingkaran sihir di telapak tangan kirinya sebagai kunci akses ruang dimensi tersebut.
"Persiapan, oke."
Setelah masuk beberapa langkah ke dalam gua, Odo berhenti melangkah dan memasang kuda-kuda. Ia memajukan kaki kanan ke depan dengan merendahkan posisi tubuhnya, kemudian memegang pedang pendek dengan kedua tangan dan mengarahkan mata pedangnya ke depan.
"Halilintar adalah bagian dari komponen dunia ...."
Seketika seluruh Mana yang menyelimuti tubuhnya berubah menjadi petir putih terang benderang yang menyambar lantai dan dinding gua. Permukaan gua tempatnya berpijak sedikit meleleh karena panas, sepatu yang dikenakannya mulai terurai menjadi butiran debu karena petir, pakainya sebagian terbakar karena itu, dan bahkan tubuhnya sendiri yang mengeluarkan sihir petir tersebut ikut terkena luka bakar pada bagian lengan dan bahu.
Tanpa memedulikan semua itu, Ia memusatkan seluruh petir putih di sekitar tubuhnya pada mata pedang yang ujungnya lurus ke depan. Dalam hitungan detik, mata pedang pecah dan berubah menjadi Mana padat yang memiliki unsur petir kuat.
"Cuaca yang diselimuti awan .... Pedang ini bukan merupakan bagian dari dunia, oleh karena itu ditolak segalanya. Dengan ini aku nyatakan kehancuran. Hangus lah bersama dunia, Speerblitz!!"
Duazz!! Ngiiing!!
Kilatan petir putih dengan kecepatan cahaya melesat ke dalam gua diikuti suara melenting. Kurang dalam hitungan detik, semua yang dilewati kilatan petir sebesar pedang tadi membuat dinding dan lantai di depan Odo meleleh panas. Dilihat dari cahaya yang mulai masuk dari sisi lain gua, Ia dapat tahu kalau serangan tadi sampai melubangi bukit di sisi lain.
Sesaat setelah sihir petir tersebut ditembakkan, mata pedang yang berfungsi sebagai medium berubah menjadi abu dan menghilang. Napas Odo seketika terasa berat, gagang pedang dijatuhkan, dan pandangannya benar-benar mulai pudar karena menggunakan Mana dalam jumlah terlalu banyak.
Di saat dirinya terjatuh berlutut dengan lemas, getaran dari arah gua terasa begitu jelas. Saat Odo mengangkat kepala dan melihat ke depan, Ia benar-benar terkejut dengan makhluk yang melaju sangat cepat ke arahnya.
"Meleset ...? Tidak mungkin, seharusnya serangan tadi sudah tepat sasaran!"
Monster yang melesat ke arahnya adalah ular raksasa yang memiliki sisik hijau menyala. Ukurannya hampir memenuhi gua, memiliki taring yang mengeluarkan Bisa Asam Pelebur dan napas yang mengeluarkan gas beracun.
"Eh, ularnya ... ukurannya ...."
Seketika rasa takut menyelimuti Odo. Kemarahan yang terpancar dari Ular Raksasa itu tidak diragukan lagi bercampur dengan hasrat membunuh yang dahsyat.
Berkat sihir Auto Senses yang telah aktif sejak awal, secara insting tubuh Odo bergerak sendiri di tengah rasa takut yang membuatnya membatu. Ia lekas berbalik , kemudian menggunakan sihir pelontar dengan secuil Mana yang tersisa untuk meloncat keluar dari gua.
Duar!!
Ular raksasa itu menerobos keluar dan menghancurkan mulut gua. Sesaat sebelum ular itu menghancurkan jalan keluar gua, Odo berhasil keluar terlebih dulu dengan meloncat dan berguling di atas permukaan tanah.
Odo berlutut lemas di hadapan ular yang menegakkan badannya dan mendesis keras penuh murka. Dengan segenap tenaga yang tersisa, Ia berusaha berdiri. Sambil menarik napas, Odo berusaha menenangkan diri untuk tidak termakan rasa takut dan kehilangan pemikiran rasional di situasi genting.
"Senses ... Akses, Mengacuhkan Rasa Sakit, Meningkatkan Refleks, Analisis."
Seketika sirkulasi Mana yang benar-benar tersisa sedikit dalam tubuh Odo mengalami perlambatan. Tanda-tanda kehidupan Odo berkurang, tetapi hawa membunuh dalam tubuh anak itu meningkat drastis.
Iris mata Odo melebar sampai hampir semua bagian putihnya menghilang, dan bola matanya berputar dengan cepat memindai monster ular raksasa di depannya secara visual. Dalam hitungan detik, seluruh informasi yang diperlukan didapatnya dari pengamatan tersebut. Odo berkedip, iris matanya berubah normal kembali.
"Giftmelata,Ular Raksasa Hijau Beracun ya .... Hah, aku kira apa? Ternyata monster sihir tingkat menengah ke atas. Bikin keget aja, berengsek!!"
Dengan darah yang mengalir keluar dari hidung dan mulutnya, Odo menatap ular raksasa sepanjang 30 meter lebih tersebut. Tubuh selebar kurang lebih lima meter, monster itu menegakkan badannya dan seakan berdiri dengan setengah panjang badannya. Kulitnya yang bercahaya hijau terlihat memancarkan tekanan sihir yang sangat kuat dan sekilas terlihat petir yang menjalar di sekujur tubuh ular raksasa itu.
Kulitnya yang bercahaya hijau terlihat memancarkan tekanan sihir yang sangat kuat dan sekilas terlihat petir yang menjalar di sekujur tubuh ular raksasa itu
"Shaaas!!" Giftmelata menyemburkan Bisa Asam ke arah Odo. Menyadari kalau serangan seperti itu akan datang, Odo telah meletakkan telapak tangan kirinya ke atas punggung tangan kanan.
"Terbuka!"
Syuut!
Dengan cepat Odo menarik keluar Jubah Dimensi dari Rune penyimpanan di punggung tangan kanan dengan menggunakan lingkaran sihir pada telapak tangan kiri sebagai kunci akses. Sesaat sebelum Bisa Asam mengenai Odo, Ia merentangkan Jubah Dimensi dalam keadaan aktif untuk menutupi tubuh dan memasukan seluruh Semburan Bisa Asam tersebut ke dalam ruang di dalam jubah tersebut.
Shuut!
Bisa yang disemburkan tersebut benar-benar tertelan dimensi penyimpanan pada jubahnya.
"Semuanya ditelan oleh ruang," ucap Odo dengan nada gelap.
Ia segera memakai Jubah Dimensi dan memberikan tatapan mengintimidasi ke arah Giftmelata. Dalam sekejap, tatapan itu seakan memutar hierarki antara pemburu dan buruan di antara mereka.
"Monster jenis sepertimu seharusnya hanya memiliki Racun Asam, Napas Racun, serta Sisik sekuat baja saja. Tapi ..., kenapa sekarang tubuhmu penuh dengan sihir petir yang membuat sisikmu bercahaya ya ....? Apa kau makan kristal sihir? Tidak ... bukan!?"
Odo tahu kalau kesempatannya menang sangatlah tipis. Tubuh yang terlalu terbebani karena menggunakan sihir petir sebelumnya, Vitalitas yang benar-benar hampir sampai pada batasnya, dan luka bakar di kedua tangannya benar-benar memperburuk keadaan.
Tetapi itu juga berlaku pada Giftmelata, sekujur tubuh monster itu telah pada batasnya. Serangan pembuka yang digunakan Odo sebelumnya tidaklah meleset, serangan itu dengan telak mengenai monster itu tetapi hanya saja tidak menghabisinya karena struktur sisik yang ada.
Kulit sekeras baja, dengan kata lain itu juga bisa berarti memiliki unsur logam yang dalam beberapa kasus ada yang bisa menjadi penghantar elektrik yang buruk. Meskipun karena struktur kulitnya Giftmelata selamat, tetapi tanda-tanda kehancuran pada tubuhnya benar-benar terlihat. Retakan bercahaya pada tubuhnya adalah tanda paling jelas.
Giftmelata melata ke arah Odo, kemudian mengibaskan ekor besarnya dengan sangat cepat. Melihat serangan itu, Odo tersenyum gelap sambil memasang Jubah Dimensi sebagai tameng.
"Semuanya ditelan oleh ruang."
Syuu!!
Saat ekor monster ular raksasa hijau menyentuh Jubah Dimensi, seketika ekor monster itu terserap masuk ke dalam ruang di dalam jubah. Ketika ruang akan penuh, Odo langsung menutup paksa ruang dan ....
Crak!!
"SHAAAAA!!"
Dimensi yang tertutup cepat lebih tajam dari senjata apapun memotong ekor monster ular itu. Giftmelata berguling-guling kesakitan, Mana dan darah cair berwarna hijau keluar dari luka ekornya yang terpotong.
Melihat itu, senyum dalam sensasi hidup dan mati terlihat jelas pada wajah Odo. Ia berjalan dengan tubuh gentayangan ke arah monster yang benar-benar berubah menjadi mangsa itu
"Kau ... jadilah ...tumbalku ....!!"
Perkataan Odo langsung tersampaikan pada Giftmelata melalui hasrat membunuhnya. Walaupun tubuh anak itu bahkan tidak lebih besar dari ukurannya, dengan amat jelas Giftmelata dibuat gemetar ketakutan olehnya.
Setelah itu, dengan tanpa ampun, bagaikan dirinya sendiri seorang monster, Odo memotong-motong tubuh Giftmelata menggunakan Sihir Dimensi yang ada pada jubahnya.
Odo memotong dari ekor, terus bertahap dan bertambah 1,5 meter sampai menyisakan bagian kepalanya. Saat monster itu sampai pada penghujung hidupnya, tanpa ragu Odo memotongnya lagi menggunakan Jubah Dimensi dan dengan itu seluruh anggota tubuh Giftmelata benar-benar tersimpan dalam ruang di jubahnya.
Odo berdiri lemas setelah menghabisi monster ular tersebut, tubuhnya ambruk ke belakang dan terjatuh ke atas permukaan tanah penuh ceceran darah monster tadi. Pandangannya mulai pudar, kesadarannya seakan mulai melayang ke atas.
Sebelum kesadaran Odo benar-benar menghilang, Ia mengaktifkan Auto Senses pada tingkat pertahanan terkuat dengan dasar mempertahankan kehidupan.