Download App

Chapter 7: 7. Pertempuran Pertama

Ketiga jenderal besar Alivonia dan para pahlawan dari dunia lain telah memasuki labirin Hexaphilia. Awalnya mereka terlihat takut, tapi Gilbert dengan sigap menenangkan situasi.

Sebagai salah satu manusia yang memiliki kelas pahlawan, sudah seharusnya ia memimpin teman-temannya dalam menghadapi berbagai situasi.

Seperti biasa, Riyan berjalan menyusuri lorong labirin dengan tenang tanpa menghiraukan suara-suara yang ditimbulkan oleh teman-temannya. Sambil berjalan, Riyan menganalisa sekelilingnya secara diam-diam. Karena ia berada di barisan belakang, tepat di depan Faizal, sang jenderal serta adik Faleon, ia dapat dengan bebas memperhatikan kondisi labirin ini.

'Dindingnya terbuat dari batu yang keras, tapi sepertinya sebentar lagi akan ambruk. Itu sangat jelas terlihat dari retakan-retakan yang terdapat di dinding. Mungkin karena sudah terlalu lama atau pengikisan akibat air hujan.'

Itu hanyalah hipotesis dari hasil observasi belaka, tapi dengan pengetahuan yang ia miliki, kemungkinan besar perkiraannya akan terjadi, cepat atau lambat.

Sesaat kemudian, langkah Faleon berhenti dan tentu saja para murid otomatis ikut berhenti, termasuk Riyan. Semuanya memasang ekspresi bingung, tapi Faleon tersenyum kecil. Ia menarik pedang yang ada di pinggangnya dan membentuk kuda-kuda.

"Semuanya bersiap! Kita kedatangan tamu!"

Dengan lantang, ia menggemakan suaranya tersebut memperingati para murid. Mendengar Faleon, mereka langsung menarik senjata dan menyiapkan kuda-kuda masing-masing. Tifania mengambil tongkat sihir dari punggungnya, Gilbert menarik pedangnya, dan diikuti yang lain.

Riyan langsung meraih pedang yang ada di punggungnya dengan posisi sedikit merunduk, tapi ia tidak menariknya. Ia bersiap untuk elemen kejutan yang mungkin akan datang menyerang dari depan, belakang, maupun samping. Karena ia berhenti tepat di perempatan lorong yang ada di dalam labirin, ia harus lebih waspada, walau ada Faizal sang jenderal yang menjaga belakangnya.

Ia menajamkan indera pendengaran serta perasanya seperti yang diajarkan Faleon. Tidak ada yang mengetahui apa yang dilakukan oleh Riyan, karena tak ada yang melihatnya, semua perhatian murid fokus ke depan seolah-olah bagian belakang telah benar-benar terjaga oleh Faizal.

DRRR!!

Tanah dan dinding bagian depan bergetar pelan, hal itu dapat dirasakan oleh Riyan yang bahkan berada di bagian belakang barisan. Ia menggunakan jubah hijau tua longgar yang memiliki tudung khusus yang takkan mengganggunya menarik pedang.

Para murid mengencangkan kuda-kuda mereka dengan sedikit perasaan takut yang menyelimuti. Walaupun semuanya takut, Gilbert, Riyan, Tifania, Layla, dan Johan tidak terlihat gentar. Ekspresi serius mereka pasang di wajah mereka masing-masing, termasuk Riyan tentunya. Ia telah beberapa kali melawan monster sungguhan bersama Faleon, wajar jika ia tidak gentar sama sekali.

Beberapa saat kemudian, di depan, dari dalam bayangan, muncullah sekawanan orang-orang kecil berkulit hijau dan mata hitam besar memakai seutas kain cokelat untuk menutupi bagian bawah mereka, serta memiliki telinga runcing yang panjang.

Mereka membawa senjata berupa balok kayu kecil, pisau ringan, batu-batu kecil, dan beberapa senjata primitif lainnya. Beberapa dari mereka tidak membawa apapun, tapi kukunya sangat panjang, mungkin panjangnya sampai 5 cm.

"[Appraisal]!"

Dengan cekatan, Gilbert mengerahkan skill [Apprasial]-nya untuk menilai salah satu orang kecil berkulit hijau tersebut.

---

Nama : Cave Goblin

Ras : Goblin

Kelas : Soldier

Level : 19

Nyawa : 470/470

Mana : 20/20

Kekuatan Fisik : 230

Kekuatan Sihir : 14

Ketahanan : 30

Atribut : -

Skill : Throwing Stone, Mace User

---

Melihat apa yang ia lihat dari skill [Appraisal]-nya, Gilbert cukup terkejut. Saat ini para murid berada di level 20-25, tentu saja kecuali Riyan, Cave Goblin seperti ini bukanlah lawan pantas bagi mereka. Walau begitu, bukan level Goblin tersebut, tetapi statusnyalah yang membuat Gilbert terkejut.

"Ada apa, Gilbert? Apa ada sesuatu yang salah?"

Gilbert sedikit terkejut mendengar pertanyaan Tifania yang memecah perhatiannya. Ia sedikit takut, tapi tetap tenang tak menunjukkan sedikit pun perasaan negatif tersebut kepada teman-teman yang mempercayainya.

"Status mereka melebihi level yang seharusnya mereka miliki."

Para murid terkejut karena pernyataan dari Gilbert. Faleon yang berada di depan, masih tersenyum dengan kuda-kuda kuat. Kemudian ia menoleh ke belakang dan mengangkat suaranya untuk menenangkan para murid yang ketakutan.

"Jangan takut! Status itu hanyalah angka! Kekuatan yang sebenarnya adalah kekuatan yang berasal dari diri kalian sendiri!"

"Ta-tapi, apa kami bisa?"

Salah satu murid menjawab dengan nada bergetar disertai rasa aku yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Lalu untuk apa kalian kami latih selama ini?! Kalian pahlawan?! Atau hanya orang-orang yang ingin bertambah kuat tanpa risiko?! Sudah kukatakan saat kalian dipanggil ke dunia ini, kalian dapat memilih untuk menjadi pahlawan atau penduduk biasa! Siapa pun yang mengambil keputusan, harus berjalan melalui dan menyelesaikannya, walaupun itu amat sangat berat!!"

Selagi Faleon berbicara, salah satu Cave Goblin yang ada di depan, yang menggunakan pemukul kayu dengan gagang kecil, melompat ke arahnya sambil mengangkat senjatanya untuk menyerang sang jenderal. Tapi dengan mudahnya, ia menebas tubuh Cave Goblin tersebut menjadi dua bagian dengan satu ayunan.

Para murid sangat terkejut melihat Goblin itu terbelah dan mati hanya dalam sekali serang, seakan-akan status parameter nyawanya yang dapat dikatakan banyak untuk monster level rendah, tak berarti sama sekali.

"A-apa yang terjadi?"

Gilbert yang memiliki status tertinggi di antara para pahlawan mulai bertanya-tanya. Faleon menegakkan tubuhnya kembali yang tadi sedikit tertunduk akibat menebas Goblin, dan menjawab pertanyaan Gilbert.

"Gilbert, coba kau kerahkan [Appraisal] padaku."

"Eh? Kenapa?"

"Sudahlah, lakukan saja."

Gilbert kebingungan dengan ucapan Faleon, tapi ia tetap melakukannya. Begitu mengerahkan [Appraisal], ia terkejut. Sambil diperhatikan oleh seluruh murid, Faleon mengayunkan pedangnya menebas para Cave Goblin yang melompat ke arahnya satu persatu.

"Apa ini?"

Dengan keterkejutan yang sangat, Gilbert menunjuk layar status hasil skill [Appraisal] yang hanya dapat ia lihat sendiri. Ia tercengang dengan apa yang terpampang di sana. Matanya terbelalak dan mulutnya terbuka lebar tak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Gilbert? Kau kenapa?"

"Gu-gunakan skill [Appraisal]-mu kepada jenderal Faleon jika ingin tahu."

Sama halnya seperti Gilbert, awalnya Tifania kebingungan, tapi ia segera menuruti apa yang dikatakan padanya. Saat ia mengetahui apa yang membuat Gilbert terkejut sampai seperti ini, ia membuat reaksi yang hampir sama.

---

Nama : Faleon Hazefaith

Ras : Human

Kelas : Knight, Holy Knight

Level : 97

Nyawa : 12870/12870

Mana : 1200/1200

Kekuatan Fisik : 790

Kekuatan Sihir : 130

Ketahanan : 390

Atribut : Api, Cahaya

Skill : Sword Master, Holy Sword, Holy Eraser, Mana Blast, Vixion Slash, Rotation Slash, Self-Healing, Power Booster, Slash, Destruction Slash

---

Riyan tidak terlalu terkejut dengan itu karena ia telah melihat kekuatan Faleon selama berminggu-minggu lamanya. Awalnya Riyan cukup terkejut, tapi seperti biasa, ia tak terlalu peduli dengan hal itu. Perbandingan kekuatan mereka berdua sangatlah jauh. Selain itu...

"Kelasnya... ada dua?"

Mereka lebih terkejut ketika mengetahui bahwa Faleon memiliki dua kelas yang berbeda. Tidak ada dari mereka yang memiliki dua kelas yang berbeda seperti Faleon. Menyadari para murid kebingungan, Fileza mengangkat suaranya dan menjelaskan kenapa Faleon mempunyai dua kelas yang berbeda.

"Dengar. Seseorang bisa mendapatkan dua kelas yang berbeda itu karena keputusan orang tersebut. Kakakku awalnya hanyalah seorang manusia dengan kelas Knight biasa, tetapi ia dengan kerja keras dan kemampuannya, ia mendapatkan kelas kedua, yakni Holy Knight."

Holy Knight, kelas yang didapatkan saat seseorang mampu memenuhi syarat-syarat tertentu. Dengan kata lain, kelas Holy Knight adalah second job jika di dalam game, sayangnya tidak ada sistem job di dunia ini, yang ada hanyalah kelas.

'Kelas kedua, hanya orang-orang tertentu yang mampu mendapatkan itu. Bukan hanya karena bakat, tetapi kemampuan serta hatinya juga berpengaruh. Karena itu, seseorang harus memiliki hati murni untuk mendapatkan kelas kedua ini. Dan orang yang mendapatkan kelas kedua itu akan menjadi sangat-sangat kuat, sama atau lebih kuat dari jenderal yang sedang mengatasi kerumunan Cave Goblin di depan itu.'

Kelas seseorang biasanya akan muncul pada umur 14-18 tahun. Jika kelas seseorang muncul lebih cepat, maka itu pertanda baik, jika terlambat mungkin merupakan sebuah pertanda buruk. Walau begitu, biasanya anak remaja dalam rentang usia itu akan mendapatkan kelas Citizen, tergantung dari aktivitas keseharian, bakat, serta kemampuannya.

Kelas Holy Knight, kelas kedua yang dimiliki oleh Faleon, adalah sebuah kelas yang sangat langka. Hanya ada sekitar 10 orang saja di dunia ini yang mendapatkan kelas Holy Knight ini. Kemampuan khususnya yaitu dapat menyembuhkan diri sendiri berapa kali pun, selama ada mana yang mendukung. Skill tersebut bernama [Self-Healing].

[Self-Healing] adalah sebuah skill khusus untuk para pemilik kelas Holy Knight. Skill ini dapat memulihkan berbagai macam luka yang diderita pengguna, selama penggunanya memiliki mana. Memang terdengar semacam sihir atau skill penyembuh, tapi bedanya kecepatan penyembuhan skill ini 10 kali lebih cepat daripada [Heal] milik Tifania dan tak bisa digunakan untuk orang lain, hanya sang pengguna yang dapat memakainya secara bebas.

Sudah lebih dari 10 mayat Goblin yang terdampar di atas tanah dengan keadaan yang mengenaskan. Para murid merasa jijik ketika melihat mayat-mayat Cave Goblin yang telah dibunuh Faleon dengan tebasan membelah. Organ-organ dalamnya terlihat jelas, itulah yang membuat para murid semakin mual dan tidak enak. Walau mereka adalah Goblin, organ mereka sama seperti manusia, hanya berbeda di ukurannya saja.

Gilbert sedikit menunjukkan ekspresi mualnya, tapi tidak separah murid yang lain. Tifania menutup matanya seakan-akan tidak ingin melihat pembantaian semacam ini lagi, tapi Gilbert berusaha agar ia tetap membuka mata untuk membiasakan diri sekaligus melatih mental. Kebanyakan murid perempuan lain telah menutup mata mereka serapat mungkin, tapi sesekali mereka mengintip karena penasaran dengan apa yang terjadi berikutnya.

Di saat para murid ketakutan, Riyan tetap tenang melihat organ-organ dalam yang berceceran bersama genangan cairan merah kental merambat secara perlahan menuju kakinya.

Beberapa lama kemudian, para Goblin berhenti menyerang Faleon. Mungkin karena banyak teman-temannya dibantai seorang diri, mereka merasa takut. Faleon hanya tersenyum kecil sambil memanggul pedangnya di bahu kanan. Lalu ia berbalik dan melihat para pahlawan yang sedang gemetar ketakutan.

"Karena inilah yang mulia menyuruh kalian mencoba memasuki labirin ini, yang tak lain dan tak bukan hanya untuk membiasakan diri kalian melihat pemandangan seperti ini, sekaligus untuk merasakan langsung."

Dengan senyuman mengintimidasi, Faleon menyatakan hal tersebut. Mendengar ini, para murid menjadi panik dan lebih takut lagi, disertai mual-mual. Gilbert sedikit tertekan, tapi ia dapat menanganinya. Saat ini para murid dipenuhi ketakutan sampai tidak bisa bergerak.

"GRAA!!"

Saat itu juga, salah satu Goblin dengan pedang pendek menerjang dari depan melewati Faleon dan melesat menuju Tifania yang tengah ketakutan itu. Gilbert menarik pedang yang ia bawa di pinggang dan membentuk kuda-kuda bertarung, lalu dengan cepat melangkahkan kaki ke depan Tifania seakan-akan ingin melindungi gadis berambut cokelat tersebut. Tapi karena ketakutan, ia tidak bisa fokus kepada goblin yang ada di depannya itu.

'Tu-tubuhku tak bisa bergerak? Apa ini? Takut? Aku? Sang pemilik kelas pahlawan? Yang benar saja!'

Sekuat apapun ia melawan rasa takutnya, bayangan tentang ia menebas dan membunuh Cave Goblin muncul di pikirannya. Ia tidak ingin membunuh, tapi mau tidak mau ia harus bergerak, jika ingin selamat.

"Sialan!!"

Bersamaan dengan teriakan lantangnya tersebut, Gilbert mengayunkan pedangnya sambil dipenuhi ketakutan karena akan dicap sebagai pembunuh, walau yang ia akan bunuh bukanlah manusia. Mungkin ia terlalu khawatir.

Saking takutnya, ia mengayunkan pedangnya secara asal-asalan untuk menakuti Goblin tersebut agar mundur, tapi itu tidak berhasil. Goblin tersebut berhasil menghindar dan tetap bertahan. Ketakutan dan kekhawatiran Gilbert semakin bertambah melihat reaksi Goblin itu yang sama sekali tak diharapkan olehnya.

Saat momentum pedangnya mencapai bawah, Goblin tersebut langsung melompat ke arahnya dengan pedang yang siap diayunkan menembus leher sang pemilik kelas pahlawan. Tapi tidak semudah itu, Gilbert menghindarinya dengan cara melentingkan punggungnya sehingga dapat menghindari serangan fatal tersebut.

Hampir kehilangan keseimbangan, ia langsung menegakkan kembali tubuhnya dan melangkah ke belakang. Ia kembali ke posisi semula dimana ia berdiri tadi, sedangkan Goblin itu dengan santainya mendarat di tanah sambil tersenyum licik. Faleon terkikik melihat seseorang yang memiliki kelas pahlawan, sekaligus berlatih langsung di bawah bimbingannya, tidak dapat membunuh seorang Goblin.

"Khekhekhe..."

Goblin itu kembali melancarkan serangan, Gilbert pun meresponnya dengan pedang yang ia genggam tersebut. Dentingan besi dari pedang seorang pahlawan dan seorang Goblin tak terelakkan dan terus berbunyi. Terjadi pertarungan yang cukup sengit antara Gilbert dengan Cave Goblin itu.

Dari belakang, teman-temannya memancarkan kekhawatiran yang cukup besar melihat Gilbert bertarung seorang diri dengan Goblin. Parameter nyawa keduanya berkurang sedikit demi sedikit akibat goresan yang tak terhindarkan. Jika dilihat dari stamina, kelihatannya goblin tersebut memiliki stamina lebih sedikit dibandingkan Gilbert.

"Sepertinya... aku yang akan menang... hah..."

Sambil mengatakan itu, ia berusaha menarik nafas sebanyak-banyaknya dan sedalam-dalamnya. Goblin tersebut membuat kerutan di wajahnya yang berwarna hijau tersebut karena mulai merasa kesulitan melawan lawannya ini. Dibandingkan dengan Faleon, kemampuan Gilbert masih jauh, itu karena tekanan serta ketakutan yang ia hadapi saat ini.

"Khaa!!"

Goblin itu berteriak, menggemakan suaranya di lorong labirin. Karena itu suaranya tersebut, Cave Goblin yang di depan juga mulai menyerbu para pahlawan. Faleon segera menarik diri dari garis depan dan berjalan cepat ke belakang sambil mengatakan sesuatu kepada para murid.

"Ini bagian kalian! Kalau ingin hidup, habisi mereka!"

Mendengar hal itu, tentu saja para murid terkejut dan panik. Bagaimana tidak? Saat masih diliputi rasa takut seperti ini, melawan segerombolan Cave Goblin yang bahkan membuat Gilbert sang pahlawan terkuat di antara mereka kesulitan? Itu adalah tantangan yang berat.

"Sialan! Mau tidak mau kita harus maju!"

""Ya!!""

Dengan sebuah seruan dari Johan yang menarik pedangnya, para laki-laki juga telah menarik senjatanya dan bersiap bertempur melawan gerombolan Goblin tersebut. Memang rasa takut yang hebat masih bersemayam di pikiran mereka, tapi sesuai kata-kata Faleon tadi, 'kalau ingin hidup, habisi mereka!'.

"Para penyembuh dan pengguna sihir, dukung kami dari belakang!"

""Siap!!""

Para murid yang memiliki kemampuan penyembuh, termasuk Tifania, menjawab Johan dengan tegas.

"Serang!!"

""Uoohh!!""

Mengikuti Johan, para laki-laki yang menggunakan senjata jarak dekat berlari ke depan menerjang kerumunan Cave Goblin. Pada saat itu juga, terjadilah pertempuran antara pahlawan dari dunia lain dengan Cave Goblin di labirin Hexaphilia, demi melatih mental serta kemampuan mereka.

***

Kira-kira sekitar 20 menit kemudian, lorong labirin tersebut menjadi sunyi, hanya suara tarikan serta hembusan nafas kasar yang terdengar di sana-sini. Para murid yang tadi dipenuhi ketakutan karena melihat sekaligus melakukan pembunuhan untuk pertama kalinya, sekarang telah mendesak para Cave Goblin hingga jumlah mereka berkurang drastis.

Hanya lima belas Goblin yang tersisa akibat pertempuran tadi. Para murid tidak teruka parah, itu karena para penyembuh serta pengguna sihir yang mendukung mereka dari belakang. Parameter nyawa mereka penuh kembali seperti semula setiap skill [Heal] atau [Area Heal] dari para penyembuh.

Nafasnya terengah-engah, tapi mereka masih dapat melanjutkan pertempuran, berhubung jumlah para Goblin telah jauh berkurang dari yang sebelumnya. Para Goblin juga mulai panik dan takut, mengetahui diri mereka terpojok di dinding, dikelilingi oleh para pahlawan, tapi mereka tetap tidak menyerah.

Di samping semua itu, yang sama sekali tak berkontribusi dalam pertempuran hanyalah Riyan semata. Ia menyadari tidak ada gunanya jika ia terjun ke dalam pertempuran mengikuti mereka, ia hanya akan menjadi penghalang belaka. Karena itulah, saat ini ia berdiam diri di belakang sambil memperhatikan cara bertempur dan bertarung para Goblin dan teman-temannya, sekaligus memperhatikan sekeliling agar memperbesar kemungkinan untuk mencegah serangan kejutan dari belakang maupun sampingnya.

Faleon, Fileza, dan Faizal, ketiga jenderal besar Alivonia itu berdiri di belakang sambil memperhatikan cara bertarung para murid dengan baik. Gilbert menyita banyak perhatian mereka karena pertarungan sengit dengan Cave Goblin terkuat di antara Goblin lainnya, tapi tak hanya itu, Riyan juga menarik Fileza dan Faizal untuk diperhatikan.

Pertarungan Gilbert telah usai beberapa menit yang lalu dengan dirinya sebagai pemenang, saat ini ia sedang beristirahat di belakang dengan Tifania yang berdiri di sampingnya. Memang lawannya hanyalah Cave Goblin, tapi ternyata ia melawan yang terkuat di antara makhluk hijau bertelinga runcing itu. Mungkin karena itulah ia kesulitan. Selain itu, Gilbert juga masih dibebani dengan rasa takutnya, walaupun perasaan itu menghilang secara perlahan dalam pertarungannya tadi.

"Anak itu, dia tetap tenang dan menganalisis pertempuran sekaligus memperhatikan sekelilingnya. Walau statusnya sangat parah, dia cukup hebat dalam bidang seperti ini."

Fileza menyatakan pendapatnya ketika memperhatikan Riyan dengan seksama, yang kemudian diikuti oleh anggukan persetujuan dari Faizal. Faleon hanya tersenyum mendengar kedua adiknya itu membicarakan Riyan. Tapi beberapa saat kemudian, ia menyadari sesuatu.

"Tunggu, kalian menyadari kalau Riyan ada di kelompok ini?"

Faleon terkejut begitu menyadari apa yang baru saja Fileza bicarakan.

"Hm, aku sih baru-baru saja. Aku cukup terkejut melihatnya yang tiba-tiba berada di barisan belakang."

"Aku sudah tahu, itu karena sejak masuk ke dalam labirin ini ia terus berjalan di depanku."

Mendengar itu, Faleon terkejut. Sejauh ini hanya dirinya, Remia, serta para murid yang langsung menyadari bahwa manusia bernama Riyan Klaint, ada. Karena tipisnya hawa keberadaan Riyan, ia menjadi sangat sulit untuk disadari, bahkan untuk seorang petarung berpengalaman sekalipun.

"Ayo, habisi mereka!"

ZRAATT!!

Dengan ini, pemenang pertempuran di lorong labirin Hexaphilia adalah para pahlawan. Ketiga jenderal yang memperhatikan mereka dari belakang tersenyum puas melihat anak-anak didik mereka berhasil mengatasi masalah ini, walaupun awalnya tidak mulus. Riyan juga melepas nafas lega melihat teman-temannya berhasil meraih kemenangan pertamanya.

'Untunglah mereka tidak terluka terlalu banyak.'

Di samping semua sikap yang ia tunjukkan kepada dunia, Riyan sangatlah peduli dan peka terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya, bahkan kepada orang-orang yang tidak menyadari akan dirinya maupun para penindasnya. Entah apa yang membuatnya seperti itu, tak ada yang tahu.

Setelah berhasil meraih kemenangan pertama, mereka melanjutkan perjalanan menuju bagian labirin yang lebih dalam. Sebelum itu, Faleon dan kedua saudaranya memberi peringatan bahwa mereka akan keluar dari labirin dan menunggu sampai para murid puas berlatih.

Ia mengingatkan kalau terjadi sesuatu yang berbahaya, mereka harus cepat keluar atau mengirim salah satu dari mereka keluar dari labirin untuk memberitahukan bahaya kepada para jenderal yang menunggu di luar labirin. Karena telah diperingatkan, ketiga jenderal besar Alivonia itu melangkahkan kakinya menuju pintu keluar labirin ini.

***

"Hahaha! Kau lihat kekuatanku tadi?! Dalam enam tebasan, aku membunuh satu Goblin!"

"Huh, bahkan jenderal Faleon dapat membunuhnya hanya dalam satu ayunan."

"I-itu tidak dihitung! Perbandingannya terlalu jauh!!"

""Hahahaha!""

Di dalam labirin, para murid bersendawa gurau untuk melepas lelah dan stres yang mereka alami hari ini. Sambil melahap makanan yang telah mereka bawa dari istana, mereka bercakap-cakap tanpa mempedulikan seluruh kejadian berdarah sebelumnya.

Seperti biasa, Riyan duduk terasing dari para murid. Ia menggigit roti gandumnya dengan perasaan gelisah. Memang ini waktu yang bagus untuk beristirahat, karena sudah waktunya makan siang, tapi dalam tempat berbahaya seperti labirin ini, tidak seharusnya berbicara dengan suara keras. Itulah yang membuat Riyan gelisah. Ia takut jika ada monster yang menyerang mereka secara mendadak.

Ia tidak bisa memperingatkan teman-temannya agar memelankan suara, karena suaranya takkan mencapai mereka. Ia sudah pasrah akan hal ini.

Walau diliputi rasa gelisah, Riyan tetap memakan rotinya untuk mengisi tenaga. Memang ia tidak menghabiskan banyak tenaga seperti yang lainnya, tapi ia harus berusaha menjaga kondisi prima ketika ada sesuatu yang berbahaya terjadi.

DRR!! DRR!! DRR!!

Saat para murid tengah beristirahat, sesuatu yang ditakutkan Riyan terjadi. Sesosok makhluk berkaki empat muncul sehingga membuat mereka terkejut dan langsung mencabut senjata siap bertempur. Roti gandum yang sebagai makan siang mereka simpan kembali di tas yang dibawa oleh Rizu. Para murid langsung bersiaga, termasuk Riyan. Tapi begitu melihat keseluruhan makhluk tersebut, mereka terkejut.

Tubuh yang besar, memiliki tinggi sekitar 5 meter dan panjang 4 meter. Bertubuh kambing, memiliki kaki dan kepala singa, serta ekor ular hitam yang panjang. Para murid benar-benar terbelalak melihat makhluk yang ada di depan mereka.

Itu adalah...

""[Chimera]!?""


CREATORS' THOUGHTS
Galih_Gates Galih_Gates

Tersedia di wattpad dengan judul dan pengarang yang sama~

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C7
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login