Download App

Chapter 4: 4. Dia Tepat dihadapanku

Dengan letih Nain berjalan menuju dapur rumahnya setelah pulang bekerja. Di sana ia menyiapkan dan menyantap makanannya sendiri. 

Setelah usai, ia bergegas menuju kamar tidur yang ada di lantai atas. Ia merebahkan tubuh nya di atas ranjang seraya menatap langit-langit kamar.

Tak lama ia memajamkan mata dan hanyut dalam mimpi yang selalu ia nantikan. Ya, menantikan bertemu pria misterius itu dan ingin bertanya segala yang mengganjal pikirannya. Yah, meskipun pria itu tidak pernah menjawabnya namun tetap saja Nain ingin berusaha.

Di sini sangat gelap. Sehingga sulit bagi Nain untuk melihat sekitar. Hanya indra perabanya yang bisa ia andalkan saat ini.

"Aku tidak bisa melihat apapun, tempat apa ini?"

"Tunggu, suaraku terdengar bergema. Apa ini sebuah gua?"

Aaaa!!! Aaa!! Aa!

Teriak Nain menggema mengisi ruang gua.

"Benar, aku berada di dalam gua jika terdengar dari pantulan suaraku," Nain berhenti dan berpikir.

"Tunggu, gua? Apa yang akan terjadi jika aku di dalam gua? Apakah gua ini akan runtuh? Tidak, tidak. Tenanglah Nain. Sekarang kau harus mencari jalan keluar terlebih dahulu," Nain mengangguk, mengatur napasnya dan berusaha meyakinkan dirinya.

Tak lama cahaya muncul dari kejauhan. Nain tersenyum dan berjalan mengikuti arah cahaya itu. "Kau beruntung Nai," Nain membanggakan diri.

Hingga sampai di pintu Gua. Nain berhenti berjalan dan memandangi sekelilingnya.

"Wah, akhirnya aku menemukan jalan keluar." Nain tersenyum senang.

"Tapi, tidak terjadi apapun?" Nain heran dan menghela napas berat.

"Baiklah. Mari kita lihat apa yang akan terjadi padaku?"

Nain memandang ke atas gua. Seluruh gua dipenuhi dengan lumut, tumbuhan yang bergantung dan batu yang begitu banyak berbeda ukuran. Seketika perasaanya mulai tidak enak dengan satu batu besar tepat di atas kepalanya.

Nain mencoba berjalan perlahan dan menjauh. Nain mempercepat langkahnya hingga ia berlari secepat mungkin. Tanpa di sadari, ia berlari mengarah ke jurang yang curam. Nain kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

Bruk!!!

Nain terjatuh dari tempat tidurnya.

"Aduh... Badanku sakit," Nain mengelus punggungnya. Segera ia berdiri dan duduk di atas ranjang.

"Akh... Kepalaku," lanjut mengelus kepalanya.

"Apa aku baru saja bermimpi jatuh dari jurang? Tapi bagaimana bisa aku terbangun tanpa memegang tangan pria misterius itu? Aneh."

"Yah, meskipun hanya asumsiku saja sih terbangun setelah memegang tangan pria itu, lagi pula dia tidak pernah bicara dan juga, aku selalu terbangun setelah memegang tangannya." gumam Nain bingung. 

"Tunggu, apa mimpiku sudah kembali normal seperti sebelum aku berumur 17 tahun? Pria itu juga tidak muncul seperti biasanya." Nain semakin bingung. Semua semakin sulit bagi otaknya. Kemudian Nain menggeleng tidak percaya.

"Tidak, tidak. Mungkin saja karena aku terjatuh sehingga aku bisa terbangun. Baiklah, aku harus kembali tidur, aku harus bertemu dengan pria itu. Masih banyak yang ingin kutanyakan tentang mimpiku ini dan kehadirannya yang misterius."

Nain mengibas-ngibaskan bantal di sebelah kirinya dan kembali berbaring.

"Tidur lagi saja, ah. Mungkin aku bisa kembali ke mimpiku semula. tapi... Bagaimana ya posisi tidurku tadi? jika dari sini ... begini? Tidak. Di sini? Tidak. Nah seperti ini." Nain mencoba menyesuaikan posisinya dari arah ia terjatuh dan memejamkan matanya.

Kring!!!

Belum sempat ia tertidur, alarm di samping tempat tidurnya membangunkannya. Nain menjulurkan tangan kanan nya malas dan mengambil jam alarm tersebut, ketika ia membuka mata, terlihat sudah pukul 06:30.

"Tidak! Ini sudah pagi." Nain bergegas lompat dari ranjangnya dan bersiap menuju sekolah yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya.

*TheSecretOfMyDream*

"Apa maksudmu tidak bekerja!" amarah Vaqsyi meledak. Ucapan thawabnya bahwa mimpi Nain tidak bisa di kendalikan membuatnya darah tinggi.

Thawabnya mengangguk kikuk. Tak berani lagi untuk membuka suara melihat amarah Rajanya tengah meledak.

"Kau ingat? Peraturan tentang mimpi gadis itu tidak akan bekerja selama Fiyyin berada di alam fana." jelas pamannya yang duduk di sebelah singgasana mengingatkan.

Vaqsyi menyadarinya dan berbalik,

"Jadi, maksudmu Fiyyin sedang di alam fana?" tanya Vaqsyi pada pamannya yang di balas anggukan.

"Bagaimana mungkin? Bukankah Galtain yang mengurusnya?"

Paman Vaqsyi tersenyum tipis dan menghela napas,

"Menurutmu sampai kapan Galtain akan menggantikannya? Terlebih sekarang Fiyyin pasti sudah pulih."

Vaqsyi menghela napas kasar dan berbalik. Wajahnya memerah menatap thawabnya. 

"Kalau begitu, cepat cari tahu keberadaan Fiyyin!"

*****

Nain telah sampai di sekolah dan berjalan masuk ke kelas nya. Ia duduk di bangku kedua dari depan dekat jendela. 

Selama berjalan ke kursinya, mata nya tertuju pada bangku di samping kiri nya. Ia heran melihat Zei tidak di sana. Bertanya-tanya mengapa Zei belum datang padahal bell sebentar lagi berbunyi. 

"Biasanya Zei datang lebih awal sebelum aku tiba di sekolah?" gumam Nain mulai khawatir.

"Ken? Kamu tidak melihat Zei?" Nain menepuk bahu tepat di depan nya dan bertanya pada teman dekat Zei yang selalu datang lebih awal untuk memastikan.

Ken membalikkan badannya,

"Zei? Aku tidak melihatnya masuk kelas dari tadi," jawab pria bernama ken itu dan kembali berbalik.

Nain menghela napas dan berpikir.

"(Apa Zei sedang sakit? Jika benar, aku jadi merasa tidak enak padanya setelah kemarin di coffe shop kami tidak bercanda seperti biasanya, kecuali membicarakan soal pekerjaan. Lagi pula Zei seperti sedang memikirkan banyak hal saat aku perhatikan sehingga aku tidak berani untuk mengajaknya bercanda. Apa lebih baik aku menemuinya nanti sepulang sekolah?)"

Tak lama kemudian bell berdering. Seketika suasana menjadi hening saat Guru Bahasa Indonesia, pak Avan, memasuki ruang kelas. Namun, suasana hening itu hanya sementara setelah seseorang berjalan di belakang pak Avan. Mata semua murid di kelas tertuju pada seseorang yang berjalan di hadapan mereka. 

Semua murid mulai berbisik. Terutama seluruh siswi perempuan dengan wajah merona melihat ketampanan pria yang berjalan dihadapan mereka.

Siapa dia?

Dia sangat tampan,

Apakah dia seorang model?

Sementara Nain. Sedari tadi Ia hanya bisa bergeming melihat pria itu. Matanya membulat serta jantungnya berpacu cepat semenjak pria itu masuk. Rasanya ia tidak percaya dengan yang ia lihat. Bahkan ia tidak sanggup menggerakkan tubuhnya. Bagaimana tidak? Pria yang ia lihat itu adalah pria misterius yang selalu hadir dalam mimpinya. 

"Di-dia... Bagaimana bisa? Dia nyata. A-apa ini? Dia jelas berjalan dihadapanku."

"Mustahil.." Nain masih tak percaya dengan yang ia lihat, dan tubuh mulai lemas. Dunia tersa berputar, matanya sayu dan perlahan mulai menutup.

Bruk!!!

Nain terjatuh tak sadarkan diri dari kursi yang ia duduki.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login