Aurora menari riang di istana, kemudian pandangannya terpaku pada lukisan kerajaan di dinding.
"Nurse...why do all the people in the paintings wear beautiful clothes? Aren't we the royal family and deserve to wear such beautiful clothes too?" tanyanya pada sang pengasuh yang sedang duduk merajut.
"Yes, my princess, but we can no longer make such clothes since all the spindles were destroyed by our king..." jawab sang pengasuh.
"What is a spindle? Is that a thing to make beautiful clothes? Why did my father destroy them?" tanya Aurora keheranan.
Pengasuh itu tiba-tiba menyadari kelancangannya.
"No... I.. I didn't mean that. No, Princess, you didn't hear me speak anything about it."
"Oh, tell me, Nanny... I promise won't tell father about this..." Aurora terus mendesak hingga wanita tua itu tak mampu menolaknya.
"Princess... on the day you were born, an evil fairy had given you a curse. She said, on your sixteenth anniversary you will die on a spindle. That's why your father commanded all the people to destroy their spindles..."
Putri Aurora tertegun.
"I... I never thought it was my fault..." ia termenung. "Nurse... who is the fairy who's given me the curse, and where does she live?"
"Princess, she is Morgan from The Black Tower."
"I'll go to see her and ask her to undo her spell..." ia bangkit dan pergi. Pengasuh yang terkejut segera berlari menahannya tetapi gagal. Aurora berhasil melepaskan diri dan meninggalkan pengasuhnya yang menangis ketakutan.
"Princess..! Oh, Princess, please don't go! Princess...!"
Layar ditutup dan Katerina kembali membacakan narasi tentang perjalanan Aurora yang akhirnya berhasil menemukan letak Menara Hitam.
Johan dan Hendry menutupi dinding kertas berlukiskan istana dengan kain hitam dan mengatur cahaya agar tampak remang-remang.
Desty segera mengambil posisi sebagai peri jahat di sudut ruangan dengan alat pintalnya, sementara Laura yang sudah tiba di belakang panggung segera melepas sepatunya. Ia berusaha menahan tangis dan rasa sakit di kakinya pada waktu bersamaan.
Semua orang serentak mengerumuninya.
"Laura, kamu kenapa?!"
Mereka pun melihat 3 buah paku payung yang menancap di kaki kiri Laura, semua berseru kaget.
Michael cepat-cepat duduk dan membantu Laura mencabut paku-paku itu.
"Kamu kenapa nggak bilang kalo kakimu sakit?" omelnya. "Pura-pura nggak terjadi apa-apa di atas panggung tadi..."
Nita yang baru mendengar tentang luka Laura tiba-tiba menjadi pucat. Keringat dingin membasahi keningnya.
Kenapa...?
Kenapa Laura tetap maju ke panggung walau pun kakinya terluka...?
Kenapa tidak menyerah saja...?
Tiba-tiba ia merasa sangat malu pada dirinya sendiri.
"Nit, cepat tukaran baju dengan Laura! Kamu harus menggantikannya...kaki Laura terlalu sakit untuk main." Kata Michael tegas.
Nita tertegun. Entah kenapa rasanya kini peran Aurora menjadi sangat tidak penting baginya.
"A..aku..." Ia tertunduk. Kemudian ia berlari mengambil kotak P3K dan berlutut di samping Laura. "Aku tidak pantas memerankan Aurora... Laura telah bekerja keras untuk menyelamatkan drama ini... Laura harus melanjutkannya sampai akhir...!"
Ia mengoleskan antiseptik di kaki yang terluka itu, membersihkan darahnya lalu dengan cekatan sekali membalutnya dengan kasa. Laura tertegun melihatnya.
"Oh, Nita...kamu baik sekali..." ia menghapus airmatanya. "Kamu baik sekali..."
"Kamu harus berjalan dengan hati-hati di panggung, biar kakimu tidak sakit dan hindari gerakan-gerakan yang sulit." Nita tersenyum dan menepuk bahu Laura dengan lembut. "Semoga sukses..."
"Te.. terima-kasih..."
Hendry tiba-tiba muncul dan memberi isyarat bahwa layar telah dibuka. Laura cepat mengenakan kembali sepatunya dan masuk panggung.
Katerina telah memasang Greig mengiringi Laura yang masuk panggung dengan gerakan yang waspada sekaligus takut. Panggung gelap sekali, hanya diterangi sebatang lilin yang dibawanya.
"Morgan...where are you..? My name is Aurora and I'd like to talk to you... Morgan..." Laura menoleh kanan kiri dengan khawatir.
Tiba-tiba lilin menyala di ujung panggung memperlihatkan seorang nenek tua yang sedang memintal kain dengan alat pintalnya. Laura bisa mendengar seruan tertahan para penonton yang barusan terkejut melihat kemunculan Desty.
"Hallo," Laura mendekatinya pelan-pelan.
"Yes? Who is it?" tanya Desty dengan suara seraknya.
"My name is Aurora... I'm here to meet Morgan the fairy. Are you Morgan? What are you doing?"
"I'm just a simple old lady. I'm spinning a cloth with my spindle."
Laura tertarik sekali mendengarnya. "What? A spindle? I've never seen one in my entire life. Is it dangerous?"
"No, it's not. Using it is a very simple thing to do. Go ahead, try to use it if you want to."
"But my father won't let me. People believe that I'll die on a spindle..."
"It's not dangerous... See, I can do it myself so easily. Sure you can do it too..." Morgan tersenyum licik. "Otherwise, you would never know how to use a spindle for your entire life..."
Aurora ragu-ragu. Akhirnya ia maju dan mencoba.
"You're right, Mam. It's so easy... It's.. aakh...!"
Aurora tiba-tiba tergeletak pingsan dan Morgan berdiri mengebaskan jubahnya sambil tertawa terbahak-bahak mengerikan.
"Whuaha..ha...ha..! I shall take my revenge...ha..ha..!"
Ia pun melayang pergi (efek ini disiapkan Johan sebagai kejutan dengan mengikat pinggang Desty dengan tali berwarna gelap dan menariknya dengan katrol. Di samping pangggung Katerina harus menahan tawa melihat mereka kemudian susah payah menurunkan Desty dari atas).
Penonton bertepuktangan atas atraksi hebat itu. Dari samping kemudian terdengar suara ribut-ribut langkah kaki beberapa orang yang datang. Raja dan beberapa menteri serta di pengasuh yang ketakutan.
"Oh, Aurora…what've happened to you?!"
Raja sedih dan marah sekali karena mengira putrinya sudah meninggal. Ia hendak menghukum si pengasuh ketika tiba-tiba Misty, si Peri Kabut, datang diiringi oleh sorotan tiga buah lampu senter besar yang dipegang oleh Johan dan Denny.
"Your Highness shall not worry because the princess is only sleeping for a hundred years. She'll be woke up by a prince who will be her true love."
Lampu kembali dinyalakan dan orang-orang bisa melihat Aurora telah dibaringkan di sebuah dipan yang dihias kain indah. Ratu yang menjagai Aurora tampak sedih sekali.
"But, Fairy… what would happen to my dear daughter if she wakes up and find us all have died during her sleep? She would be lonely and sad…"
"You don't have to worry, my queen, for I will spell all the people in the country to sleep a hundred years as well. then, one day, when the princess wakes up, all of you will too."
"Oh, thank you, Fairy…"
Misty mengacungkan tongkatnya dan membaca sebuah mantra, tiba-tiba glitter bertebaran dari atas
(Denny memanjat ke gantungan layar untuk menaburkannya) dan semua orang segera terpaku.
Misty keluar dengan cara yang sama dengan Morgan tetapi talinya hampir kelihatan.
Layar ditutup dan Katerina membacakan narasi terakhir.
"Ingat-ingat posisi setiap orang!" kata Michael. "Kalau nanti Pangeran Eric tiba di sana posisi orang-orang yang tidur harus sama seperti tadi…!"
Semua mengangguk.
Layar dibuka dan dinding kertas kembali ditutupi kain hitam, tetapi lampu dibiarkan terang. Masuklah Pangeran Eric dan pengawalnya yang setia. Mereka duduk di kardus yang disamarkan sebagai batu, mengipas-ngipas karena lelah.
Penonton bersorak keras karena sang pangeran telah muncul.
"Prince, I think we have gone far away enough. Your father's men won't find us here…" kata pengawal dengan lega.
Pangeran Eric menggeleng.
"No, we should run farther.."
"But…my body is tired. Can't you just go back and follow the king's order?"
"No, I won't do it. He orders me to marry the princess from Utopia… I don't want to marry anyone just now. I want to have some adventures first, then maybe one day I'll find a girl I really love and marry her…"
"Well… it's your decision."
Mereka bangkit dan dan berjalan lagi. Kali ini di ujung panggung telah ditaruh beberapa ikat alang-alng tinggi yang diambil anak-anak dari lapangan di belakang sekolah. Keduanya menebas alang-alang itu dengan pedangnya dan keheranan melihat alang-alangnya tidak ada yang patah.
"What's this? A magic grass? Why can't my sword cross it?" Pangeran Eric menghunjamkan pedangnya sekuat tenaga dan segera menarik pengawalnya menembus alang-alang itu, menghilang ke balik panggung.
Cahaya tiba-tiba dipadamkan dan anak-anak sibuk mengatur kembali adegan orang-orang yang tertidur di istana. Persis seperti semua, hanya saja kini alang-alang ditaruh di mana-mana.
Saat lampu kembali menyala, penonton melihat Pangeran Eric dan pengawalnya terlempar masuk ek dalam.
Mereka bangun dan keheranan melihat sekelilingnya.
"What's this? A ruined old castle… and.. look! All the people here are sleeping…!" Pangeran Eric memeriksa setiap orang yang berdiri kaku, lalu melangkah mendekati ranjang.
"This must be a king for he's wearing a crown on his head… This one must be his queen—and this…" Ia terpaku dan berlutut pelan-pelan di kaki tempat tidur, "..is the most beautiful princess I've ever seen…"
Ia menoleh sekeliling, "Why do all the people here sleep? What had happened to them? Poor people…"
Tiba-tiba Morgan datang dengan tawanya yang menakutkan.
"How dare you, young men, come to my castle and disturb me…!"
"Who are you? What happened to all people here?"
"I'm Morgan, and I'm going to make you one of them.. ha..ha..!"Ia mengeluarkan tongkatnya (sudah dipatahkan sebelumnya dan diberi selotip) sebelum sempat diayunkan Pangeran Eric telah menebas tongkat itu dengan pedangnya hingga patah. Morgan terkejut sekali, "How dare you! How…"
Saat itu Pangeran Eric telah menusuk dadanya dengan pedang dan Morgan terhuyung-huyung berjalan ke pinggir panggung (Denny menjatuhkan sebaskom tepung terigu dari atas ke tubuh Morgan dan Desty cepat menyingkir ke belakang panggung).
Penonton bertepuk tangan karena adegannya memang meyakinkan sekali, seolah-olah tubuh Morgan diliputi asap dan kemudian menghilang.
Pangeran Eric berlutut dan mengamati Putri Aurora yang tertidur.
"Oh, my beautiful princess, how I love you by the first sight. I wish you'd live and be my bride… I would go back to my father and take you as my wife…" Ia mendesah.
Lalu pelan-pelan ia menunduk dan mencium dahi Aurora (sudah dilatih agar hanya berjarak 2 milimeter dari dahi Laura).
Ia kemudian bangkit berdiri dan hendak melangkah pergi dalam kesedihan, ketika tiba-tiba ia mendengar suara menguap dan menemukan orang-orang di sekitarnya mulai terbangun. Dengan gembira ia segera berlari memburu Aurora dan menemukannya baru membuka mata dan bangun dari tidurnya.
"You're alive! You're alive!" teriak Pangeran Eric dengan gembira. Aurora duduk dan memandangnya.
"Who are you? Are you the prince who had woke me from my long sleep?" ia tersenyum lembut, "I have dreamt about you in my long sleep…"
"Yes, Princess… I'm the one. My name is Eric." Pangeran Eric bersimpuh di kaki pembaringan dan menatap Aurora dengan pandangan khimad. "Would you marry me?"
Aurora tertegun beberapa saat dan kemudian ia mengangguk pelan. Seluruh rakyat bersorak gembira dan layar pun ditutup.
Katerina membacakan narasi terakhir dan menutupnya dengan music Chopin yang ceria. Saat layar dibuka kembali, semua pemain dan kru sudah muncul dan membungkuk bersama-sama.
Michael menarik Katerina dan Andy agar naik ke atas panggung dan memberi penghormatan terakhir bersama-sama.
Glitter bertebaran dari atas dan tiba-tiba Denny meloncat turun mengagetkan semua orang. Penonton bertepuk tangan keras sekali dan satu-persatu mereka berdiri memberi standing applause, lama sekali hingga rasanya tidak akan reda.
Katerina bisa merasakan airmatanya hangat membasahi seluruh wajahnya, anak-anak lain pun ternyata menangis haru, tak ada yang menutup-nutupi.
Katerina menggeleng-geleng haru dan tak sengaja ia melihat di paling belakang 3 orang laki-laki berdiri di atas kursinya dan bertepuk tangan paling keras, Raja, Denny, dan… Rio.
Akhirnya mereka datang.