Download App

Chapter 117: Sosok Pria Bertudung

"Ah..." Teriak Ibu Suri tanpa sadar sambil memegangi kakinya.

Indah yang mendengar suara teriakan tiba-tiba berbalik dan melihat seorang wanita tua tergeletak di tanah.

Sebelumnya, sesaat sebelum tiba di dalam istana, Indah terkena sindrom kepanikan, seluruh tubuhnya bergetar dan wajahnya memucat.

Rafael sangat terkejut saat melihat kondisi Indah yang tiba-tiba menjadi sangat pucat. Rafael tau pasti bahwa Indah merasa sangat tidak nyaman berada di tempat yang ramai, bahkan dengan penampilannya yang sekarang.

Rafael ingin segera membawa Indah pergi, namun dia mengingat tujuan mereka datang ke tempat itu.

Hingga akhirnya Rafael membawa Indah ke tempat yang sunyi di dalam Istana untuk menenangkan diri.

Rafael tau bahwa taman itu adalah daerah pribadi, maka tak akan ada siapapun yang akan datang ke sana.

Namun siapa yang menyangka, berapa saat setelah Rafael pergi, seorang wanita tua akan muncul di taman itu.

"Nenek kau baik-baik saja?" tanya Indah sambil berlari ke arah wanita tua itu, lalu membantunya untuk duduk.

Ibu Suri memperhatikan gadis yang ada di hadapannya terlihat cukup panik, tak ada jejak kepura-puraan dalam matanya.

" Nenek apa kau merasakan sakit di bagian tubuhmu?" tanya Indah khawatir saat Ibu Suri hanya memandangnya dengan wajah meringis, sepertinya dia merasakan sakit pada kakinya.

"Nenek aku akan membantumu berdiri!" ucap Indah.

"Ah... Sakit.... Sakit sekali!" Teriak Ibu Suri kesakitan saat mencoba menggerakkan kakinya. Membuat Indah membatalkan niatnya untuk membantunya berdiri.

"Sepertinya kaki nenek sedikit terkilir, aku akan memijitnya sebentar. Bertahanlah sebentar saja, mungkin ini akan terasa sedikit sakit." Kata Indah lalu mulai memijit kaki Ibu Suri.

"Ah... Apa yang kau lakukan!" Teriak Ibu Suri sekali lagi saat Indah mulai memijit kakinya.

"Sekarang sudah selesai, nenek tidak akan merasa sakit lagi." kata Indah sambil tersenyum.

Ibu Suri lalu mencoba menggerakkan kakinya sekali lagi. Seperti yang dikatakan Indah, kakinya sudah tidak terasa sakit lagi. Hanya terasa sedikit nyeri saja di bagian kaki yang terbentur tadi.

Ibu Suri memperhatikan Indah, ketika Indah dengan lembut memijit kakinya sekali lagi, memastikan dirinya benar-benar tidak akan terkilir lagi.

Indah lalu membawa Ibu Suri duduk di kursi.

"Nak, terima kasih banyak telah membantu orang tua ini!"

"Itu bukan masalah besar nenek, tidak perlu berterima kasih!" jawab Indah.

"Tapi kamu sungguh pandai memijat, dari mana kamu mempelajarinya?" tanya Ibu Suri.

"Dahulu sewaktu kecil, aku terbiasa berjalan jauh dari rumah. Dan sering kali kakiku akan terkilir, lalu Ibu akan dengan lembut memijat kakiku dan sekaligus mengajariku. Jadi setelah sering melihat cara ibu memijat, aku bisa dengan mudah mempraktikannya." jawab Indah.

Ibu Suri terus menatap ke arah Indah, dia dapat melihat rasa sakit dan penyesalan dalam matanya saat berbicara. Mungkinkah Ibunya telah meninggal? Ibu Suri tidak mencoba bertanya lagi, dia takut tebakannya akan benar dan membuat Indah sedih.

Indah dan Ibu Suri berbincang cukup lama, ketika seorang pelayan berjalan mendekat ke arah mereka.

"Yang Mulia, semua orang menunggu Anda!" ucap si pelayan sambil membungkuk.

Ibu Suri berbalik ke arah Indah lalu berkata, "Nenek senang dapat berbincang denganmu! Nenek harap kita akan bertemu lagi di lain waktu." Ibu Suri lalu beranjak pergi setelah memeluk Indah.

Indah dapat merasakan kehangatan yang sangat dia rindukan ketika dirinya di peluk oleh Ibu Suri. Rasanya seperti saat Ibunya memeluknya.

"Ibu aku sungguh sangat merindukanmu!" gumam Indah sedih.

______________________________________________________

Para tamu undangan terus berdatangan, diantaranya ada seorang pria lanjut usia yang datang bersama seorang pemuda yang tampan di samping kirinya, lalu pasangan suami istri di sebelah kanannya.

"Kakek, untuk apa aku harus mengikuti acara yang sangat membosankan ini? Bukankah kehadiranmu bersama mama dan papa sudah cukup!" rengek Demian pada kakeknya.

"Dasar bocah berandal! Kamu pikir pesta ini bisa di hadiri oleh sembarangan orang?!"

"Hanya para petinggi dan masyarakat kelas atas yang dapat undangan. Jika kamu tidak hadir, bukankah semua orang akan berfikir kamu meremehkan undangan yang diberikan untukmu! Apa kau ingin di musuhi oleh semua orang- orang berkuasa itu?!" Bentak kakek Demian jengkel.

"Ehem... Ayah, sebaiknya Ayah menahan emosi Ayah untuk sementara, Ayah tidak ingin jadi bahan tontonan bukan?" ucap Mama Demian mengingatkan.

Kakek Demian lalu melirik sekitarnya, dia dapat melihat hampir semua mata tertuju padanya. Bocah berandal ini...! Kakek Demian mencoba menekan amarahnya.

"Lebih baik kau berhati-hati bocah berandal, jika kau berani membuat masalah di tempat ini, kau akan menanggung akibatnya!" Ancam kakek Ardolph dan berlalu. Dia tidak ingin berada dekat dengan Demian, itu hanya akan membuatnya sakit kepala.

"Demian, ingat bahwa kau adalah penerus di keluarga ini. Jangan sampai kau mencoreng lebih banyak lagi nama baik keluarga!" ucap Mama Demian sambil menatap Demian dengan tatapan yang mengancam.

Papa Demian lalu menepuk pundak Demian dan berkata, "Ingat jangan membuat, mencari atau mendatangkan masalah!" Lalu Papa Demian berjalan ke arah Kakek Ardolph dan Mama Demian pergi.

Demian "....?"

"Mengapa semua orang berfikir bahwa aku adalah sumber masalah? Bukankah aku adalah keluarga kandung mereka? Keadaan ini seolah meyakinkanku bahwa aku hanyalah anak pungut!" ucap Demian sedih saat melihat para orang tua itu menjauhinya.

Tentu saja tanpa Demian sadari, sejak awal dia hanya tau yang namanya berpesta liar, menghamburkan uang kesana-kemari, dan bahkan membuat masalah dimana-mana. Membuat semua orang di kediaman Ardolph pusing tujuh keliling.

Demian lalu melangkah lesu ke sudut, mencoba mencari tempat duduk yang nyaman. Berapa saat kemudian, ketika Demian melihat orang yang dikenalnya, dia menjadi sangat bersemangat.

"Rafael sebelah sini, hey...hey.. Kau mau kemana....?" teriak Demian pada Rafael yang tidak terlalu jauh darinya.

Rafael yang berada di tengah pesta, terlihat sedang mencari sesuatu. Mata elang Rafael tertuju pada siluet seorang yang mengenakan tudung di kepalanya, pria bertudung itu bergabung di tengah kerumunan. Dengan langkah cepat Rafael mengikuti si pria bertudung tanpa memperdulikan teriakan Demian dari belakangnya.

Melihat tingkah aneh Rafael, Demian tidak tinggal diam dan ikut mengejar Rafael.

Pria bertudung yang menyadari dirinya telah di ikuti, berlari ke arah tangga terdekat dengan cepat. Rafael yang melihat pria bertudung itu menambah kecepatannya, dia pun mempercepat langkahnya, begitu pula dengan Demian yang mengikuti mereka dari belakang.

Mereka akhirnya sampai di sebuah lorong yang penerangannya remang dan sunyi. Meskipun demikian, tak ada satupun dari mereka bertiga yang mengurangi kecepatannya.

Demian yang berada di bagian paling belakang bersiap berbelok saat melihat Rafael masuk ke ruangan yang lain. Namun sebelum dirinya dapat masuk ke ruangan itu, diapun menabrak sesuatu.

BUG...

"Ah..." suara seorang gadis terdengar, dia terhempas kelantai cukup keras saat Demian menabraknya.

"Apa kau buta! Mengapa kau berlari disini, ini bukan taman bermain dasar bodoh!" ucap sang gadis dengan kesal.

Demian yang mendengar suara gadis itu merasa sedikit familiar.

Saat mereka berdiri dan saling berhadapan satu sama lain, mereka sama-sama terkejut.

"KAU..!!" ucap keduanya bersamaan. Meskipun penerangan di dalam koridor itu cukup minim, namun karena masing-masing dari mereka yang meninggalkan kesan yang sangat kuat terhadap satu sama lain, membuat mereka dengan mudah saling mengenali saat bertemu.

Sebelumnya Lia sedang mencari udara segar disisi lain istana untuk menjernihkan pikirannya. Dia sedikit tertekan dengan permintaan Ayahnya untuk memilih pendamping hidupnya sedini mungkin.

Dia yang masih duduk di bangku SMA, apakah normal jika harus segera bertunangan, dia bahkan baru berada di kelas dua SMA.

Hidupnya sejak kecil sudah di atur, dimana dirinya akan bersekolah, bertingkah seperti apa, hal apa yang boleh di sukai dan yang tidak boleh di sukai nya, bahkan untuk berteman pun semua di atur oleh para orang tua itu.

Lia merasa muak, meskipun Lia baru berusia 17 tahun, dia sudah bisa berfikiran dewasa untuk mengetahui tugasnya sebagai seorang Tuan Putri Sulung di kerajaan ini. Lia hanya berpasrah dan melanjutkan kepura-puraannya menjadi seorang Tuan Putri yang sempurna di mata semua orang.

Saat Lia menyadari hampir waktunya untuk pemotongan kue, dia memantapkan hatinya dan ingin kembali ke ruang pesta. Sebelum Lia berbalik dua bayangan hitam lewat di belakangnya dengan sangat cepat, langkah kaki mereka bahkan tak terdengar sedikitpun.

Setelah Lia berbalik dan ingin kembali, tiba-tiba seseorang menabraknya dengan cukup keras, membuat tubuhnya terjatuh ke lantai.

"KAU...!" Keduanya saling menunjuk tak percaya.

"Kupikir siapa yang begitu bodoh berlari disini dan menabrak ku, ternyata itu kamu si pria mesum!" kata Lia pertama kali dengan ekspresi merendahkan.

Demian yang semula mengejar Rafael, fokusnya teralihkan saat mendengar perkataan provokasi dari Lia.

"Seorang perempuan gila ditempat yang gelap dan sunyi seperti ini sedang ngapain? Apa kau ingin menarik perhatian pria kesini dan merayunya? Sadarlah tak seorangpun pria akan tertarik padamu!" balas Demian sengit.

"Perhatikan perkataan mu pria mesum! Aku ini seorang putri, tentu saja banyak pria yang tergila-gila padaku, aku tidak perlu melakukan cara hina seperti itu! Bukankah justru orang macam seperti dirimu lah yang akan melakukan hal seperti itu?" Balas Lia tak mau kalah.

"Terserah kau saja, aku tidak punya waktu berurusan dengan perempuan gila sepertimu!" Demian sudah tak ingin memperdulikan perempuan di depannya itu, dia hanya ingin mencari dimana keberadaan Rafael sekarang.

Namun, sebelum Demian melangkah maju melewati Lia, kakinya tiba-tiba saja tersandung oleh sesuatu dan membuatnya menubruk tubuh Lia.


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C117
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login