Download App

Chapter 15: Sebuah Perpisahan

Axelle merasa aneh, karena ia harus berdiri di luar, sedangkan Melani masih berada didalam mobilnya. Gadis muda itu yang ingin berganti baju didalam mobil Axelle, tak ada pilihan lain bagi Melani. Tidak ada tempat lain yang aman untuknya, agar bisa berganti pakaian.

"Huh... rasanya aneh sekali, padahal aku tidak berbuat aneh. Tapi kenapa rasanya seperti..." Suara pintu mobil yang terbuka, membuat Axelle tidak melanjutkan perkataannya. Terlihat Melani yang baru saja muncul, dengan pakaian yang lebih santai dan sesuai dengan usianya yang masih muda.

"Kamu enggak ngintip kan?" Tanya Melani dengan tatapan curiga.

"Apa? Ngintip kamu? Kurang kerjaan banget aku ngintip kamu, mendingan aku lihat jalanan lebih bagus ditontonnya." Ejek Axelle dengan sengaja, tapi Melani juga tidak begitu peduli dengan ejekan pria yang terpaut lima tahun itu.

"Baju, sepatu dan tas ada didalam mobil kamu. Sengaja aku letakkan didalam sana, Karena aku enggak mungkin pulang bawa semua itu." Ucap Melanin, sambil ia menguncir rambutnya.

"Mana..?" Tangan Melani menjulur, dengan posisi menengadah kearah Axelle.

"Hmm..? Apa?" Tanya Axelle yang masih tak paham.

"Pura-pura amnesia nih ceritanya? Sisa pembayaran... mana?" Melani menegaskan pertanyaannya. "Cepet... udah malam nih. Nanti orang rumah keburu curiga, apalagi jalan ini juga gak jauh dari rumahku." Melani semakin mendesak.

"Hh..! Ok, buru-buru banget kamu." Axelle mengeluarkan ponselnya, ia mengetik dengan cepat pada layar ponselnya. Dan tak lama terdengar bunyi "Ting" menandakan bahwa ia sudah berhasil melakukan transaksi. "Sudah ku transfer sisanya." Tunjuk Axelle, memperlihatkan layar ponselnya kehadapan wajah Melani.

"Wait... aku harus cek dulu. Beneran udah masuk atau belum." Melani mengeluarkan ponselnya, dan tak lama seringai puas muncul pada wajahnya. "Ok... sudah masuk. Senang bisa bertransaksi dengan kamu." Entah pujian atau cibiran yang baru saja diucapkan oleh Melani.

"Kalau begitu aku pamit dulu, semoga kita enggak perlu bertemu lagi. Oh... aku salah! Maksud aku, ada baiknya kita pura-pura untuk tidak saling mengenal." Ucap Melani, dengan membungkuk hormat.

Melani baru saja membalikkan tubuhnya, sampai suara Axelle memanggilnya dengan lantang. "Kamu enggak mau aku antar pulang?"

Melani membalikkan tubuhnya, dengan langkah mundur perlahan. "Enggak perlu, rumahku juga udah Deket. Dan ingat..." Seru Melani kencang, dan terus melangkah mundur. "Mulai sekarang, detik ini. Kita enggak perlu saling mengenal lagi!"

Dari kejauhan punggung Melani mulai menghilang, Axelle masih terdiam dan rasanya ada yang aneh dengan pengalamannya bersama Melani. Ia pun terkekeh sambil menggelengkan kepalanya,

"Gadis yang unik. Tapi aku tidak yakin, kalau kita tidak akan bertemu lagi?" Axelle masuk kembali kedalam mobilnya, dan masih saja bayangan wajah Melani terngiang pada benaknya.

Sepanjang perjalanan pulang, Melani merasa langkah kakinya terasa sangat ringan dan tanpa ada beban. Dia sudah memiliki rencana, agar bisa mengajak jalan kedua adiknya besok, Fani dan Adit.

Hampir pukul sepuluh malam, ia tahu kalau sudah terlalu telat untuk pulang. Tapi Melani sudah beralasan, kalau dia sedang memberikan bimbingan belajar pada seorang siswa sekolah dasar.

Ia melihat warung kelontong sudah tertutup, tumben sekali karena biasanya Bayu akan menutup warung mereka paling cepat pada pukul sebelas malam. Saat langkah Melani akan semakin dekat dengan pintu masuk, ia sudah membuat raut wajah yang sewajarnya.

Tapi... tiba-tiba pintu utama terbuka lebar, dan ada sosok wanita yang sangat Melani kenal, muncul dari balik pintu dengan tangan membawa koper, belum lagi wajah Intan yang memerah padam.

"Bund..? Bunda mau kemana?" Tanya Melani heran, dan sesaat ia bisa melihat mata Intan yang tampak berkaca-kaca.

"Lani? Kamu sudah pulang?' Ucap Intan yang terkejut. "Maaf Lani... maafkan bunda ya. Bunda enggak bisa tahan, satu rumah dengan ayah kamu lagi. Saat ini bunda butuh waktu untuk menyendiri." Jawab Intan, sesaat dia menoleh kearah dalam rumah.

"Bunda? Jadi semua sudah selesai?" Tanya Melani dengan suara yang sedikit bergetar, bahkan ia menggigit bibirnya agar tidak menangis dihadapan ibunya.

Intan memberikan pelukan pada putrinya, membelai rambut Melani setelahnya menangkup kedua pipi putrinya. Tatapan yang diberikan oleh intan, begitu menyayat hati Melani. Tapi dia tidak mengucapkankan apapun pada ibunya, terus saja Intan menangkup wajah Melani.

"Setelah semua selesai, bunda janji akan bawa kalian semua untuk tinggal bersama. Lani, selama

ini kamu sangat membantu Bunda dalam menjaga adik-adikmu... Terimakasih ya." Ucap Intan.

Ada kekecewaan yang dirasakan oleh Melani, ketika ibunya berkata seperti itu. Ia masih diam, tidak tahu perkataan apa yang harus diucapkan olehnya.

Setelah mengucapkan kalimat perpisahan, Intan pun menyeret kembali kopernya. Sebuah mobil hitam baru saja tiba, suara klakson dari mobil tersebut membuat Intan mempercepat langkah kakinya.

Kaca mobil menurun dan Melani bisa melihat sosok pria yang pernah ia temui, saat Intan dan pria itu berada pada sebuah restoran.

Intan, dan pria itu sudah berlalu meninggalkan Melani. Tidak ada kata perpisahan lagi yang diucapkan oleh Intan, tapi mengapa tiba-tiba air mata itu mengalir melewati pipinya. Dan kenapa rasanya seperti sesak, bukankah ini yang diinginkan oleh Melani? Perpisahan antara ibu dan ayahnya? Bukankah ini yang terbaik untuk mereka?

"Kak?" Panggil seorang anak perempuan yang berdiri di ambang pintu masuk. Wajah Fani sudah memerah dengan matanya yang terlihat sembab, sepertinya adik Melani itu habis menangis.

"Kak... tadi ayah dan ibu bertengkar lagi." Ucap Melani dengan suara parau, dan bergetar. "Ka Lani abis dari mana saja? Coba tadi ada kakak, pasti kak Rangga enggak akan bawa Adit tadi sore." Air mata Fani jatuh kembali, mendarat pada punggung tangan yang ia kepal erat.

Melani menghampiri adiknya, dan memegangi kedua pundak Fani. "Adit kemana? Kak Rangga bawa Adit kemana, Fani?" Tanya Melani menjadi cemas.

"Kak Rangga hubungi bude yang ada di Yogya, sementara ini Adit akan tinggal dengan Bude Ratih. Dan Kak Rangga bilang, untuk sementara ini Kak Rangga harus kembali ke Yogya, karena sudah banyak kuliah Kak Rangga yang tertinggal." Jelas Fani, dengan Isak tangis yang semakin pecah.

"Terus, ayah dimana? Kamu sendiri saja dirumah?" Tanya Melani, lagi dan melihat kearah dalam rumah yang tampak sepi.

"Sore ayah dan bunda bertengkar hebat kak, semua barang habis hancur dan berantakan. Hk... hk... hk..." Fani sesugukan, ia mencoba mengatur bicaranya karena tercampur dengan tangisan. "Ayah... sudah pergi dari rumah setelah... hk... hk... hk.... setelah ayah tampar bunda." Lanjut Fani, seraya ia menyeka air matanya.

"Fani... maafin kakak ya... Sudah... cukup... kakak sudah paham, kamu jangan cerita lagi. Ayu kita masuk kedalam saja, sudah malam dan kamu juga kelihatan capek." Melani merangkul adiknya, membawanya masuk kedalam rumah.

Malam itu didalam kamar dan dirumah itu, hanya ada Melani dan Fani. Sudah biasa jika malam terasa sunyi dan hening, tapi malam kali ini tampak berbeda.

Kesunyian yang hadir bukan lagi menjadi musuh, yang datang sesekali. Tapi seperti seorang teman sejati, yang selalu datang menemaninya tidur mereka. Rasa sedih, marah, kecewa semua bercampur menjadi satu, membuat lubang hitam pada diri Melani. Menyeruak seakan ingin membuat Melani jatuh lebih dalam, dari keadaan yang lebih gelap sekalipun.

Fani sudah tertidur lelap, dia terlalu lelah karena sudah banyak mengeluarkan air matanya. Sedangkan Melani malam itu, ia merasa tidak bisa tidur. Melani sedang duduk di lantai, menyandarkan punggungnya pada sisi tempat tidur. Memeluk kedua lututnya sambil ia menikmati suasana malam.yanh sunyi, dan sebenarnya ia sedang memikirkan kondisi ayahnya yang belum pulang.

"A.. yah... Ayah ada dimana?" Ucapnya pelan dengan perasaan yang teramat sedih.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C15
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login