'Fenita sayang, Mama sudah memutuskan kalian akan menikah minggu depan. Luangkan waktumu untuk fitting baju. Juga undang beberapa keluarga untuk menjadi saksi pernikahan kalian. Love Mama Vanesa.'
Jauh didalam lubuk hatinya, Vanesa merasa sangat bahagia. Sejak pertama kali melihat Fenita di restoran, dia sudah menyukainya dan berandai-andai menjadikan gadis itu menantunya. Siapa sangka, mimpinya akan segera menjadi kenyataan. Meski diliputi kebahagiaan, tetap terselip rasa sedih di dalam hatinya.
Sedih karena suaminya sudah lama pergi meninggalkan dirinya dan Troy. Sedih karena dia tidak bisa mengungkapkan status Fenita yang sebenarnya kepada putranya. Dan Vanesa yakin, Troy tidak akan mempublikasikan bahwa dirinya sudah menikah, karena Troy masih memikirkan perempuan gila harta itu. Sungguh sangat disayangkan oleh Vanesa. Dalam hati, Vanesa bertekad akan membela Fenita dengan segenap kekuatannya untuk mengalahkan perempuan gila itu.
"Dasar perempuan gila harta! Lihat saja, Troy akan segera melupakanmu dan bahagia dengan Fenita." Ucap Vanesa sambil menatap tajam cermin di depannya.
Setelah merapikan penampilannya, Vanesa yang setia ditemani Aru, pergi meninggalkan mansion menuju gedung perusahaannya. Meski semua sudah diserahkan kepada Troy, terkadang Vanesa ke kantor untuk sekedar inspeksi ataupun bertemu beberapa temannya. Juga menghabiskan waktu disana dengan mengamati para karyawan sibuk bekerja.
Tapi, sebentar lagi dia akan mempunyai seorang menantu. Dia pasti bisa dijadikan teman untuk berbelanja ataupun kesalon. Meluangkan waktu bersama anak perempuan yang selalu didambanya. Vanesa juga bisa menyombongkan bahwa dia juga bisa memiliki putri yang cantik, sama seperti beberapa temannya yang terkadang terllau menyombongkan anak gadisnya.
"Mama ngapain disini?" suara Troy merusak lamunannya.
"Emang ada larangan Mama nggak boleh kesini?"
"Boleh sih."
"Kamu sibuk apa?" tanya Vanesa mengalihkan pembicaraan.
"Ini lagi janjian sama Fenita, mau fitting baju."
Itu adalah perkataan yang ingin didengar oleh Vanesa setelah beberapa kali memaksa Troy untuk melakukan fitting. Fitting baju menandakan bahwa pernikahan mereka benar-benar akan terjadi dan sudah di depan mata. Segera, mata Vanesa berbinar.
"Apa jawaban Fenita?"
"Belum bisa memastikan karena pekerjaan." Jawab Troy sambil memperlihatkan pesannya kepada sang mama.
"Masa kamu ngurus gitu aja nggak bisa?" Vanesa sedikit emosi. Kadang dirinya merasa heran dengan anaknya itu. Biasanya dia sangat pemaksa, apa yang dia inginkan harus segera dipenuhi. Tapi dengan Fenita, kenapa dia bisa begitu mengalah?
Oh, apakah ini tandanya Troy juga tertarik dengan Fenita? Orang bilang, saat jatuh cinta mereka akan menjadi sabar terhadap orang yang dicintai.
Segera imajinasi Vanesa membubung tinggi dan menebarkan senyum yang penuh kebahagiaan.
"Biar Mama yang urus, kamu kembali kerja aja. Bye, Sweetheart."
Ditelinga Troy, ucapan ibunya terdengar seperti mengusir. Menyuruhnya untuk menyingkir karena dia akan bersenang-senang dengan seseorang.
...
Manajer restoran tempat Fenita bekerja masih terbilang muda, tapi beliau sudah menjadi manajer karena kemampuannya. Sang bos sudah membuktikannya. Dan di usianya yang ke 29 tahun, beliau resmi menjabat sebagai manajer. Dan selama karirnya menjadi manajer, ada banyak suka duka yang telah di laluinya. Tapi baru gadis ini saja yang membuat dia merasa ingin marah dan menangis pada saat yang bersamaan.
Bagaimana tidak, salah satu orang penting di kota ini, bahkan Negara ini, secara langsung memintanya untuk menjaga agar pelayan restorannya itu baik-baik saja. Memang itu tugas yang mulia mengingat orang seperti Tuan Mayer seorang diri yang meminta bantuannya, dan bisa dibilang dia puas dengan hasil kerja sang pelayan. Tapi yang terjadi beberapa hari ini membuat kepalanya berdenyut.
"Fenita, kalau ada masalah pribadi mohon jangan dibawa ke tempat kerja. Fokus ke pekerjaan kamu akan lebih baik daripada terus memikirkan masalah pribadi. Oke?" Galih, sang manajer, berusaha menjaga nada bicaranya.
"Maaf, Sir." Hanya itu yang diucapkan Fenita.
"Kamu boleh pulang, dan besok juga libur. Tapi lusa kamu harus kembali bekerja dengan baik. Saya tidak akan menolerir kesalahan apapun lusa. Mengerti?" Galih menekankan sekali lagi.
"Tapi saya nggak dipecat kan, Sir?"
"Buktikan etos kerja kamu. Kalau masih sama seperti beberapa hari ini, dengan berat hati kamu akan berpisah dengan kami." Galih berusaha memperlihatkan senyum terbaiknya.
Setelah kuliah singkat nan privat itu, Fenita keluar dari ruangan sang manajer dan kembali ke ruang ganti baju. Disana Ama sudah menantinya dengan was-was.
"Gimana?" tanya Ama begitu melihat Fenita memasuki ruang ganti.
"Setengah hari dan libur untuk esok. Kalau masih kacau, end." Jawab Fenita lesu.
Kini Ama pun ikut lemas.
"Fen, ada yang nyariin. Ditunggu di meja VIP." Salah seorang teman menyampaikan pesan dengan singkat.
Ama dan Fenita saling bertukar pandang. Kali ini siapa lagi yang ingin membuat masalah dengan Fenita?
Masih dengan seragamnya, Fenita keluar dan menemui seseorang yang sedang menantinya di meja VIP. Rasa penasarannya menghilang begitu melihat sosok yang familiar, Aru.
"Miss." Fenita memberi salam kepada Aru.
"Madam menanti di dalam." Aru lalu membukakan pintu.
Di dalam, Madam Vanesa duduk dengan anggunnya. Menanti kedatangan Fenita dalam diam dan ketenangan. Madam Vanesa segera bangkit begitu melihat Fenita memasuki ruangan.
"Ma'am." Fenita menyapa Vanesa dengan sopan.
"Kamu sudah selesai kerja?" tanya Vanesa lembut.
"Hari ini saya ijin setengah hari. Ada yang bisa dibantu?"
"Bagus kalau begitu. Kamu ada kegiatan setelah ini?" Madam Vanesa masih dengan sikap sopannya.
"No, Ma'am." Jawab Fenita singkat.
"Kalau gitu, kita ke butik. Kita harus fitting baju untuk pernikahan kamu dan Troy."
Perkataan Madam Vanesa menyadarkan Fenita akan masalahnya yang lain. Iya, pernikahan yang akan berlangsung dalam beberapa hari lagi. Tentu saja dia harus memilih gaun yang paling cantik untuk meyakinkan semua orang tentang pernikahannya ini. Atau membuat pernikahan impiannya terwujud?
"Apa Mr. Darren juga akan datang?" Fenita bertanya dengan hati-hati.
"Panggil saja Troy, kalian kan sebentar lagi akan menjadi pasangan suami istri." Madam Vanesa tersenyum manis seperti biasanya. "Dan iya, dia akan datang. Tapi setelah menyelesaikan pekerjaannya."
Fenita hanya bisa menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu, saya ganti baju dulu."
Tak berselang lama, Fenita telah berganti dengan pakaian kasualnya dan mengikuti Madam Vanesa menuju butik. Entah butik mana yang akan mereka tuju, tapi yang jelas bukan sembarang butik. Mengingat reputasi dan kekayaan keluarga Darren.
Seperti dugaan Fenita, Madam Vanesa mengajak Fenita untuk mengunjungi butik termewah yang ada di kota. Ini milik Alexandria. Rumor yang beredar, untuk mendapatkan sebuah gaun pernikahan yang cantik memerlukan waktu bertahun-tahun dalam daftar tunggu. Tapi, dengan status yang dimiliki keluarga Darren, Fenita yakin itu bukan hal yang sulit untuk mendapatkan gaun dari perancang terkenal ini.
Langkah percaya diri Madam Vanesa dan rombongannya mengintimidasi para pengunjung lain. Jangankan para pengunjung, Fenita saja yang berjalan disamping Madam Vanesa merasa minder. Begitu melihat siapa yang datang, para pramuniaga toko langsung menyambut Madam Vanesa dengan ramah.
"Ma,am." Kedua penjaga toko membungkuk dengan hormat kearah Madam Vanesa.
"Tolong siapkan gaun pengantin tercantik yang ada disini." Kata Madam Vanesa kepada para pramuniaga.
"Baik Ma,am. Silahkan menunggu di ruangan sebelah, kami akan mengantarkan gaunnya kesana." Sang pramuniaga yang bertubuh tinggi mempersilahkan rombongan Madam Vanesa menuju ruang tunggu VIP.
Berbeda dengan Madam Vanesa yang tampil penuh percaya diri, Fenita justru berusaha untuk tidak terlalu tampak menonjol. Dia juga berusaha menyembunyikan dirinya dari tatapan banyak orang. Ini benar-benar membuat Fenita merasa frustasi.