Download App

Chapter 13: Face In The Mirror 1

Aslan sedang meringkuk di sofa usang yang ada di sasana ketika Bang John datang untuk membersihkan sasana. Bang John menghampirinya dan berdiri terdiam melihat Aslan yang kini sedang tertidur. Aslan masih mengenakan pakaian yang sama dengan semalam. Bahkan luka-luka di wajahnya tampak masih dibiarkan begitu saja oleh Aslan.

Bang John menghela napasnya sembari geleng-geleng kepala. "Jangan terlalu keras sama diri sendiri, Lan." Tidak ada yang bisa Bang John lakukan. Semua sudah terjadi. Baik Ucok maupun Aslan sama-sama terluka.

Semalam setelah Aslan pergi meninggalkan sasana menggunakan sepeda motornya, Bang John pergi menemui Bang Ole. Ia naik pitam karena ulah Bang Ole yang sudah membuat dua anak didiknya terluka. Ia bahkan tidak berpikir dua kali ketika ia meninju wajah Bang Ole hingga membuat hidungnya berdarah. Berbeda dengan saat ia menonton pertarungan Aslan dan Ucok.

Pada saat itu Bang John sudah ingin meninju wajah Bang Ole namun ia tahan karena Bang Ole mengancam akan meratakan sasana miliknya. Akan tetapi Bang John sudah tidak peduli lagi dengan sasanya ketika ia melihat akhir dari pertarungan Aslan dan Ucok. Terlebih ketika ia melihat tatapan mata Aslan yang nampak sangat terluka ketika telah mengalahkan Ucok dan membuatnya cedera.

"Gue bakal bikin lu nyesel," sergah Bang Ole sambil menyeka darah yang keluar dari hidungnya setelah Bang John meninjunya.

Bang John mengabaikan ucapan Bang Ole. "Tadi buat Ucok, sekarang buat Aslan," ujar Bang John sebelum ia kembali mengayunkan tinjunya pada Bang Ole dan membuatnya terhuyung ke lantai.

Anak buah Bang Ole langsung berjalan mendekat dan membantu Bang Ole kembali berdiri.

"Lu pasti nyesel kali ini," ucap Bang Ole setelah ia kembali berdiri.

"Jangan pernah deketin Aslan sama Ucok lagi. Atau gue bakal bener-bener ngabisin lu," ancam Bang John.

Bang Ole terkekeh pelan. "Kita lihat aja, siapa yang bakal habis setelah ini."

Bang John tidak mempedulikan ucapan Bang Ole dan memilih untuk pergi meninggalkan tempat Bang Ole.

Pagi ini setelah ia membasuh wajahnya, ia baru mulai sedikit menyesali apa yang sudah ia lakukan pada Bang Ole. Jelas Bang Ole tidak akan membiarkan hidupnya tenang mulai saat ini. Begitu ia tiba di sasana dan melihat Aslan sedang meringkuk, penyesalan akan perbuatannya pada Bang Ole kembali datang.

Jika Bang Ole datang dan ingin merebut sasananya, Aslan tidak akan punya tempat untuk bernaung lagi. Sejak perkenalannya dengan Aslan, sasana reyot miliknya sudah seperti rumah kedua bagi Aslan. Setiap kali ia memiliki masalah, Aslan selalu kembali ke sasana ini dan meringkuk di sofa butut yang kini is tiduri. Karena sasana ini satu-satunya tempat yang selalu terbuka dan selalu menerima kedatangannya. Bagi Aslan yang seorang diri, mempunyai tempat untuk pulang adalah sebuah kemewahan tersendiri untuknya.

-----

"Lu yakin ngga kenapa-kenapa?" tanya Nadia pada Leon ketika mereka selesai makan malam bersama dengan kolega bisnis mereka.

Leon menggeleng pelan.

"Bener? Lu keliatan ngga konsen daritadi," sahut Nadia.

Leon berdecak pada Nadia. "Kayanya susah banget buat percaya kalo gue ngga kenapa-kenapa."

Nadia menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya, habisnya. Lu keliatan ngga baik-baik aja. Setelah marah-marah di meeting, tadi lu keliatan banyak diem."

"Emangnya kapan lu liat gue banyak omong?" tanya Leon.

"Tadi, pas meeting lu banyak omong. Omongan pedes lagi," sahut Nadia.

Leon langsung melirik tajam pada Nadia. "Makanya kerja yang bener kalo ngga mau kena omelan kaya tadi."

"Tapi, jujur ya. Belakangan ini gue liat lu agak sedikit beda," ujar Nadia.

"Beda apanya? Bentuk gue masih kaya gini."

"Bentuk lu dari dulu emang kaya begitu. Maksud gue kelakuan lu yang agak beda."

Leon mengenyitkan dahinya. "Gue ngga mendadak bawel kaya lu, kan?"

Nadia menyipitkan matanya pada Leon. "Emangnya gue sebawel itu, ya?"

Leon langsung mengangguk sambil tertawa pelan.

"Besok gue resign aja," ujar Nadia.

"Ngga akan bisa," sahut Leon.

"Pasti bisa," timpal Nadia. "Emangnya lu Kepala HRD."

"No, tapi Kepala HRD pasti nurut sama gue." Leon kemudian menyeringai lebar pada Nadia.

Nadia langsung menghela napasnya. "Thanks, God. Dia masih sombong."

Leon seketika tertawa mendengar ucapan Nadia. "Gue sombong, kok, lu malah bersyukur."

"Ya, itu tandanya lu masih Leon yang gue kenal."

Leon geleng-geleng kepala sambil tertawa pelan. Tiba-tiba ia menatap Nadia. "Wanna go for walk?"

"Sure," jawab Nadia.

Leon kemudian meminta pada supirnya untuk menurunkan mereka di sekitar Central Park. Ia meminta supirnya untuk kembali menjemput mereka satu jam dari saat ia menurunkan mereka.

Leon dan Nadia kemudian berjalan-jalan di sekitar taman terbesar dan tertua di kota New York itu. Keduanya berjalan berdampingan namun mereka tampak menikmati pikiran mereka masing-masing.

Leon menengadah dan menatap langit New York yang cukup cerah malam ini. "Malam ini cerah."

Nadia ikut menengadahkan kepalanya. "Tapi itu bukan bintang, itu helikopter."

Cahaya yang dilihat Leon bergerak dan membuatnya tertawa pelan. "Ya, at least itu hampir kaya bintang." Ia merunduk dan memandangi jalan berbatu yang sedang mereka lewati. "Sejak datang kesini, cuma Central Park yang masih bikin gue kagum sampai saat ini."

"Bukan Rockefeller?" tanya Nadia tidak percaya.

Leon menggeleng. "Gue selalu kagum sama taman ini. Waktu pertama kali gue kesini, ada satu orang yang gue harap bisa gue ajak kesini."

Nadia melirik penasaran pada Leon. Leon balas menatap Nadia sambil tersenyum. "Kalo lu pikir itu perempuan, pikiran lu salah," ujar Leon.

"Gue belum bilang apa-apa padahal," sahut Nadia.

"Lu belum bilang, juga gue udah tau isi pikiran lu," timpal Leon.

"Mungkin lu bisa buka praktek Cenayang."

Leon kembali tertawa mendengar ucapan Nadia. "Nanti, ya kalo gue pensiun. Lu harus jadi pelanggan gue."

Nadia langsung menggeleng. "No, thanks." Ia kemudian menatap Leon yang berjalan di sebelahnya. "Terus, siapa yang mau lu ajak kesini?"

Leon menoleh dan menatap Nadia. Beberapa saat kemudian ia merunduk dan kembali terdiam. Ia melangkah tanpa banyak bicara seperti sebelumnya. Nadia yang ada di sebelahnya hanya bisa menghela napas melihat Leon yang kembali terdiam. Yang bisa ia lakukan hanya berjalan di sebelah Leon tanpa bertanya lebih lanjut.

Mereka kembali berjalan dalam diam. Ketika mereka tiba di dekat bangku taman, Leon tiba-tiba duduk. Nadia kembali mengikuti Leon. Dan kini keduanya duduk di bangku taman. Leon kembali menengadah menatap langit. "Sekarang di Jakarta itu jam delapan pagi, ya?"

Nadia terbengong-bengong dengan pertanyaan Leon. Ia kemudian melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul sembilan malam. "Perbedaan waktu kita sebelas jam. Jadi--" Nadia menganggukkan kepalanya. "Di Jakarta sekarang jam delapan pagi."

"Orang yang mau gue ajak kesini, sekarang masih di Jakarta," ujar Leon.

"Who?" Nadia kembali bertanya.

Leon menoleh dan menatap Nadia. "Me."

Nadia menatap Leon tidak percaya. "What?"

Leon tersenyum. "Another me, lebih tepatnya."

"Maksudnya?" Nadia semakin kebingungan.

"His name is Aslan. He's my twin brother."

*****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys

and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.


CREATORS' THOUGHTS
pearl_amethys pearl_amethys

Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..

Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya. Sekali lagi Terima Kasih atas dukungan kalian.. ^^

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C13
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login