Download App

Chapter 2: Bab 1 An Accident

Jalanan Kota Jakarta hari ini sedang padat. Banyak kendaraan yang terjebak macet saat mendekati persimpangan jalan. Salah satunya mobil hitam tersebut. Sudah beberapa menit mobil yang dikendarai wanita ini berdiam lantaran lampu lalu lintas belum juga berubah warna menjadi hijau.

Tante Vanya akhirnya mendesah lega ketika kendaran-kendaraan di depannya mulai melaju. "Akhirnya bisa jalan dengan lancar juga," komentarnya ketika mobil yang dibawa mulai melaju mulus.

Tante Vanya melirik ke samping, lagi-lagi ia tak mendapat respon dari orang yang duduk di jok sebelahnya ini. Sudah hampir setengah jam mereka duduk berdua di mobil ini, meninggalkan bandara dan mulai menuju ke rumah. Tapi sedari tadi, anak lelaki ini belum juga membuka suaranya jika Tante Vanya tidak menanyakan sesuatu.

"Rivay?" tegur Tante Vanya akhirnya karena sedari tadi dia hanya melamun saja.

Rivay yang sedari tadi mengarahkan pandangannya ke luar jendela, sedikit tersentak dan mulai menoleh menatap Tante Vanya yang masih menyetir. "Ah iya, Tan?"

"Kamu dari tadi diem aja, kenapa? Masih capek karena di pesawat tadi?"

Rivay menggeleng pelan. "Enggak kok, Tan. Aku cuma lagi merhatiin keadaan sekitar kota ini aja. Udah lama gak ke sini," ucap Rivay dengan pandangan menerawang, seolah pikirannya sedang berkelana mengingat masa lalu.

Tante Vanya tersenyum maklum. "Iya, selama dua tahun di Lampung, kamu gak pernah main ke sini. Dani sering tuh nanyain kamu kapan balik ke Jakarta. Om Darius juga sering nanyaian kabar kalian," komentar Tante Vanya seraya menyebutkan nama anaknya, Dani, yang seumuran dengan Rivay.

Rivay diam sejenak sebelum kembali berucap. "Aku sebenernya pengen main ke tempat Tante, tapi…." Rivay tidak menyelesaikan kalimatnya. Mendadak ekspresi wajahnya menjadi murung.

Tante Vanya yang menyadari perubahan ekspresi itu segera mengubah topik pembicaraan. "Tapi Dani juga keterlaluan nih. Dia sering nanyaian kamu kapan pulang ke Jakarta. Eh giliran kamu sudah pulang, dianya gak bisa jemput kamu di bandara. Om Darius juga sibuk rapat terus di kantor, jadinya cuma Tante yang bisa jemput kamu di bandara," omelnya segera mengingat tingkah anak lelaki satu-satunya itu.

Rivay tersenyum kecil. "Gak apa kok, Tan. Dia kan lagi sibuk ngurusin pensi sekolah."

"Iya sih. Awas aja kalau tu anak pulangnya malem lagi. Dia udah bilang kalau setelah selesai acara bakal cepat pulang ke rumah."

Baru saja Tante Vanya menyelesaikan kalimatnya, bunyi ponselnya berteriak nyaring. Masih sambil menyetir dengan sebelah tangan, wanita itu meraih ponselnya dan mengangkat panggilan telepon yang masuk.

Selagi Tante Vanya sibuk berbincang di telepon, Rivay kembali memperhatikan jalan yang mereka lewati. Dua tahun…. Sudah selama itu ia tidak pernah kemari. Tapi meskipun begitu tidak banyak yang berubah dari kota ini, yang jika dibandingkan dengan kehidupannya jelas sangat berbeda.

"Duh, ada sedikit masalah di butik Tante, Riv," keluh Tante Vanya setelah kembali menaruh ponselnya di dalam tas.

Rivay segera mengalihkan pandangannya dan menoleh ke Tante Vanya.

"Barusan salah satu pegawai Tante telepon, Tante diminta datang ke sana segera," cerita Tante Vanya ragu.

"Ya udah Tante ke sana aja," ucap Rivay santai.

Tante Vanya menghela napas. "Tapi kamu kan baru datang ke sini, masa mau Tante tinggal sendirian?" ucapnya tak enak hati.

"Gak apa kok, Tan. Tante urus aja dulu pekerjaannya."

Tante Vanya terlihat menimbang-nimbang sebentar. "Bener gak apa, Riv?"

Rivay mengangguk yakin.

"Okelah. Kamu mau Tante antar langsung ke rumah atau… ah iya, atau kamu mau ke rumah Pa–"

"Enggak." Belum sempat Tante Vanya menyelesaikan ucapannya, Rivay menyela dengan cepat. Raut wajahnya mendadak kaku. "Langsung pulang ke rumah Tante aja."

Tante Vanya segera merutuki kesalahannya. Mendadak aura di mobil tersebut menjadi tak enak. "Baiklah," jawabnya pelan.

Ia terus melajukan mobil. Tetapi saat melewati sebuah kafe yang terletak persis di pinggir jalan, Rivay kembali membuka suara.

"Turunkan aku di sini aja, Tan," ucap Rivay tiba-tiba.

Tante Vanya menghentikan laju mobilnya dengan plean. "Di sini?" tanyanya sambil melihat sekitar.

"Iya, aku ke kafe ini dulu aja. Gak apa kan?"

Tante Vanya memperhatikan sebentar kafe tersebut. Ah, benar juga, Daripada Rivay ia tinggal sendiri di rumah, lebih baik anak lelaki itu ke sini. "Iya gak apa kok. Nanti Tante kasih tau Dani buat ngampirin kamu di sini."

***

Fayra buru-buru masuk ke dalam kafe bernuansa biru ini. Saat telah sampai di dalam, ia terdiam sebentar sambil mencari-cari di mana meja tempat teman-temannya sudah berkumpul. Ketemu. Di sana sudah duduk manis ketiga temannya, yaitu Chesta, Dira, dan Sisil. Mereka duduk di pinggir kaca kafe, sehingga bisa melihat keadaan di luar kafe yang ramai akan orang-orang yang belalu-lalang.

Fayra dengan langkah lebarnya menghampiri tempat tersebut. Seharusnya ia datang dari 30 menit yang lalu, tapi karena saat perjalanan ke sini ban depan motornya bocor, jadi ia baru bisa sampai sekarang. Untung saja tak jauh dari tempat ia berhenti, ada kios tampal ban. Fayra dengan terpaksa mendorong sebentar motor matic hijau kesayangannya ke sana.

Saat sudah sampai pun, ia harus menunggu antrian selama dua puluh menit. Ternyata bukan hanya dia saja yang mengalami hal tidak menyenangkan ini, ada dua orang yang bernasib serupa sepertinya dirinya. Setelah selesai, ia dengan cepat menggas motornya ke Kafe Naquela. Ia mengendarai motor dengan cukup cepat, untuk menghindari keterlambatan yang lebih lama lagi

"Aduh, sori gue telat," ucap Fayra sambil memasang cengiran tak berdosanya. Ia duduk di satu-satunya kursi yang tersisa di sekitar meja nomor tujuh tersebut.

''Ya ampun Fay, ke mana aja lo? Kenapa baru datang jam segini? Kita janjian ketemu jam setengah empat lho, dan lo baru datang sekarang, jam empat!" sembur seseorang yang duduk di samping Fayra.

"Masih untung cuma setengah jam Fayra telat, biasanya juga lebih," sahut Dira santai sambil meminum jus strawberry-nya. Dira ini memang pembawaanya selalu santai, tapi perkataannya selalu ngena, dia juga kadang bersikap dewasa jika diperlukan. Beda sekali dengan Fayra dan Chesta yang bawel dan somplak. Dira sendiri juga heran kenapa ia bisa berteman dengan mereka. Ya, mungkin untuk menjaga keseimbangan.

"Elo Dir, ngomong kayak gitu seolah-olah gue hobi telat aja," jawab Fayra dengan bibir manyun.

"Emang," balas Dira singkat.

"Gue telat itu ada alasannya tau!"

Alis Dira terangkat menunggu kelanjutan penjelasan Fayra.

Fayra mulai menceritakan bagaimana kronologis ia bisa sampai telat. Tentang ban motornya yang sepertinya bocor karena terkena paku, bagian ban mana yang bocor, bagaimana ia mendorong motornya susah payah agar sampai di tempat tampal ban, orang-orang yang juga menambal ban seperti dirinya, mas-mas penambal ban yang cukup manis, cowok ganteng yang lewat ketika Fayra lagi menunggu antrian, pokoknya lengkap deh. Chesta, Dira, dan Sisil pun mengangguk-angguk mengerti. Mereka sama sekali tak menunjukkan ekspresi prihatin, yang ada malah berusaha menahan tawa mereka.

Fayra berdecak kesal atas respon teman-temannya itu. Sudah bercerita panjang lebar, eh gak ada yang simpati. Ia meraih gelas minuman terdekat untuk diminum, yang entah minuman apa dan kepunyaan siapa. Ia memang belum sempat memesan makanan dan minuman, sedang teman-temannya yang telah datang terlebih dahulu tentu sudah pasti telah membeli makanan dan minuman, terlihat dari beberapa potong kue dan jus yang berada di atas meja.

"Astaga Fay, stop! Itu jus pisang, elo kan alergi pisang!" cegah Sisil yang sedari tadi hanya diam menyimak apa yang terjadi. Nah kalau Sisil ini gak beda jauh sama Fayra dan Chesta, tapi terkadang ia juga bisa bersikap seperti Dira. Terkadang.

Seketika Fayra menjauhkan gelas tersebut dari mulutnya dengan tersedak. "Uhuk-uhuk! Kenapa gak bilang dari tadi?" sahut Fayra setelah menaruh kembali gelas jus tersebut di atas meja.

"Salah siapa yang asal ambil aja, cepat muntahin Fay, ayo!" sembur Chesta sambil menepuk-nepuk tengkuk Fayra.

"Gak bisa lah Ches, udah tertelan ini, udah ah stop nepuk-nepuk tengkuk gue, sakit tau!"

"Ya gue kan cuma mau bantuin, Fay."

"Udah deh kalian, berisik banget. Kita tunggu aja, paling sebentar lagi Fayra bakal bolak-balik ke toilet," kata Dira santai seolah gak terjadi apa-apa.

"Ih Dira tega deh sama gue," sahut Fayra sambil masang muka melasnya yang langung dihadiahi lemparan gulungan tisu oleh Dira.

Preet preeet brruutt.

Chesta, Dira, dan Sisil terdiam sebentar mendengar suara yang sepertinya tak asing tersebut, sedangkan Fayra nyengir tak berdosa. Ia lalu bangkit berdiri bergegas ke toilet sebelum ketiga temannya mengomelinya atas tindak lancangnya membuang gas beracun di hadapan mereka.

"Fayraaaaa, ih jorok! Bau tauuuu, kalo mau ken-hmmpptt," Chesta yang berteriak heboh segera dibekap mulutnya oleh Sisil sebelum menarik perhatian pengunjung kafe yang lain. Setelah merasa Chesta tak akan berteriak heboh lagi, Sisil segera melepas bekapannya.

"Hehe, sori sori, kelepasan," ucap Chesta yang menyadari kesalahannya.

Fayra yang sempat mendengar teriakan Chesta hanya bisa terkikik geli sambil memegangi perutnya yang mulai terasa mules. Saat perjalanan ke toilet ia sempat menabrak beberapa orang dan hanya menggumamkan kata maaf.

Hhhfft alergi pisang, siap-siap bolak-balik toilet ini, batin Fayra.

Fayra ini memang alergi pisang. Pisang apa aja dan mau diolah seperti apa juga pasti akan membuat perutnya menjadi mules karena diare dadakan tersebut. Biasanya kalau sudah seperti itu, seharian penuh Fayra akan bolak-balik toilet. Dikasih obat juga gak bakal mempan.

Sesampainya di toilet, Fayra bergegas memasuki salah satu bilik di situ. Fayra menutup pintu dengan cukup kasar, sehingga mengakibatkan beberapa perempuan yang sedang berkaca di toilet itu menoleh kaget ke arah pintu tersebut.

Cukup lama Fayra berada di bilik toilet itu, hingga akhirnya Fayra keluar dan mencuci tanganya dengan sabun sambil berkaca sebentar. Baru saja ia ingin memegang kenop pintu toilet untuk keluar, perutnya terasa mules lagi. Segera saja cewek itu bergegas kembali masuk ke dalam bilik tadi.

Setelah hampir lima belas menit di dalam toilet dan sempat mengalami aksi bolak-balik bilik toilet, Fayra keluar dengan perut yang sedikit terasa lega. Ia berjalan lemas menghampiri teman-temannya yang sepertinya sedang mengobrol serius. Fayra yang baru akan mendudukkan bokongnya di kursi, berdiri tegak kembali sambil menggebrak meja setelah menyimak apa yang mereka bicarakan, hilang sudah rasa lemasnya tadi. Hal tersebut cukup menarik perhatian pengunjung yang lain. Sedangkan Chesta, Dira, dan Sisil menatap bingung ke arah Fayra.

"Kurang ajar tu cowok! Berani colak-colek bokong Sisil! Pokoknya dia harus dikasih pelajaran." Fayra segera berjalan menghampiri meja nomor dua belas yang berdasarkan percakapan tadi merupakan tempat duduknya si cowok kurang ajar. Ia sempat mengambil sepiring cheesecake yang terletak di atas mejanya untuk cowok tersebut.

"E-eh Fay, lo mau ke mana? Berhenti!'' cegah Sisil sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tapi sayang terlambat.

Plak.

Bunyi sepotong cheesecake yang bertabrakan dengan wajah cowok tersebut. Ehm lebih tepatnya sih ditabrakan.

"Heh! Lo jadi cowok harus menghargai cewek dong! Tangan lo gak bisa dijaga apa sampai main colak-colek bokong temen gue? Mau gue tuntut ke KomNas Perempuan?" sembur Fayra marah-marah.

Seketika suasana kafe menjadi hening atas tindakan Fayra. Hampir semua mata memandang ke arahnya, ingin tau apa yang sebenarnya terjadi.


CREATORS' THOUGHTS
NurAzilawati_ NurAzilawati_

Aku harap kalian menikmatinya. Love you guys.

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login