Download App

Chapter 28: Kamar Nadine

Tak lama kemudian, sebuah mobil Maybach berwarna hitam berhenti tepat di depan sebuah komplek rumah yang sangat luas sekali. 

Velina membuka kaca mobil dan para penjaga segera menunduk hormat padanya, membukakan pintu gerbang dan mempersilakan mereka untuk masuk. 

Velina tersenyum pada Daniel dan mengucapkan terima kasih sebelum dia membuka pintu mobil. Mulanya dia berniat untuk melihat kepergian Daniel, namun lelaki itu menolaknya. Diapun segera memasuki rumah setelah melambaikan tangannya pada Daniel. 

Dari dalam mobil yang jendelanya terbuka, Daniel menatap Velina yang sedang berjalan memasuki rumah. Sebenarnya, di dalam hatinya, ia merasa agak kecewa karena gadis itu tidak menawarinya untuk mampir meskipun itu hanya sekedar untuk minum teh.

Menghembuskan nafasnya dalam-dalam, ia lalu menutup kaca jendela mobilnya dan segera meninggalkan pekarangan rumah keluarga Marcello.

Dari dalam rumah, Velina melihat mobil Daniel dari belakang, yang perlahan menghilang ditelan kegelapan malam. Dia tersenyum. Lalu, dia segera beranjak pergi ke kamarnya di lantai 2.

"Selamat malam, nona! Apa nona ingin dibuatkan makan malam?" Richard Tan, kepala pelayan keluarga Marcello, menyapanya.

Velina menggeleng. "Tidak, terima kasih. Aku sudah makan sebelum pulang kesini" dia tersenyum dan segera menaiki tangga. Dilihat dari suasananya, sepertinya tak ada seorangpun di rumah.

Rumah itu besar, dan dihuni oleh banyak orang, termasuk keluarganya dan para pekerja. Namun, entah kenapa, malam ini terasa sunyi sekali meskipun ada banyak orang di rumah. 

Ketika Velina hendak memasuki kamarnya, tiba-tiba hatinya tergelitik untuk melihat adiknya. Mungkin saja, ia berada di kamarnya. 

Maklum, adiknya seorang introvert dan sangat suka menyendiri, sehingga terkadang sulit bagi orang-orang di sekitarnya untuk mengidentifikasi keberadaannya yang antara ada dan tiada.

Velina mengetuk pintu kamarnya sekali. Tak ada yang menjawab. Dua kali. Tak juga ada yang menjawab. Perlahan, dia mencoba untuk membuka pintu kamarnya. Dia agak terkejut ketika dia mengetahui jika pintunya tak dikunci.

'Apa ia sedang mandi?' Pikirnya dalam hati.

Dia memutuskan untuk mencoba memasuki kamar Nadine dan mendekati pintu kamar mandi. Namun, sepertinya tak ada tanda-tanda adanya makhluk hidup di dalamnya. 

'Hmmm' Velina mengernyitkan keningnya. Sekarang sudah lebih dari jam sembilan malam.

Dia memandangi sekelilingnya. Akhirnya, dia menyadari sesuatu, ini adalah pertama kalinya dia benar-benar memasuki kamar Nadine. Sebelumnya, dia sama sekali tidak pernah memasuki kamar Nadine seperti ini. Paling-paling, dulu dia hanya melihat ke dalam dari luar pintu untuk mencari adiknya. 

Dengan santai, Veline duduk diatas tempat tidur Nadine. Kasur itu terasa sangat empuk. Kamar adiknya terlihat sederhana. Tak banyak hiasan seperti kamar-kamar para gadis seusianya. 

Di dinding, berderet beberapa rak buku yang isinya membuat Veline bosan: buku-buku mengenai akuntansi, ekonomi dan perbankan. Pandangannya lalu terarah pada sebuah majalah.

Itu adalah majalah Forbes. Di bagian sampulnya, terdapat sebuah foto wanita muda yang terlihat enerjik dan penuh percaya diri. Itu adalah foto Nadine Marcello. Adiknya sendiri.

Awal tahun ini, ia baru saja dinobatkan sebagai salah satu dari lima besar wanita muda berpengaruh dalam perekonomian negara Vanesia.

Veline segera mengambil majalah tersebut dan membuka halaman demi halaman, mencari artikel tentang dirinya. Dia membaca artikel mengenai Nadine sambil tersenyum. Dia sangat bangga padanya, yang meskipun baru berumur 20 tahun, namun sudah dapat membuktikan dirinya sendiri pada keluarganya dan juga turut membesarkan nama keluarganya, yang dari dulu sudah dikenal sebagai salah satu keluarga terpandang paling berpengaruh se-Vanesia.

Setelah pertemuannya dengan Afriza, Veline memang memutuskan untuk lebih membuka diri terhadap adik satu-satunya. Selama ini, Veline tenggelam dalam pemikirannya sendiri, dia tidak pernah mencoba untuk merasakan berada di posisinya.

Yang dia tahu, adiknya yang sedari kecil memang memiliki badan yang lemah, hidup enak di rumah yang mewah, pergi ke sekolah dan bisa bermain dengan teman-temannya, merasakan kehidupan bersekolah. Sementara dia mengisi hari-harinya dengan latihan demi latihan keras yang membuatnya muak pada awalnya. 

Meskipun, pada akhirnya Veline memutuskan untuk merasakan sekolah seperti orang-orang biasa ketika dia menginjak bangku kuliah. Sementara, Marino lebih dulu memutuskan untuk bersekolah ketika memasuki masa SMA.

Merasa bosan, Veline berdiri, kembali mengamati lemari milik Nadine yang berisi foto keluarga ketika dirinya masih kecil. Di dalam foto tersebut, ada enam orang: kakeknya, Nico Marcello, ayahnya, Franco Marcello, pamannya, Giulio Marcello yang saat ini bermukim di Hong Kong, Marino, Nadine serta Velina.

Sepertinya, itu adalah foto keluarga terakhir yang sempat mereka miliki. Setelah itu, mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Velina menghela nafas. Sungguh berat hidup dalam keluarga dengan segudang tanggung jawab yang melimpah ruah.

Selain itu, ada pula foto kelulusan Nadine dari universitas. Gadis itu tersenyum di dalam foto tersebut, namun entah kenapa Velina dapat merasakan jika senyum itu hanyalah topeng. 

Dia tidak benar-benar mengenal adik kandungnya sendiri.

Kemudian, pandangan Velina terarah pada meja kerja Nadine. Gadis itu begitu rapi, tak seperti dirinya yang sedikit berantakan.

Dia lalu menghampiri meja kerjanya. Pandangannya terarah pada sebuah buku yang terletak di atas meja.

Velina tak bermaksud untuk melihat isinya, namun, buku itu memang terbuka. Sepertinya, Nadine lupa menyimpannya setelah menulisinya semalam.

Atau, ia tahu tak ada seorangpun yang berani memasuki kamarnya tanpa seijinnya.

Mungkin juga, ia memang tak menyimpannya di suatu tempat karena ia tahu tak satupun anggota keluarganya sudi memasuki kamarnya.

Buku di atas meja itu adalah buku harian Nadine.


CREATORS' THOUGHTS
maiddict maiddict

Hai hai! maafkan slow update ya!

Maklumlah keseharian aku sebagai pekerja 8 to 4 dan penerjemah lepasan demi bisa jajan mie ayam bakso pakai ceker. ヽ(*⌒∇⌒*)ノ

Anyway, terima kasih sudah melemparkan batu kuasanya (power stone) untuk novel ini. Keep voting ya, supaya aku tahu kalau novel ini disukai oleh teman-teman semua (biar semangat nulis nih! Muahahaha) dan juga terima kasih karena sudah mengoleksi novel ini di pustaka kalian!

Happy Wednesday!

muach muach (*^▽^*)

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C28
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login