Download App

Chapter 13: 12 Dibalik Senyum

Hati yang rusak memang mencintai kenangan, walau sadar di dalamnya banyak luka dan kekecewaan yang tak pernah sembuh. Itulah manusia semakin sakit semakin ingat.

-Bernard Batubara-

Namun kemudian Naya terkejut melihat Fazran yang dengan tenangnya memisahkan timun dari atas piring makanannya. Dia lantas menatap Fazran yang masih fokus memisahkan sayuran yang Naya benci dari piringnya.

Fazran.. Batin Naya merasa terkejut sekaligus heran.

Dia tidak tahu harus bagaimana. Dia seperti tersesat melihat Fazran yang menunjukan beberapa hal yang tidak pernah Naya duga.

Sebenarnya apa yang terjadi setelah kita berpisah? Apa yang terjadi selama 5 tahun ini?

"Ada apa? Kenapa melihatku seperti itu?" Setelah memisahkan timun dari atas piring Naya, Fazran mendongak dan mendapati Naya menatapnya sangat serius.

Naya tersadar dari lamunannya dan tersenyum canggung. "Itu.. kenapa anda memisahkan timun dari piring saya, pak?" Tanya Naya, dia memutusakan untuk bertanya, karena ia butuh tahu apakah pria ini memang mengingatnya atau tidak.

Fazran menukikkan satu alisnya dan mengedikan bahu acuh. "Bukankah kamu tidak suka?" Fazran balik bertanya.

"Tapi—bagaimana anda bisa tahu, pak?"

"Saya melihatmu memisahkan potongan timun ketika kita bertemu di kantin waktu itu. Jadi kupikir kamu masih tidak menyukainya. Apa aku salah?" Fazran sudah bersiap akan mengembalikan timun yang tadi di pisahkannya ke piring Naya namun buru-buru wanita itu menahan tangan bosnya.

"Tidak, saya—" Naya menahan tangan Fazran dan baru menyadarinya ketika Fazran melirik kontak fisik tangan mereka itu. "O—ouh, maaf, pak." Naya segera melepaskan tangan Fazran dan mengembalikkan tangannya pada posisi di atas pahanya.

"Kalau begitu cepat dimakan, sebelum makanannya dingin." Ujar Fazran.

Naya akhirnya menurut untuk memakan makanan yang tersaji di hadapannya, meski dirinya masih dilanda kebingungan setelah Fazran menjawab pertanyaannya. Karena dirinya masih ragu dengan jawaban Fazran, seolah dia berharap Fazran memisahkan timun dari makanannya karena pria itu ada Fazran yang dia kenal.

///

Jam di atas meja kerja Naya sudah menunjukkan pukul 2 siang. 1 jam sudah sejak dia dan Fazran makan bersama di ruangan Fazran. Tapi perkataan Fazran tadi mengenai ketidak sukaannya pada timun entah mengapa membuatnya kecewa.

Ternyata waktu tidak selalu bisa menyembuhkan segalanya. Selain masih merasa sangat membenci Fazran atas kisah lalu mereka, kini juga fakta bahwa Fazran lupa padanya membuatnya kecewa dan hatinya terluka walau sedikit.

Fazran benar ketika berkata pria itu melihatnya memisahkan mentimun dari hidangan yang ia makan di kantin kala itu. dia memberikan timun itu pada Danita dan Danita pun berkata bahwa timun itu baik untuk kesehatan untuk mencibirnya yang tidak menyukai sayuran itu. Mungkin dari situlah Fazran mengetahuinya.

Helaan nafas kembali terdengar, Naya menundukan kepalanya sampai menekan meja kerjanya dan mendesah agak keras untuk menetralisir segala perasaan yang campur aduk di dalam hatinya saat ini.

"Ya ampun!"

Naya langsung bergerak menjauh dari mejanya begitu merasakan getaran keras yang ternyata berasal dari ponselnya yang tergeletak tak jauh dari posisi kepalanya tadi. Naya kemudian segera melihat siapa yang menghubnginya di tengah jam kerja walaupun dia tidak terlalu sibuk sekarang ini.

Dan dia melihat nama Arya di layar ponselnya.

"Halo.." Sapa Naya.

"Halo.. Apa kabar, Nay?"

Naya tersenyum mendengar suara lembut Arya yang menyapanya. Kekesalan yang dirasakannya tadi bisa sedikit berkurang karena itu.

"Baik. Bagaimana sama lo? Lo pasti capek banget abis ngurusin acara ulang tahun sampe 3 hari?" Naya berbalik menanyakan kabar.

Terdengar helaan nafas dari seberang telepon lalu kekehan juga. "Yeah.. gue selalu pulang jam 3 pagi trus tidur dan baru aja bangun karena gue akhirnya dapet cuti. Dan gue merasa terhormat telfon gue di jawab sama cewek cantik kayak lo." Kata Arya.

Naya tersenyum mendengar rayuan Arya yang entah kenapa membuatnya tersipu. Ia memegangi pipinya yang memanas. "Hahaha.. Pinter 'ngerdus' ternyata lo. Kalau gitu ada apa telfon nih?" Tanya Naya ingin tahu tujuan Arya menelfonnya.

"Selalu to the poin, Miss Naya?" Arya terkekeh, begitu juga Naya. "Gue pengen ngajak lo makan malam, lo punya waktu malam ini?"

"Malam ini?"

"Yess.."

Naya nampak berpikir sebentar lalu melihat lagi jadwal dari atasannya dan tidak ada jadwal alin setelah pulang kerja. Jadi bisa dipastikan dia punya waktu bebas malam ini setelah hari pertamanya bekerja terlewati.

"Ok.. aku punya waktu malam ini." Kata Naya memberi tahu keputusannya.

"Beneran? Gue jemput lo sepulang kerja nanti, ya."

"Sip sip."

"See you, Nay.."

"See you."

Naya menutup telfonnya dengan senyum terlukis di bibinya. Dan senyuman itu dilihat jelas oleh Fazran yang kini berdiri tepat di belakang kaca jendela ruangannya yang bisa menampakkan semua gerak-gerik Naya dari ruangannya.

"Siapa yang menghubunginya?" gumamnya pelan sembari berpikir siapa yang menghubungi Naya sampai membuat wanita itu sempat tersipu.

Fazran berjalan menuju meja kerjanya dan menekan tombol line telepon di meja kerjanya yang langsung tersambung pada ruangan Yudit.

"Batalkan pertemuanku bersama klien sore sampai malam nanti. Aku ada keperluan lain sepulang kerja." Fazran mengatakan langsung pada Yudit tanpa sapaan apapun.

Kemudian pria ini kembali menatap Naya dari posisinya. Dia bisa melihat jelas wanita itu kembali ceria usai tadi dia memberi syok terapi.

"Apa aku harus bergerak cepat, Nay?" Lirih Fazran, perasaanya tidak enak dengan apa yang akan terjadi nanti.

///

Naya dan Arya sudah dalam perjalanan untuk mencari restoran sushi yang direkomendasikan oleh pria itu. Naya menurut saja dengan pilihan pria itu karena dia pun sudah lama tidak memakannya setelah terakhir kali memakan sushi disaat liburan ke Jepang bersama Danita.

Tidak banyak percakapan yang terbangun di dalam mobil saat ini, karena Naya sendiri sedang bergelut dengan pikirannya yang masih tertaut dengan kejadian di lobi tadi dimana dia sedang menunggu datangnya Arya untuk menjempunya.

Saat itu dia sudah di lobi setelah 10 menit bubarnya jam kerja. Banyak karyawan yang keluar dan melewatinya yang duduk di kursi tunggu yang ada disana. Ia kemudian memberi tahu Arya bahwa dia sudah selesai bekerja dan pria itu mengatakan akan segera sampai kesana untuk menjemputnya. Dan 15 menit kemudian yang Naya habiskan dengan memainkan game di ponselnya berakhir dengan suara seorang yang berdiri di hadapannya.

"Nayara."

Naya segera meninggalkan fokusnya dari ponsel dan melihat siapa yang memanggilnya. Sebenarnya dia tahu siapa itu, di hafal suaranya bahkan setelah 5 tahun tidak bertemu.

"Pak Fazran." Naya segera beranjak dari duduknya. Di belakang Fazran ada Yudit, yang kemudian melipir minggir setelah mendapat kode dari Fazran.

"Kamu menunggu seseorang?" Tanya Fazran setelah mengamati Naya.

Naya mengangguk. "Iya.."

"Sebaiknya kamu menyuruh siapapun itu untuk kembali, kamu akan menemaniku menemui klien." Ujar Fazran.

Mata Naya terbelalak kaget. Dia merasa tidak melewatkan kalimat apapun mengenai jadwal Fazran di tablet pc ber-password tanggal lahirnya itu. Tapi kenapa mendadak Fazran mengajaknya untuk menemui klien?

"Ta—tapi, saya sudah melakukan janji dengan seseroang terlebih dahulu. Juga.. saya sudah memeriksa jadwal anda sebelum memutuskan menerima janji tadi." Jelas Naya.

"Jadi janji itu menurutmu lebih penting dari pada menemani saya menemui klien?" Tanya Fazran, dia menggunakan kekuasannya untuk bertanya mengintimidasi seperti itu.

Tentu saja pertanyaan itu membuat Naya gelagapan, dia tidak tahu harus menjawab apa. "Bukan begitu maksud saya, tapi—"

"Seharusnya seorang atasan tidak mengintimidasi karyawannya dengan jadwal mendadak seperti ini."

Naya dan Fazran kompak menoleh pada seorang yang ikut bergabung dalam percakapan mereka.

"Saya Arya, manajer Real Hotel yang melakukan janji dengan sekertaris anda." Kata Arya memperkenalkan dirinya di hadapan Fazran yang sama sekali tidak berniat untuk tahu siapa pria itu.

Namun tatapan penuh amarah dari Fazran menyiratkan makna lain bagi Naya. Ada yang tersembunyi dibalik itu, tapi Naya tidak bisa menerjemahkan tatapan amarah itu kenapa tertuju pada Arya yang baru pernah ditemui oleh Fazran?

"Sekertaris anda ini sudah berada di luar jam kerjanya untuk melakukan kewajibannya, jadi tidak ada salahnya dia menerima ajakan saya. Bukankah begitu, bapak Fazran Azri Gunayudha?"

Fazran tidak menanggapi sindiran Arya dan hanya kemudian beralih menatap Naya yang sedikit kebingungan dengan suasana yang tercipta diantara mereka bertiga apalagi sekarang ini masih banyak karyawan yang ada di perusahaan dan melewati lobi untuk keluar.

"Baiklah. Kamu boleh pergi." Kata Fazran, masih menatap pada mata Naya.

"Tanpa ijin anda pun dia akan tetap pergii dengan saya." Celetuk Arya dan lagi-lagi tak mendapat tanggapan dari Fazran yang hanya menatap Naya lalu sedetik kemudian pergi dari hadapan Naya dan Arya.

Sampai di restoran pun, Naya masih teringat denagn kejadian tadi. Dia menyantap makanannya pelan karena otaknya masih juga digunakan berpikir. Sementara Arya menyantap makananya dengan lahap karena sudah kelaparan sejak dia bangun tidur namun tidak menemukan apapun di dalam kulkasnya.

"Aaa.."

Naya terkesiap dan kemudian menerima saja suapan sushi dari Arya yang sudah ada di depan wajahnya. Lalu mengunyahnya segera karena Arya masih mengamatinya memakan sushi suapannya tadi.

"Enak 'kan? Jadi cepet dimakan.. lo dari tadi ngelamun terus." Kata Arya.

"Gue nggak ngelamun kok." Sanggah Naya.

"Tapi tidur?" Naya berdecak mendenganya.

"Dari seorang staf di HRD jadi sekretaris nih, Nay?" Arya membuka percakapan.

Naya tersenyum kecil, atau sebenarnya dia tidak ingin tersenyum. "Gue juga nggak tahu.. sepulang dari chek up rutin di rumah sakit gue gue ngeliat meja kerja bersih dari barang-barang gue lalu dalam jangka waktu setengah jam gue udag ganti jabatan jadi seorang sekretaris." Naya bercerita.

"Setidaknya itu baik buat jenjang karir lo." Ujar Arya memberi pendapat.

Naya mengambil sepotong sushi lalu mencocolkannya kedalam saus mayo. "Tapi gue sama sekali nggak berniat untuk jadi sekretaris, lo tahu?"

"Hmm." Balas Arya kemudian ibu jarinya terangkat menuju sudut bibir Naya dan mengusapnya. Tindakan itu tentu mampu membuat Naya terkejut dan menatap pria yang duduk berhadapan dengannya ini.

"Ada saos di bibir lo tadi." Arya bersuara setelah keheningan menjebak mereka selama beberapa saat dan dilanjut dengan kecanggungan karena tindakannya tadi.

"Ah..thanks.." Ucap Naya, dia mengambil tisu dan mengusap lagi sudut bibirnya.

Dan tindakan tadi juga membuat reaksi lain untuk seseorang yang melihatnya di sudut yang tak terlihat oleh Naya dan Arya.

"Sepertinya Arya sudah mulai bergerak, pak." Kata Yudit, matanya ikut mengamati Arya dan Naya di meja yang berjarak 5 meja dari posisi meja mereka.

Fazran masih terdiam di tempatnya, namun remasan telapak tangannya pada kertas laporan saham perusahaan yang sedang dibacanya tadi mampu menunjukan seberapa tinggi emosinya sekarang.

"Kalau begitu aku akan seribu langkah lebih maju darinya." Kata Fazran.

///

Instagram: gorjesso

Purwokerto, 15 Juli 2019

Tertanda,

Orang.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C13
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login