Download App

Chapter 3: 2 : Sceau (1)

Miruchi tengah sibuk merapikan barang-barang yang akan dibawanya ke sekolah. Rumahnya begitu sepi karna keluarganya tengah tertidur sedangkan dia sudah bangun.

"Baik, semuanya sudah siap." ujarnya.

Dia langsung menggendong tas miliknya dan membawa handphonenya.

"Aku pergi ke sekolah ya!" teriaknya. Masih tidak ada respon dari ayah maupun ibunya.

"Mungkin mereka masih terlelap tidur." batinnya sambil menutup pintu rumah. Tapi rasanya sakit mengingat entah mereka tidur maupun bangun, setiap kali dia memberi salam, tidak ada respon sama sekali.

Dia memasang headset ke telinganya lalu mendengarkan lagu selagi berjalan kaki ke arah sekolah.

Dia menengok ke jam tangannya.

"Masih jam 4 lewat 20 menit. Aku harap tidak terlambat." gumamnya.

Dia berjalan menelusuri pagi yang masih dingin dan gelap. Belum ada siapa-siapa di jalanan kecuali para pemabuk. Syukurlah Miruchi bisa menghindari mereka.

Sesampainya dia di sekolah. Gerbang sudah dibuka. Tapi yang dia lihat satpam masih tertidur di posnya.

"Kalau sekolah ini diserang, kayaknya biasa aja ya?" gumam Miruchi kesal dengan satpam yang sibuk tidur.

"Mungkin dia kelelahan." sambungnya sambil berjalan ke arah kelas. Terdengar bisikan-bisikan aneh sepanjang lorong sekolah.

Miruchi sangat takut pada hantu. Diapun langsung berlari menuju kelas. Masa bodo dengan perasaan malu sebentar.

Miruchi benar-benar mengharapkan semua orang sudah hadir. Agar dia tidak merasa sendirian disini.

Jam menunjukkan pukul 04.50. Miruchi dengan percaya dirinya membuka pintu kelas.

Wow, hebat. Tidak ada siapapun.

"WEH WEH APA-APAAN INI?!" teriak Miruchi.

Padahal dia sendiri yang tidak niat masuk kelas ini tapi dia sendiri yang datang paling pertama.

Saking takutnya untuk masuk ke dalam kelas yang begitu gelap, Miruchipun duduk-duduk di lorong sekolah sambil menahan rasa takut.

Dia mengeluarkan handphone dari sakunya. Tidak ada notifikasi. Dari Haruna, Haneul, apalagi Linnie.

Miruchi rasanya ingin menangis saja waktu itu. Dia benar-benar menyesal berada di kelas Lucky 7.

Tiba-tiba dari jauh, Miruchi melihat bayangan seseorang. Yang dipikirannya saat itu hanya satu, hantu.

Badannya langsung merinding, apa iya harus menangis disaat yang kurang tepat seperti ini?

"Ah. Kau sudah datang duluan." ujar gadis yang duduk di pojok kanan depan kemarin. Gadis pendiam yang dihampiri oleh Haruna.

"Eh? Kau kenal aku?" tanya Miruchi dengan polosnya.

Gadis itu memutar bola matanya.

"Hanya ada 13 murid di kelas kita, seberapa sulit menghafal wajahmu?" tanyanya dengan nada sarkasme.

Miruchi tidak menangkap sama sekali sarkasme yg dilontarkannya. Malahan Miruchi memikirkan hal lain.

"DIA MEMPERHATIKANKU KEMARIN?!? HIH! SEREM!" batin Miruchi.

"E-ehe, iya ya." jawab Miruchi sambil menggaruk tengkuknya. Masih merasa seram dengan apa yang dipikirkannya tadi.

"Lalu kenapa kau duduk di luar sini?" tanya gadis itu lagi.

"Tidak ada siapapun di dalam-" Mata gadis itu langsung terbelalak dan langsung masuk kedalam ruangan kelas. Ketika dia menyalakan lampu kelas, memang benar-benar tidak ada siapapun disana.

Jam dinding di kelas sudah menunjukkan pukul 05.00.

"Sialan! Aku tidak mau kehilangan posisiku di kelas ini!" batinnya.

"Dimana yang lain?!" bentaknya pada Miruchi.

"Mana kutau! Aku bukan mereka!" jawab Miruchi. Gadis itu terlihat begitu panik. Dan wajahnya langsung pucat ketika melihat seseorang dari kejauhan.

Klotak... klotak... klotak..

Bunyi sepatu hak terdengar oleh mereka berdua. Miruchi menduga itu adalah guru mereka.

Benar saja, dia mendatangi mereka berdua dengan wajah datar. Miruchi langsung berdiri tegap di samping gadis tadi. Dia ketakutan.

"Mampus sudah." batinnya.

"Dimana yang lain?" tanya Lisa-sensei.

Mereka berdua terdiam. Tidak berani melihat ke arah Lisa-sensei. Yang mereka lakukan hanya menunduk saja.

Lisa-sensei menarik nafas panjang.

"Masuklah." perintahnya.

Tanpa babibu, mereka berduapun langsung masuk ke dalam kelas lalu duduk ke bangku mereka masing-masing.

Gadis tadi menarik nafas panjang dan mencoba untuk tidak panik seperti tadi.

"Karna kalian yang datang tepat waktu, maka aku akan memberi kalian Sceau sekarang, para penyihir sudah datang." ujar Lisa-sensei sambil duduk di kursi guru.

"Aku menyuruh kalian datang pagi karna para penyihir tidak boleh diketahui identitas mereka, mereka tidak akan datang ke sekolah ini jika sudah ada murid lain selain murid kelas Lucky 7 berada di sekolah ini. Jadi jika teman-teman kalian ingin mendapatkan Sceau mereka, mereka diberi kesempatan pada esok hari, tapi... pada jam 4. Jika mereka tidak datang, mereka akan melanjutkan kelas Lucky 7 mereka tanpa sceau sama sekali." sambungnya.

"Tapi bukannya... guru bilang kemarin..." ujar Miruchi dengan suara pelan. Meskipun begitu, karna mereka hanya 3 orang di dalam kelas, Lisa-sensei dapat mendengarnya.

"Memang benar, posisi kalian akan diganti. Tapi bukan saat ini juga..."

"Karna menjalani kelas Lucky 7 tanpa sceau hanya akan menuju ke satu arah, mati muda." jawab Lisa-sensei.

Kedua murid itupun langsung menelan ludah dengan ketakutan. Miruchi mengucap syukur sebanyak mungkin karna dia dapat datang pagi.

"Pergilah ke ruang kepala sekolah. Mereka menunggu disana." ujar Lisa-sensei. Miruchi dan gadis tadi langsung menengok satu sama lain. Mereka meninggalkan tas mereka di kelas lalu menuju ruang kepala sekolah.

"Tadi itu... seram sekali." ucap Miruchi sembari berjalan di lorong sekolah.

"Itu sudah resiko, ketika kau berada di kelas Lucky 7. Segalanya dipertaruhkan, bahkan hidup dan mati." Miruchi menengok ke arah seragam gadis itu ketika dia berbicara. Dia mengintip nama gadis itu yg tertera di seragamnya.

"Namamu... Minami?" tanya Miruchi.

"Mina, panggil saja Mina." jawab Minami tanpa menghadap ke arah Miruchi.

"Wah, nama kita sama-sama diawali dengan 'Mi'! Hahahhaa." canda Miruchi yang tidak direspon dengan apa-apa oleh Mina.

"Sekarang aku paham perasaan Haruna." batin Miruchi.

"Maaf, aku hanya.." ujar Mina tiba-tiba.

"Hm?"

"Tidak, tidak ada apa-apa." Mina langsung membuang muka agar Miruchi tidak melihat ekspresinya.

"Ih serem. Apa dia kerasukan ya? Tadi panik, terus kalem, lalu sekarang jadi aneh begini." batin Miruchi.

Mereka berdua memasuki ruangan Kepala sekolah. Disana, sudah ada Kepala sekolah yg menunggu mereka berdua.

"Hanya kalian?" tanyanya. Mereka berdua mengangguk.

"Sudah kuduga." ujarnya sambil menghembuskan nafas.

Dia lalu menuju ke sebuah tembok, mengetuk pelan, lalu muncul sebuah pintu dengan magisnya di tembok tersebut.

"Ayo, masuklah." perintahnya sambil membuka pintu tersebut dan menunjuk ke arah Mina. Mina memasuki ruangan di balik pintu itu.

Ketika dia masuk, kepala sekolah langsung menutup pintu itu.

Miruchi masih berdiri sembari menunggu Mina keluar. Rasanya sangat gugup saat itu.

"Apa kau gugup?" tanya Kepala sekolah.

Miruchi mengangguk.

"Aku sebenarnya tidak berminat masuk kelas ini tapi... mau bagaimana lagi, ehehe." jawab Miruchi.

"Bukan aku yang memilih kalian. Tapi para penyihir yang akan memberikan kalian Sceau. Jadi aku juga tidak bisa melakukan apa-apa soal itu." balas Kepala sekolah.

"Tenang saja, jika kalian sudah dipilih, aku yakin kalian bisa melakukannya. Lagipula yang memilih kalian adalah penyihir-penyihir hebat." jelasnya.

Beberapa menit kemudian, Mina membuka pintu tadi lalu keluar dari ruangan itu. Dia terlihat sama saja seperti tadi. Tidak ada perubahan sama sekali.

"Giliranmu." ucap Kepala sekolah pada Miruchi. Miruchi langsung terguncang jiwanya. Tidak ada satupun temannya disini yang akan mendukungnya maupun membuat dia tenang.

Tapi kalau dipikir-pikir... jika mereka ada, Miruchi bisa saja lebih stress.

Miruchi pun perlahan masuk ke ruangan itu. Rasa takut Miruchi mulai merasukinya.

Ketika dia sudah sepenuhnya masuk ke dalam ruangan itu, pintu tadi langsung tertutup sendiri. Miruchi makin panik.

Ruangan itu gelap. Hanya ada satu lilin, dan Miruchi bisa melihat ada 3 orang penyihir yang mengelilingi lilin itu.

"Aku mau pipis..." batin Miruchi.

Dia berjalan ke arah ketiga penyihir itu. Tiba-tiba salah satu penyihir kaget. Dia menyentuh kepala Miruchi yang dimana membuat Miruchi kaget juga.

"E-EH!" teriak Miruchi.

"Sssh." ucap penyihir yg menyentuh Miruchi.

"Dia orangnya, bukan?" tanyanya pada kedua penyihir lain.

Penyihir yang ditengah menyentuh wajah Miruchi perlahan. Miruchi benar-benar ketakutan karna wajah ketiga penyihir itu sama sekali tidak bisa dilihat. Benar-benar tertutup dengan jubah hitam mereka.

"Benar. Dia orangnya."

"Cepat! Sebelum ketahuan!" bisik salah satu penyihir. Miruchi terlalu ketakutan untuk menyadari bisikan itu.

Lalu penyihir di tengah mengepalkan tangannya lalu membukanya di depan Miruchi. Terlihat ada satu buah Sceau di tangannya.

"Telan ini." perintahnya.

Miruchi mengambil Sceau tersebut lalu bertanya,

"Kalian yakin ini bukan telur cicak?"

"Makan saja!" bentak penyihir.

Miruchi pun langsung menelan Sceau tersebut. Awalnya biasa saja, Miruchi merasa lega bahwa tidak terjadi apa-apa pada dirinya.

Hingga tiba-tiba tangan kirinya terasa panas seperti tengah terbakar.

"A-aaah! Kok sakit?!" teriak Miruchi sambil memegang tangan kirinya. Tangan kirinya beruap hebat. Dia bahkan harus terbanting di lantai untuk menahan rasa sakit yang amat sangat.

Para penyihir saling berhadapan satu sama lain lalu mengangguk. Seolah menyetujui satu hal.

Setelah bergelut hebat dengan rasa sakit di tangan kirinya. Miruchi berdiri dan melihat tangannya sudah ada lambang-lambang asing.

Ada total 6 lambang di tangan kirinya dan saling berurutan.

"A-apa ini?" tanya Miruchi.

"Pergilah. Tugas kami sudah selesai. Kau sendiri yang harus mempelajari sceaumu." jawab penyihir yang berada di bagian kanan lilin.

Miruchi ingin sekali melawan karna dia bingung tanda-tanda apa ini yang ada di tangan kanannya. Dia lalu keluar sembari masih memegang dan mengelus tangan kirinya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Kepala sekolah.

"Oh nggak apa-apa pak. Cuma terbakar." jawab Miruchi dengan nada sarkasme.

"Syukurlah." balas Kepala sekolah.

Miruchi benar-benar kesal mendapatkan respon itu.

"Kembalilah ke kelas." Miruchi dan Minapun berterima kasih pada Kepala sekolah lalu pergi meninggalkan ruangannya.

Pintu yang menuju ruangan para penyihir itupun memudar. Kepala sekolah melihatnya dengan wajah khawatir. Entah kenapa dia merasa bahwa ada yang aneh dari ketiga penyihir itu.

"Tanganmu kenapa?" tanya Mina ketika melihat Miruchi mengelus-ngelus tangannya.

"Tadi sempat terasa seperti terbakar. Tanganku beruap juga. Lalu, malah muncul ini." jelas Miruchi sambil menunjukkan lambang-lambang di tangannya.

"Ah, itu bahasa penyihir." balas Mina.

"Bahasa penyihir?" tanya Miruchi.

Mina mengangguk.

"Kau tidak akan pernah tau maksudnya kecuali kau sendiri adalah penyihir." jelasnya.

Miruchi menghela nafas panjang.

"Tapi benar-benar sakit loh. Masih terasa sampai sekarang." keluh Miruchi.

"Oh ya, apa mereka menjelaskan soal Sceaumu?" tanya Miruchi. Mina mengangguk lagi.

"WEH! Apa-apaan itu? Tidak adil! Sceauku sama sekali tidak dijelaskan!" kesal Miruchi.

"Mungkin mereka punya maksud tertentu." balas Mina kalem.

"Memangnya Sceaumu apa?" tanya Miruchi.

"Copy Sceau. Aku bisa meniru Sceau siapa saja asalkan aku mengetahui fisik mereka. Dan juga, fisikku akan ikut berubah seperti orang yang kutiru Sceaunya. Hanya saja, Sceauku tidak sekuat mereka." jelas Mina.

"Aaaah... Benar-benar tidak adil, mereka menjelaskan sedetail itu padamu tapi tidak menjelaskan detail apapun padaku."

"Mungkin karna kau bodoh."

"Aku tidak sebodoh Linnie."

"Kalau begitu bersyukurlah."

Merekapun tiba-tiba terdiam.

"Ngomong-ngomong, Linnie siapa?" tanya Mina.

"Ada baiknya kau tidak mengenal dia." jawab Miruchi dengan wajah penuh penyesalan.

"Tunggu, teman bodohmu yang terus-terusan berteriak itu?"

"Dia tidak bodoh sih tapi..."

"Sangat bodoh." sambung Miruchi. Mereka berdua tertawa sembari menuju ke kelas.

Awal persahabatan yang lumayan baik bukan?

.

.

.

.

T o b e c o n t i n u e d


CREATORS' THOUGHTS
bbaibo bbaibo

Halo! Ini bakalan ada part 2 nya. Tetap setia membaca ya!!!

Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login