Download App

Chapter 2: Roh ibu

Vanesa melayangkan pikirannya menatap luar, hidungnya mencium bau wangi di udara dalam ruangan mobil. Tiba-tiba tersadar karena suara ponsel orang di sebelahnya berbunyi.

Mendengar orang di sebelahnya itu mendapat panggilan rapat mendadak.

"Huft..., Syukurlah," Vanesa mengelus dadanya sedikit lega. Terhindar dari ancam malam genit, tak perlu bersusah payah mencari alasan untuk menghidari pria hidung belang yang satu ini.

Seminggu kemudian.

Malam-malam genit di Nagoya Kota Batam adalah bagian terindah dari pahitnya kehidupan. Bintang yang dilihatnya menjadi saksi bisu, jawaban dari tanya yang belum terjawab. Vanesa memandang langit, usai pulang bekerja dibutik peninggalan alm ibunya, ia selalu berpura-pura menjadi kupu-kupu liar atau disebut juga PSK.

Kini kedua bola mata berlensa abu-abu itu melirik jam rolex yang ia kenakan di sebelah tangan mungilnya menandakan sudah jam 2.00 malam.

Biasanya setelah menemani lelaki hidung belang bersenang-senang ini waktunya untuk kabur karena akan berlanjut ke dalam kamar yang telah disediakan.

Benar saja, seorang pelayan menghampirinya, "Cepat ke kamar 02, sudah ditunggu."

"Ia, gue kesana," Vanesa melangkah terburu-buru.

Setibanya disana.

Tok... Tokk.... Vanesa mengetuk pintu.

"Masuk," ucap pak tua.

"Lama ya, pak," ucap Vanesa lembut.

"Gak juga," seakan tatapan memandang menelanjanginya.

Vanesa melangkah sedikit takut, lalu dudu di ranjang, saat pak tua mulai ingin merangkul, tatapannya menuju kepada meja kecil di sebelah ranjang, dan mencapurnya dengan obat tidur yang di taruh di sakunya, "minum ini dulu pak supaya seger."

Pak tua merahi gelas itu, dan meminumnya pelan.

Satu, dua, tiga, ia menghitung dalam hati.

Tepat dalam hitungan ketiga pak tua ini tertidur. Dengan melangkah cepat ia pergi sembari memandang sejenak pak tua yang telah lunglai di atas ranjang.

"Astaga, pak tua ini, udah buncit kelakuannya mengerikan!" gumannya menggelengkan kepala dan melempar senyum tipis lalu mengunci pintu kamar itu, "Nih, rasakan!"

Entah mengapa malam ini moll tiba-tiba seperti asing.

Masa tersesat seperti di hutan saja dalam benaknya.

Wushhhh....

Di langkahnya yang bingung, sekelebat bayangan terlihat dari pintu kaca moll dihadapannya, saat menoleh bayangan itu menghilang.

Jantung pun mulai berdetak tak menentu, ditambah tak ada suara apa pun, hening.

"Tolong..."

"Tolong..."

Seperti ada yang berteriak.

"Tolong," suaranya lirih.

Vanesa pun kaget, karena tiba-tiba saja ada seorang wanita dipojok hadapannya.

"Tolongggg!" suaranya seperti.

"Ibu?"

"Ibuuu????" pangilnya lagi, sambil menangis.

Siapa yang dapat menahan sedih, saat suara jerit lirih orang yang melahirkannya terdengar minta tolong kepadanya.

Ingin dia bertanya banyak tentang apakah semua cerita tentang ibunya benar. Kenapa ibu menjerit lirih?

Namun, roh itu pergi begitu saja, Vanesa mencoba mengejarnya, mengikuti arah roh itu, hanya dinding dihadapannya.

Angin berhembus kencang, suhunya berubah drastis, membuat bulu kudu berdiri.

Sretttt, sretttt...

Terdengar suara seretan, suara itu semakin jelas terdengar, semakin mendekat di sebelahnya.

"Jangan-jangan ini suster ngesot lagi shoping di moll," kata Vanesa ketakutan.

Terdengar suara tangis membuatnya menoleh, "Astafiruloh."

Kakinya merasakan ada yang merangkul. membuatnya ingin melihat ke arah kakinya. Namun, matanya seakan berat untuk melihat, ia memejam karena rasa takut berlebihan telah menguasai pikirannya kembali.

"J-j-jangan ganggu gue dong, plisss."

"Tolong, teman aku," kata suster ngesot.

"Ja-jangan gue dong, o-orang lain aja ya!" pinta Vanesa ketakutan, menarik kakinya yang telah dipegang erat.

Vanesa terus berusaha hingga ahkirnya terlepas, saat kakinya telah terlepas, saat itulah ia memulai larinya seperti pelari Olimpiade.

Duuaaarrr... Vanesa menabrak cleaning servise yang baru ingin memulai pekerjaannya, ember berisi air pun tumpah dan alat mengepel lantai entah jatuh kemana.

"Am-ampun, mbak suster ampun!" kata Vanesa terengah-engah.

"Mbak suster? Emang ini rumah sakit? ini moll mana ada suster? Hahaa..." ucap pria yang ditabraknya.

Jangan-jangan ini genderuwo dalam benaknya mendengar suara ini seorang cowok.

"A-ampunnn, mbah gendurwo! Kulo ngapure ne!" tiba-tiba ia bisa bahasa jawa.

"Hha, kebanyakan baca cerita horor lo?"

Saat ia melihat dari kaki, ternyata kakinya tidak mengambang, membuat rasa takut itu sedikit berkurang, lalu melanjutkan pandangannya ke atas.

"Arial?"

"Napa, lo?"

"gu-gue,"

"Moll udah mau buka lagi. Lo, baru mau pulang?"

"Gue lagi beres-beres butik, ampe ketiduran."

"lo buka butik disini, lantai berapa?"

"lantai 2, butik peninggalan alm ibu," Vanesa tertunduk sedih, matanya mulai berkaca-kaca.

"Maaf, bukan ingin lo mengingat alm ibu lo," ucap Arial menenangkan.

"Gak apa, kok," air mata itu tak sadar membasahi pipinya.

Ia merasakan sapu tangan Arial mengusap air mata.

"Tuhan mungkin lebib kangen sama ibumu, sekarang lo harus kuat, bila ada yang bisa gue bantu, hubungin gue aja, gak perlu sungkan."

"Makasih, ya."

"Siap! kalau mau nangis dirumah aja, gue payah ngepelnya," canda Arial.

Ia tersenyum malu, membuat pipinya yang merah, mencubit perut Arial.

"Ya, udala, pulang gih, mimim wajah lo, kelihatan banget lelah," tambah arial.

"Masa sih, lo udah lama gak ketemu, sekarang udah kayak psikolog aja, memperhatikan mimik wajah segala."

"Hahaaa..." sedih itu berubah menjadi tawa. Tak lama kemudian Vanesa bergegas pulang karena belum membuat sarapan adiknya.

Setibanya dirumah.

Dia tak melihat adiknya dirumah padahal ini tanggal merah.

Suasana pun benar-benar terasa sepi karena penghuni rumah hanya mereka berdua. Alm ibu mereka juga telah lama menjadi janda karena suaminya meninggal kecelakaan kerja di galangan kapal.

Ayah mereka yang bernama Valdo Prastio yang ditemukan tewas saat pagi oleh rekan kerjanya. Informasi diperoleh Niaga Asia, peristiwa nahas itu terjadi pagi hari, saat jam bekerja di galangan kapal. Valdo ditemukan meninggal oleh teman kerjanya. Belum diketahui pasti sebab kematian Valdo. Membuat ibunya saat itu terpukul.

Itu lah kenapa setelah kepergian ibunya, sangat membuat mereka kehilangan, karena ibu seorang ibu yang seperti pahlawan bagi mereka, mungkin bisa dibilang, seorang ibu dapat menjadi figur pengganti sosok seorang ayah, namun seorang ayah belum tentu bisa menjadi figur seorang ibu GREAT MOTHER.

Vanesa melepaskan rasa lelah di atas ranjang tidurnya, hingga dia hampir terlelap tetapi terganggu terdengar suara langkah kaki. Mencoba tak ambil pusing dengan suara ini namun semakin suara itu terdengar dengan jelas dan mendekat.

"Dek?" pangil Vanesa, mungkin itu adiknya yang telah pulang.

Tak ada jawaban.

"Deekk," pangilnya lagi sedikit bernada kuat dan takut.

Tetap tak ada jawaban.

"Deeekkk!" teriaknya sambil bangun dari tidurnya dan beranjak ingin keluar kamar.

"Masa sih, siang-siang gini ada hantu," ucapnya pelan.

Cekreeeekkk....

Dia membuka pintu kamarnya celingukkan dengan rasa takut bercampur penasaran.

Wuhssss....

Jantungnya seakan mau copot, berdetak tak beraturan, melihat sosok berbaju putih lewat terbang dengan cepat.

"Astafirulloh," teriaknya menutup pintu berbalik badan dengan mata tertutup.

Entah mengapa, tercium bau amis.

Benaknya melayang membayangkan jangan-jangan ini darah, membuatnya memberanikan membuka mata perlahan.

bersambung...


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login