Kepastian. Sebuah wujud yang dinanti semua orang, tapi begitu enggan untuk hadir. Dunia adalah tempat yang begitu abu-abu, dan kita selalu takut akan apa yang ada di balik kelabunya. Akankah tahun ini naik jabatan; apa kumpul-kumpul hari ini jadi; kira-kira ada agenda tambahan tidak nanti malam; kira-kira berapa lama lagi aku akan hidup; kira-kira apa yang mengisi alam semesta selain debu antariksa, galaksi, dan benda langit lainnya. Sangking urgennya, kita membenci kalimat yang menyematkan makna ketidakpastian; lihat nanti dulu ya; mungkin jika tidak ada halangan…; akan kucoba untuk menyempatkan diri datang; entahlah aku juga tidak tahu pastinya; dan masih banyak lagi kumpulan kata yang dianggap sebagai basa-basi untuk menutupi enggannya kepastian untuk datang.
Dan apa kira-kira yang mengekang sebuah kepastian? Sudah pasti jawabannya adalah waktu. Waktu yang katanya bersifat relatif membuat segala hal menjadi tidak pernah pasti. Maka jika seseorang dapat bermain dengan ruang dan waktu, sudah pasti dia merupakan entitas tingkat tinggi. Mungkin Tuhan, Dewa, Alam, atau apa sajalah kau menyebutnya. Dunia adalah permainan waktu, sebuah aliran yang menggerakkan kincir kehidupan. Mengatur kita bagai pengembala.
Hidup adalah tentang bagaimana seorang insan memanfaatkan waktu. Banyak orang berbondong-bondong untuk mendahului kuasa semesta, mencoba keluar dari sistem, mencari celah siapa tahu ada kecacatan dalam waktu yang bisa diakali.
Jika kau haus dengan cerita semacam itu, mari aku ceritakan satu kisah untuk ditambah dalam koleksi keajaiban duniamu. Mungkin bisa menjadi petunjuk untuk mencari celah dalam sistem alam sehingga kehidupanmu dapat keluar dari lajur menuju pada arus yang berbeda, atau mungkin, ceritaku adalah peringatan besar, untuk tidak bermain-main dengan kuasa Alam maupun keberadaan yang jauh superior darimu.
Cari tempat duduk atau berbaring yang nyaman (aku sarankan tempat yang terang), persiapkan waktu senggang yang panjang. Ah, jangan lupa makanan ringan, serta kopi atau teh terserah mana yang kau suka. Tidak perlu takut untuk membaca dalam sunyi, karena ini bukan kisah horor, aku belum begitu handal untuk membawa kesan mencekam di dalam tulisanku.
Dan untuk terakhir kalinya sebelum membalik lembaran ini dan membaca kisah yang kuceritakan, aku ingin kau membaca sebuah artikel dan ciutan yang kukutip di internet. Agak sedikit memakan waktu, akan tetapi aku pastikan ini ada hubungannya dengan ceritaku.
Tebing Batu Minta Tumbal
Sabtu (24/11/2010) dua mayat mengenaskan ditemukan pada pinggiran pantai laut utara, setelah sebelumnya kedua korban dikabarkan menghilang sejak seminggu yang lalu. Dua korban yang berinisal AJ (24) dan RF (22) dilaporkan hilang setelah mobil yang mereka kendarai ditemukan terparkir dengan mesin yang menyala pada, Sabtu malam (20/11/2010) di bahu jalan lintas selatan, Kecamatan Ambing, Kabupaten Sari, Provinsi Kapas Hitam.
Diduga keduanya tenggelam dan terseret arus, akan tetapi dari penuturan saksi mata, ada yang aneh dengan kedua jasad korban. "Saya sedang olah raga pagi di pantai ketika mendapati kedua mayat tersebut tergeletak dengan kelopak mata yang terbuka, tapi tidak ada matanya," tutur Hadi saat kami wawancarai, Minggu (28/11/2010).
"Selain lebam akibat terlalu banyak cairan yang masuk ke dalam tubuh, kami juga mendapati mata, lidah, serta alat kelamin kedua korban telah dimutilasi. Tidak ada tanda-tanda kekerasan jadi mungkin organ-organ tersebut bisa saja diambil saat mayat mereka terdampar di pantai. Kami akan terus mengusut hal ini dan melacak pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut," jelas Rendi, petugas penyidik polres Tabing.
Kejadiaan naas ini terjadi tidak hanya sekali dua kali. Jalan lintas selatan sendiri kerap memakan korban hingga belasan jiwa setiap tahunnya akibat kelelaian dalam berkendara. Akan tetapi bukan rahasia lagi jika hal-hal tak lazim juga acap kali terjadi pada jasad korban yang terkait dengan jalan lintas selatan. Keanehan-keanehan tersebut mungkin mulai membuat kita percaya, bahwa laut jawa haus akan tumbal.
Karoline21
13 September 2012
Seorang teman berpulang hari ini. Dia adalah orang yang berbudi pekerti luhur dengan segala pemikiran-pemikiran cerdas. Namun, hari ini dia pergi dengan cara yang tidak bisa aku dan mungkin sebagian orang lain mengerti, layaknya semesta sedang menaruh dendam padanya. Aku berkata demikian bukan semata-mata tidak merelakan kepergiannya atau menambah drama pada apa yang telah terjadi. Hanya saja… ada sesuatu yang janggal dan ini terus mengangguku. Dua pekan lalu dia bercerita padaku tentang keresahannya. Dan entah ini berhubungan dengan kematiannya atau sekedar kebetulan yang tidak biasa, tapi aku merasa bahwa harus menyampaikan ini kepada kalian semua. Agar kalian bisa menentukan sendiri keterkaitannya.
Hari itu cuaca cerah, tidak ada awan di langit. Aku ingat betul. Dia mengirimku pesan untuk datang ke kantin fakultas setelah matakuliahku usai. Kami bertemu sekitar pukul empat sore, kantin sudah mulai sepi dan hanya ada segelintir orang. Dia segera menyambutku dengan guyonan, ceria seperti biasa. Di meja kami sudah ada dua kapucino dingin.
Setelah aku mengmbil tempat duduk berseberangan dengannya, tanpa basa basi aku bertanya tentang apa yang ingin ia sampaikan. Isi percakapan kami seperti ini:
A = aku
D = dia
A: Jadi ada apa nih? Bicarain si B yah? (si B ini gebetannya).
D: Bukan ih! Aku mau cerita tentang kejadian aneh. Tapi jangan ketawa ya?
A: Hmmm iya iya. Emang lucu?
D: Enggak, malah agak creapy.
Aku langsung tertarik setelah mendengar ucapannya. Secara, seperti yang kita tahu sendiri kalau dia ini bukan tipe orang yang begitu tertarik sama hal-hal gaib.
A: Oke, aku dengerin.
D: Jadi gini… kemaren malam aku ke pantai deket rumah. Sekitar jam delapananlah kalau nggak salah. Nyantai kayak biasa nyambil buat puisi. terus nggak sadar, ada kabut gitu di laut, agak jauhlah dari pantai. Sebenernya kejadian biasa sih, Cuma yang satu ini besar, biasanyakan paling segede sampan, nah yang ini besar banget hampir nutupin pantai dari ujung ke ujung. Karena nggak biasanya ini aku perhatiin terus dong. Abis itu aku sadar, ada bayangan hitam gitu di dalam kabutnya. ini nggak tau entah mataku yang salah apa gimana, bayangannya itu gede, hampir segede kabutnya.
A: Kayak orang gitu?
Aku yang tipikal suka hal-hal berbau misteri langsung bertanya dengan antusias.
D: Enggak… aku sendiri nggak paham gimana mendeskripsikannya. Kayak ada bulatan besar gitu di pojok atas kiri, terus dari buletan itu ada yang merambat ke tengah—kayak serabut—dan ditengah itu bentuk siluetnya kayak… emmm apa yah… lemak—menggumpal—kembang kempis. Terus tu yah, nggak begitu lama dari yang di tengah ini, bayangannya nambah, semacam tentakel gitu panjang dan banyak banget goyang-goyang. Itu bulu kuduk aku langsung merinding, pori-pori aku ngeras gitu, udaranya juga nggak tau kenapa makin dingin. Sumpah itu aku pengen lari tapi masih penasaran.
Dia bercerita dengan mimik yang begitu serius. Aku juga makin penasaran sama cerita dia.
A: Terus, terus gimana?
D: Nah, ini yang paling ngeri… tuh bulu kuduk aku merinding lagi.
Dia menunjukkan lengannya padaku. Tapi aku tidak berkomentar apa-apa karena enggan memotong.
D: Pas di depan kabut, ada sesuatu gitu yang keluar dari dalem air. Nah yang ini bentuknya kayak manusia, cuma hitam kayak pakai jubah. Uh, itu! Aku langsung cepet-cepet buka kamera HP mau foto. Tapi di kamera nggak ada, kosong. Bahkan kabutnya juga nggak ada, cuma laut lepas gitu aja. Aku langsung kemasin barang dong, mau minggat. Nah pas lagi siap-siap mau lari ini aku dengar suara, suaranya ini kayak orang banyak, terus nyebut satu kata, nama aku. Terus dia ketawa cekikikan. Wuh itu… aku nggak pikir panjang lagi langsung lari.
Dia menutup wajahnya dan bergidik ngeri. Untuk pertama kalinya selama belasan tahun kenal, aku mendengar dia bercerita horor dan ketakutan sendiri. Setelah mendengar ceritanya kami mulai berdebat, tentang apa yang dia lihat. Berandai-andai "apa itu?". Apakah sekedar fenomena alam, atau memang berkaitan dengan sesuatu yang gaib. Tapi yang kami berdua yakini, apa yang dia lihat malam itu bukanlah keberadaan yang dapat dijelaskan secara logis, tidak tanpa penelusuran lebih lanjut.
Karenanya selama satu minggu, aku dan dia mulai mengunjungi pantai pada malam hari. Tapi tidak ada hasil, hanya ada deru ombak dan kesunyian malam bersama gelepannya yang membuatku menyimpan sejuta tanya. Setelah seminggu tidak ada hasil, kami berdua menyerah. Tidak ada lagi malam-malam investigasi. Sejak saat itu pula dia mulai jarang kutemui di kampus. Kalian teman-teman sekelasnya yang mengabarkanku kalau dia sering bolos.
Minggu tersebut tiba-tiba menjadi minggu tersibukku, seolah tidak memberi waktu. Jangankan untuk mengecek keadaannya, sekedar bersantai saja sulit. Hal paling jauh yang bisa kulakukan hanyalah menanyakan kabarnya melalui HP, dan hanya ditanggapi dengan dingin olehnya, ia seperti sedang menutup diri… hingga pada akhirnya ia berpulang pagi ini, mengakhiri perjalanan hidupnya sendiri di kamar.
Sekali lagi aku menceritalan ini bukan untuk mencari muka atau mendramatisir atas kematian sahabatku sendiri. Jika kalian mengenalku maka kalian juga tahu aku bukan tipikal orang seperti itu. apa yang kusampaikan hanyalah kerasahan, karena kalau boleh jujur hati ini masih berat untuk menerima kenyataan.
Dan untuk akhir kata, mari kita sama-sama berdoa agar teman kita bisa pergi dalam damai, serta ditempatkan pada tempat yang terbaik oleh yang Maha Kuasa.
Amin.