Download App

Chapter 28: 27

Cek typo

Mata Arsha terbuka dan dengan cepat dia bangkit membuat Arka yang tadinya pulas ikutan bangkit, rasa bingung dan khawatir tidak dapat di sembunyikan dari raut wajahnya.

Tidak ingin membiarkan arsha sendiri, Arka mengikuti langkah istrinya dari belakang, walaupun kakinya masih terasa sedikit nyeri.

Arsha membuka pintu dengan kasar, rasa yang tadi bergejolak membuat dia tidak dapat menahan rasa mual yang entah mengapa terasa berbeda dari yang kemaren-kemaren.

Huek

Huek

"Kamu kenapa yang," tangan Arka langsing terparkir indah di punggung sang istri, menghisapnya dengan pelan. Walaupun pertanyaannya tidak mendapat jawaban, Arka tetap berada di posisinya.

Lagi, hanya cairan sialan itu yang keluar. Tidak ada sedikitpun makanan yang mampu masuk kedalam tubuhnya membuat dia pasrah saja saat hanya air bening yang keluar.

Setelah hampir enam menit mereka berada di posisi yang sama, akhirnya Arsha menyerah. Ia memilih membersihkan mulut nya dibantu Arka.

"Udah? Aku gendong ya, kamu lemes kan?"

Setelah mendapat anggukan, Arka langsung menggendong Arsha. Ya seperti kebanyakan gaya ketika sang lelaki menggendong wanitanya.

Setiba di brangkar, Arka menaruh dengan pelan tubuh kurus milik istrinya. Wajah pucat dan mata sayu Arsha membuat Arka berfikir apakah Arsha mengisi perutnya dengan benar atau tidak. Sebab terakhir yang dia ingat tubuh Arsha sudah terlihat lebih berisi dan dia sangat menyukai tubuh istrinya yang itu dari pada yang tengah berbaring saat ini. Ia ingin marah, tapi mana tega dia memarahi istrinya itu.

"Aku panggilan dokter ya, aku yakin kamu pasti nggak makan dengan benar," Arsha tau Arka tengah menahan kekesalannya terlihat dari sorotnya yang menanam dan nada bicara yang dingin. Ini kali kedua Arsha mendapati suaminya begitu.

Ingin menyanggah, tapi Arsha tidak sekuat itu. Saat ini tubuhnya benar-benar ambruk, tidak seperti kemaren yang masih bisa ia toleran.

Arsha pasrah saat akhirnya dokter memeriksa keadaannya, di bawah tatapan memicing milik Arka.

"Begini pak, bu Arsha terserang maag karena membiarkan perutnya kosong dari kemaren, hal itu bisa membahayakan janin yang berada dalam perut bu Arsha. Saya belum bisa memastikan berapa usia janin tersebut. Untuk lebih pastinya bapak bisa membawa bu Arsha ke dokter kandungan ya pak."

Penjelasan yang dokter tersebut berikan tidak sepenuhnya memasuki gendang telinga Arsha. Karena fokusnya kini telah beralih ke perutnya nya masih rata, menerawang apakah benar penjelasan yang dokter tadi berikan. Hingga fokusnya kembali ke Arka ketika pria itu ikut menyentuh perutnya.

"Kamu udah tau kehadiran dia?" Arsha menatap mata Arka yang memancarkan keharuan. Sungguh berita luar biasa ini membuat ia sangat amat bahagia.

Arsha menggeleng, kalau dia tau dia tidak akan menyia-nyiakan tubuhnya begini. "Sekarang kita ke dokter kandungan dulu ya. Aku mau tau dia udah berapa lama hadir di sini," tangan Arka kembali mengusap perut Arsha dengan lembut. Se akan takut untuk menyakiti sang empunya.

Suaranya terdekat, bukan karena menahan sedih. Tapi lebih ke haru dan bahagia sama seperti Arka. Arka berlalu dari hadapannya, mencari kursi roda untuk menampung  tubuh Arsha.

"Sini, pelan-pelan aja. Habis dari dokter kita langsung sarapan," Arsha lagi-lagi hanya mengangguk. Baiklah sekarang apapun yang menyangkut anaknya akan ia lakukan dengan baik.

"Selamat pagi bapak, ibu. Ada yang bisa saya bantu."

"Saya mau memeriksa kandungan istri saya dok," jawab Arka kelewat antusias, membuat dokter bernama Rusia itu tersenyum maklum.

"Baiklah, sebelumnya nama ibu siapa?"

"Khiya Arshatya dok, panggil Arsha saja," lagi-lagi Arka menjadi juru bicara sang istri.

"Bu Arsha langsung berbaring aja ya. Kita USG dulu perutnya biar tau udah berapa bulan."

Arka langsung memakai Arsha untuk dapat berbaring di brangkar, setelah di rasa istrinya sudah nyaman, Arka langsung ambil posisi di samping kiri Arsha.

Arsha mengamati bagaimana dokter itu memberikan gel dingin ke atas perutnya, lalu mulai menjalankan alat itu ke atas perutnya. Refleks matanya langsung melihat layar monitor yang menampilkan warna hitam putih.

"Nah, ini ya janinnya. Mungkin baru empat minggu, masih kecil banget kan?"

Tidak ada yang menjawab, karena Arka maupun Arsha sama-sama larut dalam euforia kebahagiaan mereka atas kebaikan tuhan yang menitipkan makhluk kecil itu kedalam perut Arsha.

Dokter kembali membersihkan gel yang tadi ia oleh dengan tissu. Lalu menuntun orang tua baru itu ke mejanya.

"Jadi begini ya bapak, ibu. Janinnya alhamdulillah sehat, kuat juga. Tapi, ibu Arsha nggak boleh membiarkan perutnya kosong seperti sekarang. Janinnya juga butuh asupan berisi dan seimbang agar dia bisa berkembang dengan baik. Dan nanti akan saya resepkan vitamin buat ibu, diminum sesudah makan. Jangan lupa sama susu hamilnya, ibu juga jangan banyak pikiran, berpengaruh ke janinnya nanti. Dan untuk bapak, tolong jaga ibunya, bulan-bulan awal memang berat jadi harus jadi calon bapak siapa ya."

Kedua orang itu mengangguk dengan antusias, dan inilah pertanyaan kebanyakan yang Arka keluarkan. "Apa kamu masih boleh berhubungan badan?"

Sungguh luar biasa, Arsha sampai harus membuang muka ke samping karena malu dengan pertanyaan itu.

"Pertanyaan yang biasa kok itu, tidak perlu malu. Begini, sebenarnya boleh. Tapi karena ini trimester pertama, jadi saya sarankan untuk tidak sering melakukannya. Dan cari posisi yang aman agar tidak membahayakan janinnya ya."

Arka mengangguk, bebannya sedikit berkurang mengetahui keadaan istrinya baik-baik saja.

"Ini saya kasih buku panduan kehamilan, bulan depan ibu konsultasi ke saya jangan lupa bawa buku ini ya."

Arsha mengangguk, akhirnya mereka pamit undur diri. Arka kembali mendorong kursi roda Arsha ke kantin rumah sakit. Banyak pasang mata yang melihat ke arah merek, mungkin karena baju pasien yang masih melekat di tubuh Arka.

"Mau makan apa?" Tanya Arka begitu mereka tiba di kantin.

"Lontong, tapi mau bubur juga."

Arka tersenyum, tidak masalah Arsha banyak makan dari pada istrinya tidak makan seperti kemaren. "Aku pesanin ya, kamu tunggu sini."

Setelah Arka berlalu, Arsha mengedarkan pandangannya. Melihat beberapa pengunjung yang mungkin juga sama sepertinya, tenga sarapan. Hingga tidak sengaja matanya menangkap sosok yang beberapa hari lalu juga dilihatnya berada di sini.

Dadanya sesak saat sosok tersebut juga melihat ke arahnya, muka nya pias ketika Hal yang tidak dia inginkan terjadi, yaitu wanita yang pernah menemuinya di pesawat harus kembali menghampiri nya di kantin rumah sakit ini.

******

Hai...

Masih ada yang ingat sama Arsha?

Batam, 20 Juni 20


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C28
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login