Download App

Chapter 4: - 3 -

Aku terbangun dari tidurku, cahaya temaram menerangi penglihatanku. Seingatku tadi berada di dalam mobil menuju Las Vegas. Lalu mengapa aku berada di atas ranjang?

Kugerakan tubuhku untuk bangun, tetapi sesuatu ada yang menindih perutku. Saat kubuka selimut yang menutupi tubuhku, aku melihat sebuah tangan yang melingkar memeluk tubuhku. Kubuka selimut itu dengan sekali sentakan, di sanalah aku melihat Xavier yang sedang tertidur pulas hanya memakai kemeja putih dengan dua kancing atasnya yang terlepas tanpa memakai eyepatch miliknya.

"Xavier," panggilku lembut, kelopak matanya kini sedikit terbuka lalu tersenyum melihatku.

"Kau sudah bangun rupanya," jawab Xavier lalu mencoba duduk, aku hanya mengangguk.

"Kita sudah sampai sejak 2 jam yang lalu, jika kau ingin tahu. Aku tidak tega membangunkanmu jadi aku menggendongmu ke dalam kamarku," lanjut Xavier.

Aku kembali mengangguk sambil menatap mata kanan Xavier yang tertutup. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tidak seperti Alucard. Alucard cacat sejak lahir, sedangkan Xavier ... seseorang telah menusuk matanya dengan pisau. Itu yang diberitahukan padaku, siapa pelakunya? Kejamnya orang itu. Xavierku, keluargaku, aku tidak ingin keluargaku tersakiti.

"Jangan menatap mata kananku seperti itu, Lica," kata Xavier lembut.

"Maaf," jawabku singkat lalu mengalihkan pandanganku pada tubuh Xavier.

"Ada apa melihatku seperti itu?" tanya Xavier kini menatapku lucu.

"Tubuhmu," jawabku sambil ingin menyentuh otot bagian perutnya.

Tiba-tiba saja Xavier menarik tubuhku ke arahnya dan membisikkan sesuatu. "Apa kau ingin menyentuh dan merasakannya?"

"Ti-tidak, jam berapa sekarang?" jawabku entah mengapa aku menjadi gugup.

"Pukul 7 malam, Alucard sudah menghubungimu ratusan kali. Lalu ia menghubungiku dan ia terdengar sedang marah besar," jawab Xavier sambil terkekeh.

"Tentu saja ia akan marah besar," jawabku sambil menutup wajahku, teringat kemarahannya meski ia jauh dariku, tetapi ancamannya selalu berhasil.

"Lalu, di mana ponselku?" tanyaku dan Xavier memberikannya padaku.

Kulihat banyak telepon masuk dan email masuk darinya. Aku yakin saat ini ia sedang menghancurkan apa pun yang ada di hadapannya. Saat aku masih mengecek email darinya tiba-tiba saja ponselku berdering. Panggilan masuk dari Alucard.

"Hai ...," jawabku canggung.

"Little Moe ...," jawabnya dingin, ada apa lagi dengannya?

"Maaf, aku baru saja terbangun setelah perjalanan panjang," kataku meminta maaf.

"Kau tidur dengan Xavier?" tanyanya aneh.

"Sepertinya, saat aku terbangun Xavier sedang tidur sambil memelukku," jawabku polos.

"Mengapa kau membiarkannya? Kau tahukan dia lelaki mesum, aku tidak ingin kau ternodai, Little Moe." Terdengar Alucard sepertinya sedang kesal.

"Apa yang salah?" tanyaku polos.

Menurutku tidak ada yang salah, lagi pula tidur bersama dengannya bukan hal aneh. Kami terkadang tidur bersama, Papa dan Mama pun tidak melarang mereka. Lalu mengapa Alucard semarah itu?

"Kau sudah besar dan kau tidak mengerti?!" Suara Alucard kini meninggi, Xavier merebut ponselku.

"Jangan membentaknya, Alucard," desis Xavier.

"Jangan lakukan apa pun padanya, Xavier. Jangan melakukan hal bodoh untuk memuaskan nafsumu," jawab Alucard geram, aku masih dapat mendengarnya karena suara Alucard yang seperti sedang berteriak-teriak.

Aku merebut ponselku dan kembali menempelkannya di telingaku.

"Diamlah! Kau terlalu berisik, Alucard!" Aku mematikan sambungan telepon itu sepihak.

Aku tidak perduli, aku tidak mengerti mengapa ia semarah itu saat aku bersama Xavier. Ada apa dengannya?

"Lica, tenangkan dirimu, ok?" Xavier memelukku sambil mengelus rambutku.

"Tenanglah, jangan sampai terbawa emosi. Aku di sini untukmu, kita di sini untuk bersenang-senang. Jadi tenangkan dirimu." Aku hanya diam sambil membenamkan wajahku di dada bidangnya.

Perlahan emosiku mereda, ya aku berada di sini untuk bersenang-senang. Biarlah Alucard mengamuk sepuasnya di sana, tidak apa-apa, bukan? Jika sekali saja aku memberontak padanya?

"Aku ingin membersihkan diriku," bisikku, Xavier terkekeh lalu melepas pelukannya.

"Aku sudah menyiapkan pakaianmu di dalam sana," jawab Xavier sambil menunjuk pintu kamar mandi.

Aku tersenyum lalu bergegas menuju arah yang ditunjuk Xavier. Membuka pintu itu lalu aku masuk dan menutupnya kembali, interior yang unik khas sekali dengan kepribadian Xavier. Aku menyalahkan air di bathtub dan menunggunya sambil membuka seluruh pakaianku.

20 menit berlalu dan aku sudah rapi dengan gaun hitam yang melekat di tubuhku. Kubuka pintu kamar mandi dan melangkah ke arah meja rias yang tersedia. Aku baru melihatnya di sini, karena tadi tidak ada meja rias di samping ranjang.

Aku menyisir rambutku perlahan dan tiba-tiba saja Xavier sudah berada di belakangku dan memelukku.

"Kau cantik memakai gaun ini," pujinya, aku hanya tersenyum.

"Lepaskan tanganmu, kau menggangguku," jawabku sambil tersenyum.

Gaun hitam dengan potongan rendah di bagian dada dan mengekspos punggungku itu terlihat sangat cocok denganku. Xavier melepas pelukkannya, tetapi sebelumnya ia mencium leher jenjangku. Apa itu perbuatan mesum? Mama tidak pernah mengatakannya padaku, jadi aku membiarkannya saja.

"Baiklah, ayo kita turun," jawab Xavier dan aku mengangguk.

Xavier menggandengku sambil berjalan dengan angkuhnya melewati semua para anak buahnya yang berjejer rapi di sisi kanan dan kiri lorong menuju lift.

Terdapat dua pintu di lift khusus untuk keluarga Roulette itu. Bagian kami berdua masuk lalu di depan kami juga terdapat pintu lift. Lift itu turun menuju lantai 5, dan pintu yang berada di depan kami yang terbuka.

Dan saat pintu lift itu terbuka terlihatlah ruangan besar dengan cahaya terangnya.

"Selamat datang di The Venetian," ucap Xavier bangga padaku.

Aku tersenyum, sangat indah benar-benar indah. Xavier sangat hebat dalam mendesain ruangan itu. Ruangan kasino itu bertemakan Venesia, semua orang yang langsung menatap kami memberi hormat dengan sedikit membungkuk.

Xavier kembali berjalan dengan senyum merekah di wajahnya sambil menggandeng tanganku. Berhenti tepat di tengah ruangan lalu menatap sekitar, seketika ruangan kasino itu menjadi sunyi.

"Selamat malam, Lady's and Gentlemen. Terima kasih sudah menyempatkan diri kalian untuk bersenang-senang di tempat ini. Aku, Xavier Kanae Roulette, dengan ini menyatakan kegembiraanku pada kalian yang sudah meramaikan tempat ini. Untuk itu malam ini saja, kalian bebas bermain hingga puas. Selamat bersenang-senang." Xavier memberi sambutan, setelah itu banyak wanita cantik dan sexy menghampirinya. Bermanja-manja di lengan kiri Xavier, seolah tidak melihatku atau menolak keberadaanku?

"Ahh ... Xavier, kami merindukanmu," ucap salah satu wanita sexy itu dengan nada aneh menurutku.

"Hei, Ladys kalian membuatku sesak," jawab Xavier sambil tersenyum, aku mencoba melepas tangan Xavier dengan perlahan lalu sedikit menjauh darinya.

Menyebalkan, di saat seperti ini Xavier lebih terlihat senang bersama para wanita dewasa itu. Apa dia melupakan janjinya untuk mengajariku?

Kulihat seorang wanita yang tadi bersama Xavier menghampiriku. Wajahnya sangat sinis dan tidak bersahabat saat melihatku, apa lagi salahku kali ini?

"Hei, kau!" panggilnya, aku menunjuk diriku sendiri.

"Ya, memangnya siapa lagi?" jawabnya setengah membentak, aku benci jika ada yang membentakku.

"Ada apa?" tanyaku menahan kekesalanku karena ia membentakku.

"Dasar jalang kecil, kau sudah merayu Xavier untuk bermain malam ini denganmu, bukan?!" katanya kasar.

"Jalang? Merayu? Apa maksudmu?" jawabku tidak mengerti.

"Kau berpura-pura polos untuk mendapatkan perhatian Xavier? Hebat juga kau, tapi kupastikan Xavier akan meninggalkanmu setelah hari ini," desis wanita itu lalu mendorongku hingga aku menabrak meja yang menyajikan makanan.

Braaakk

Praaang

Piring dan gelas terjatuh dan aku beruntung makanan dan minuman itu tidak menimpa dan mengotori bajuku.

"Ada apa ini?" Aku mendengar suara Xavier yang semakin mendekat.

"Lica! Ya, Tuhan ! Apa kau terluka?" Xavier berlari mengahampiriku lalu membantuku berdiri.

"Ya, setidaknya gaun yang kau berikan tidak kotor karena makanan dan minuman itu," jawabku sambil membersihkan sedikit debu di pakaianku.

"Siapa yang melakukan ini padamu? Jika ada yang melapor pada Mama tamatlah riwayatku," tanya Xavier kini wajahnya terlihat sangat kesal.

"Wanita itu," jawabku santai sambil menunjuk wanita tadi yang mendorongku, Xavier menoleh ke arah yang kutunjuk.

"Kau?!"

"Xavier, gadis kecil itu berbohong. Dia saja yang terlalu berlebihan, mengapa juga kau memilih gadis kecil itu. Ia tidak akan dapat memuaskanmu, Xavierku sayang," jawab wanita itu sambil bergelayut di lengan Xavier.

"Xavier," panggilku, Xavier menoleh dan menatapku lembut.

"Apa itu 'jalang' dan 'merayu' ?" tanyaku, seketika bola mata Xavier membulat sempurna.

"Apa kau bilang? Mengapa kau tanyakan itu?" Xavier berbalik bertanya.

"Wanita itu, menyebutku jalang dan telah merayumu. Aku tidak mengerti, tetapi aku akan tanyakan pada Mama jika kau juga tidak tahu," jawabku datar.

"Tu-tunggu, Lica. Aku tahu, tapi nanti saja kita membahas itu,"jawab Xavier dengan suara bergetar.

Xavier menoleh ke arah wanita itu dengan tatapan membunuh, semua orang yang berada di sana perlahan mundur menjauh sambil menatap takut.

"Kau menghinanya 'jalang' dan kau bilang dia merayuku?" tanya Xavier sambil memiringkan kepalanya dan tersenyum lebar.

"Ya, benarkan dia hanya jalang kecil yang merayumu dengan tingkah polosnya?" jawab wanita itu tanpa merasa bersalah.

Xavier mengeluarkan Beretta px4 yang tersemat di holster miliknya. Menoleh ke arahku dengan tatapan penuh meminta maaf.

"Maafkan aku, Lica," ucap Xavier lalu ...

Doorrr

Suara tembakan menggema di ruangan kasino itu. Untuk kali ini saja aku tidak merasa kesal melihat Xavier menembak seseorang di hadapanku, tetapi suara tembakan itu cukup membuatku kesal.

Brugh

Wanita itu terjatuh setelah ditembak Xavier. Tidak ada yang bersuara di ruangan itu, alunan musik pun tidak terdengar sama sekali.

"Deto!" panggil Xavier, Deto datang lalu memerintahkan anak buahnya untuk membereskan kekacauan yang ada.

Wanita itu mati dengan kepala yang hancur, entah bagaimana bisa kepala wanita itu hancur. Aku hanya melihatnya datar, takut? aku tidak merasakan takut saat melihat seseorang mati di depanku. Mama berkata itu hal yang wajar jika ada yang mati tertembak. Walaupun sebelumnya aku tidak pernah melihat langsung seseorang tertembak.

"Kalian semua, aku hanya akan mengatakannya satu kali. Jagalah mulut kalian jika tidak ingin mati seperti jalang itu," ucap Xavier dan kulihat mereka semua menunduk hormat.

Aku mencoba mendekati Xavier, dan kulihat ia sedikit menegang. Tatapan takut saat melihatku, penuh penyesalan, dan aku tidak mengerti yang satu lagi.

"Xavier."

"Maafkan aku, maafkan aku, padahal aku sudah berjanji untuk tidak menembak orang di depanmu, tapi aku tidak tahan lagi saat wanita itu menghinamu. Sungguh, maafkan aku,"jawabnya sambil menundukan wajahnya.

Xavier, ia tidak suka jika ada yang menghinaku. Ia akan langsung membunuh setiap ada yang menghinaku. Kini aku tahu wanita itu telah menghinaku. Sejak dulu, ia melakukan pembunuhan demi diriku. Apa itu yang disebut cinta?

"Hei, tenanglah. Aku tidak merasa terusik saat melihatmu membelaku. Terima kasih, aku benar-benar berterima kasih. Jadi berhentilah meminta maaf," jawabku mencoba menenangkan dirinya dan berhasil.

Wajahnya kembali berseri sambil memelukku erat. Dia benar-benar membuatku merasa nyaman di dekatnya. Setelah itu mereka semua kembali ke aktivitas mereka masing-masing dan merasa tidak terjadi apa pun. Wanita yang mendekati Xavier pun menjauh takut melihat Xavier.

Xavier mengajariku tentang berjudi dan itu sangat membuatku tertarik. Bagaimana cara untuk menang dan bukan hanya karena peruntungan. Mereka semua hebat, meski kalah pada akhirnya mereka akan menang dan tidak membuat mereka merugi. Xavier benar-benar hebat, merancang semua agar semua mendapatkan keuntungan.

Kulihat ia sangat bahagia sekali saat mengajariku dan aku menang, walaupun sepertinya ia berusaha mencoba membuatku menang.

Setelah selesai dan aku sudah merasa lelah, melihat jam tangan yang Xavier pakai sudah menunjukan tengah malam. Aku merasa mengantuk dan seluruh tanganku kebas, liburan kali ini membuatku lupa akan waktu.

Aku hampir lupa soal Alucard, apa dia masih marah? Ia pun tidak menghubungiku. Apakah aku terlalu kasar? Aku baru kali ini bersikap seperti itu padanya. Apa dia akan membenciku?

"Lica, sebaiknya kita istirahat. Aku akan tidur bersamamu," ucap Xavier yang tiba-tiba memelukku dari belakang.

Aku hanya mengangguk lalu mengikutinya dengan tangannya yang menggandengku. Melewati beberapa tamu penting dan meminta izin undur diri.

Xavier, semua orang berkata bahwa ia seorang psikopat gila. Suka membunuh dengan keji dan tanpa belas kasihan. Itu memang benar, dulu aku berpikir takut berdekatan dengannya, tapi sikapnya padaku, rasa sayangnya padaku, rasa cintanya padaku, melunturkan rasa takutku padanya. Ia memang psikopat gila, tetapi di sisi lain ia adalah orang yang sangat baik.

Aku menyadarinya, ia hanya akan membunuh orang yang akan menyelakaiku, menghinaku, bahkan menyakitiku. Xavier adalah orang yang sangat perhatian seperti yang lainnya, ia juga hanya bersikap manis padaku. Dan aku tahu pasti, ia mencintaiku.

"Ada apa, Lica?" tanyanya berhenti tiba-tiba di depan pintu kamar.

"Apa?" jawabku tidak mengerti.

"Kau menggenggamku cukup keras," jawabnya terkekeh. "Apa kau takut padaku?" lanjutnya.

"Tidak, aku hanya sedang berpikir tentang dirimu," jawabku seadanya.

Xavier mengerjapkan matanya lalu membuka pintu kamar, ia mempersilakanku masuk. Aku memasuki kamar itu lalu duduk di sofa dan diikuti olehnya.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Xavier.

"Kau psikopat gila yang baik hati," jawabku sambil mengambil ponsel milikku.

"Psikopat, huh?" gumam Xavier yang terlihat tatapannya sedang menerawang.

"Aku suka semua apa yang ada dalam dirimu, kau berbeda dengan yang lain. Meskipun yang lain juga pasti akan bersenang-senang di atas mayat korban mereka. Kau itu ... istimewa," jelasku sambil melihat raut wajahnya yang kini ada semburat merah lagi.

"Jangan katakan itu, kau membuatku takut," jawab Xavier ketus sambil memalingkan wajahnya yang memerah padam.

"Hahaha." Dia lucu sekali jika sedang seperti itu.

Hari-hari yang damai seperti ini sangat menyenangkan. Bagaimana keadaan Alucard saat ini? Aku penasaran.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login