Download App

Chapter 38: Devil 38 : Jangan Tinggalkan Aku

"Seminggu lagi ya?"

Gumaman itu datang dari Valerie yang tengah melamun di pinggir kolam sambil menatap pantulan matahari di atas permukaan air yang tenang itu. Valerie duduk di pinggir kolam dengan kaki yang terlipat ke atas untuk menopang kepalanya. Tidak terasa, pernikahan keduanya sudah memasuki minggu ketiga. Dan Valerie sadar diri jika seminggu ini dia akan pergi meninggalkan Alarick.

Valerie sudah mempersiapkan segalanya. Ia dibantu Siska dalam mencari rumah dan pekerjaan kecil-kecilannya nanti. Segalanya sudah siap. Kecuali hati Valerie yang masih memiliki keinginan untuk memberikan kenangan indah bersama Alarick. Katakanlah Valerie wanita galau. Namun, apa salahnya jika setidaknya ia memiliki kenangan indah dengan suaminya daripada kenangan buruk yang sakit diingatan?

Lagipula, Alarick terlihat sangat baik akhir-akhir ini. Walapun keposesifannya terus bertambah, namun Alarick selalu menuruti keinginan Valerie. Valerie pun tidak mengerti dengan dirinya saat ini. Semenjak hari pernikahan Annabelle, Valerie selalu ingin bermanjaan dan lengket dengan Alarick. Jika tidak, dia akan menangis saat Alarick tidak di sampingnya.

Seperti saat ini. Tanpa sadar, Valerie sudah meneteskan air matanya sambil terisak pelan. "Aku merindukan Alarick." Katanya sambil menangis kencang.

Sungguh aneh. Sebenarnya, ada apa dengan diri Valerie?

***

Alarick segera membuka pintu kantor CEO dengan kasar dan masuk terburu ke dalam ruangan itu. "Theo? Kau sudah mendapatkan..."

Alarick menghentikan ucapannya saat ia melihat Theo, orang suruhannya sedang berhadapan dengan Kakek Alarick, yaitu Mr. Damian. Kakek Dami berbalik menatap Alarick dengan tajam. Tangannya memegang sebuah bungkusan yang Alarick yakini adalah obat penggugur kandungan yang Alarick minta.

"Kau boleh keluar, Theo." Kata Mr. Damian dan dibalas dengan Theo yang membungkuk hormat, kemudian keluar ruangan meninggalkan Alarick dengan Mr. Damian. Setelah itu hening.

Alarick maupun kakeknya sama-sama diam dan saling membalas tatapan satu sama lain dengan datar. Alarick terlihat tenang, sedangkan Mr. Damian terlihat sangat marah dengan napasnya yang memburu tajam. Sedetik kemudian Mr. Damian berjalan cepat ke arah Alarick dan—

PLAK!!!

Suara tamparan yang dilakukan Mr. Damian pada Alarick menggema di dalam ruangan. Wajah Mr. Damian terlihat memerah akibat rasa marahnya yang memuncak. Alarick sendiri hanya pasrah dengan kepala yang telempar ke samping dengan sudut bibirnya yang berdarah.

"Apa yang akan kau lakukan dengan obat ini, hah?? APA YANG AKAN KAU LAKUKAN PADA VALERIE???"

Alarick menelan ludahnya. Ia menahan segala rasa emosi yang kini bersarang di dadanya. Alarick menegapkan berdirinya. Ia bernapas berat saat menatap kakeknya. "Valerie hamil. Aku hanya membereskan masalah." Katanya datar.

PLAK!!!

Sekali lagi, tamparan melayang di pipi Alarick. "Aku sungguh akan mewajarkan jika umurmu masih remaja untuk melakukan ini!! Tapi tidak untuk sekarang!!! Kau bukan anak kecil lagi yang terus terjebak dalam trauma masa lalumu!!!"

Alarick tersenyum sinis. "Trauma masa lalu? Ini bukan trauma kek!! Janin itu adalah penyakit mematikan!!"

"ALARICK!!"

"IBUKU MATI GARA-GARA JANIN YANG DIKANDUNGNYA!!!"

"Ya Tuhan!" frustasi Mr. Damian sambil menjambak rambutnya. "Itu terjadi karena Ibumu memang tidak seharusnya mengadung!!!"

"Bagimana dengan Ibunya Makiel? Dia juga meninggal karena kandungannya. Padahal tubuhnya masih sehat sempurna!!"

"Tapi bukan berarti kau dapat membunuh anakmu sendiri!!!"

Alarick berdecih sinis. "Janin itu belum membentuk tubuhnya. Dia masih bisa kumusnahkan."

"ALARICK!!"

"AKU HANYA TIDAK INGIN MENGAMBIL RESIKO KEHILANGAN VELERIE!!" teriak Alarick dengan tubuh bergetar kencang. Gemetar ketakutan saat bayangan Valerie yang meninggalkannya mampir di pikirannya. "Aku tidak peduli dengan yang lain. Ataupun dengan bayi itu. Hanya Valerie. Hanya dia yang kubutuhkan. Aku tidak ingin yang lain apalagi janin itu."

Mr. Damian menatap Alarick dengan pandangan tidak percaya. Dia menggelengkan kepalanya dengan bibir yang melengkung prihatin. "Kau pikir, jika janin itu mati, kau takkan kehilangan Valerie?"

Alarick bungkam dengan tubuh yang gemetar hebat. Tangannya terkepal dengan kuat. "Aku sungguh tidak ingin kehilangan Valerie, Kek. Kumohon berikan obat itu padaku."

"Valerie akan meninggalkanmu karena ini!!!"

"Aku tidak peduli. Aku bisa mencarinya."

Bibir Mr. Damian kembali melengkung dengan raut wajah prihatin. "Bagaimana jika Valerie senang dengan kabar ini? Bagaimana jika Valerie membencimu karena apa yang kau lakukan ini? Alarick, Valerie, dia selalu merasa jika dirinya tidak pernah beruntung. Dia... Memiliki hidup yang sulit sedari dulu. Jika kabar ini terdengar, aku yakin Valerie akan sangat senang. Dia pasti merasa jika kebahagiaan mulai menghampirinya. Aku sangat mengenal Valerie, Alarick. Dia pasti akan melindungi janin yang dikandungnya."

Hening sejenak. Alarick terlihat berpikir sedangkan Mr. Damian membiarkan Alarick untuk berpikir jernih tentang kelakuannya sekarang.

"Berikan obatnya." Kata Alarick.

Emosi Mr. Damian kembali ke permukaan. "Berengsek! Kau tahu, bukan untuk ini aku menjodohkanmu dengan Valerie!!! Bukan untuk ini aku berpura-pura sakit dan membuat Valerie menikahimu!!! Bukan untuk ini, berengsek!!!" teriaknya menggema.

Alarick sendiri hanya diam menatap lurus-lurus ke depan.

"Berpura-pura? Apa maksudnya?"

Mata Alarick membulat mendengar suara yang sangat dikenalinya itu. Dia berbalik dan menatap Valerie yang berdiri di ambang pintu dengan tubuh bergetar dan mata yang mulai berkaca-kaca. "Valerie..." Lirih Alarick.

Valerie tidak mempedulikan Alarick. Dia menatap Mr. Damian dengan tatapan lekat dengan air matanya yang perlahan menuruni pipi. "Semuanya... Hanya pura-pura belaka? Kau berakting hanya untuk membuatku menikahi cucumu?" tanyanya serak.

Mr. Damian sendiri hanya diam kaku dengan mata yang menatap tembok tanpa berani menatap Valerie langsung.

Valerie tertawa miris. Dia menatap tidak percaya pada Mr. Damian. "Pada akhirnya, aku kembali dimanfaatkan?" tanyanya dengan hati teriris.

Mr. Damian segera menatap Valerie dan menggelengkan kepalanya. "Tidak! Bukan begitu maksudku, Valerie! Aku ingin kau menikah dengan cucuku agar hidupmu lebih baik—"

"Anda pikir hidupku lebih baik menikah dengannya?" potong Valerie dengan air matanya yang mulai mengucur deras. "Mental dan fisikku tersakiti sehari menikah dengannya! Menikah dengannya, 2 kali aku masuk rumah sakit! Anda pikir aku bahagia? Nyatanya tidak. Aku tidak pernah dibahagiakan olehnya."

Alarick mencoba menghampiri Valerie. "Valerie—"

"Diam. Aku tidak mengizinkanmu bicara sekarang." Potong Valerie. Alarick diam. "Anda tahu pada akhirnya akan seperti apa? Aku akan terbuang lagi. Alarick tidak menginginkan pernikahan ini. Pernikahan yang menurutnya bodoh dan sialan."

Mr. Damian tidak dapat berkata-kata. Dia menggelengkan kepalanya cepat. "A-aku tidak tahu, Vale. Kupikir—"

"Tidak tahu?" tanya Valerie dengan tangis yang semakin deras. "Anda berpura-pura lagi? Jelas Anda tahu karena Anda bahkan mengizinkan Alarick untuk tidak melakukan resepsi pernikahan."

Mata Mr. Damian melotot. "Apa?? Tidak! Aku tidak pernah mengatakan seperti itu!"

Valerie mengusap air matanya dengan kasar. "Aku akan mentolerinya jika yang menipuku adalah orang lain. Tapi tidak jika itu Anda..." Katanya sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Aku tidak tahu lagi apa yang bisa membuatku bertahan hidup."

"Apa maksudmu??"

"Valerie!"

Setelah mengatakan kalimat itu, Valerie berbalik dan berlari keluar ruangan.

"Sial!" maki Alarick, lalu ikut mengejar Valerie keluar. Dia melihat punggung Valerie yang berlari dan ada bodyguard di depannya. "Pengawal!! Tangkap dia!!!" tunjuknya pada Valerie.

Para pengawal itu segera menuruti perintah Alarick. Mereka menangkap Valerie dan mengangkat Valerie yang memberontak kuat. Valerie akhirnya diturunkan di depan Alarick. Namun kedua tangannya dicekal oleh para penjaga itu.

"Lepaskan!!! Lepaskan tanganku!! Berengsek!!!" berontak Valerie.

Namun, apa yang tidak Alarick duga terjadi. Valerie mengambil sebuah pistol yang disimpan di saku dalam jas salah satu pengawal itu dan menyimpan moncongnya di pelipisnya sendiri. "Mudur atau aku akan membunuh diriku sendiri!!"

"Valerie..." Jantung Alarick seolah lompat dari tempatnya melihat benda berbahaya itu kini berada di genggaman Valerie. Jika Valerie benar-benar ingin membunuh dirinya sendiri, dia hanya membutuhkan satu kali—tidak. Tepatnya, dua kali sentuhan. Alarick menatap para pengawalnya yang terlihat ragu akan menangkap Valerie. "Tetap pegangi. Dia tidak bisa menggunakannya."

Valerie tersenyum sinis. Tangannya terulur dan membuka kunci pistol tersebut, membuat jantung Alarick mencelos seketika. "Aku tidak main-main dengan ucapanku." Katanya.

"Mundur!! MUNDUR!!" teriak Alarick dengan panik saat menyuruh para pengawalnya mundur. Mereka menuruti ucapan Alarick dan membiarkan Valerie dan Alarick yang saling berhadapan. Alarick mencoba mendekati Valerie. "Dengar, Vale. Aku sungguh tidak berniat melukaimu dalam pernikahan kita. Seperti yang kau lihat sekarang, aku selalu bersikap manis padamu."

Valerie mendengus sinis. "Semuanya memanfaatkanku, Alarick. Tuhan melahirkanku hanya untuk dimanfaatkan semua orang. Bahkan Mr. Damian, orang yang sangat kupercaya pun memanfaatkanku."

"Bagimana dengan Annabelle?"

Mata Valerie terlihat menerawang. "Anna... Mungkin, hanya dia yang akan menangis saat pemakamanku." Katanya dengan senyum.

"Lalu bagaimana denganku? Aku suamimu, bukan? Kau mencintaiku, Vale..." Ujarnya putus asa. "Turunkan. Kumohon turunkan pistolnya."

"Kau pikir aku tidak tahu jika kau mencari Felicia? Kau akan membuangku, kan?"

Alarick memincingkan matanya dengan heran. "Bagimana kau tahu?? Aku sudah menghentikan pencarian sehari setelah merayakan ulangtahunku."

Valerie tersenyum. "Kau seharusnya tidak menghentikannya, Al. Karena aku bertemu dengannya saat perayaan ulangtahunmu."

Alarick tertegun sejenak. Ia menggelengkan kepalanya dengan putus asa. "Aku tidak membutuhkannya lagi, Vale. Aku hanya membutuhkanmu. Aku sungguh hanya membutuhkanmu."

Air mata Valerie kembali mengalir menuruni pipinya dengan mulus. "Tapi kenapa kau melukaiku? Kenapa kau merahasiakan pernikahan kita dari dunia?" tanyanya dengan suara mencicit. Tubuh Valerie bergetar akibat tangisnya. "Mr. Damian membohongiku. Kau membohongiku. Apalagi yang tidak aku ketahui? Seberapa jauh kalian membohongiku dan memanfaatkanku?"

"Valerie..."

"Aku akan mentolerinya jika itu kau yang membohongiku. Tapi tidak jika itu Mr. Damian. Kenapa harus Mr. Damian yang membohongiku?" tanya Valerie dalam isak tangisnya. Kepalanya tertunduk dengan moncong pistol yang setia bertengger di kepalanya. "Hanya Mr. Damian yang kupercayai sepenuh hatiku. Lebih dari itu, aku sudah menganggapnya seperti ayahku sendiri. Aku menyayanginya lebih dari apapun. Aku menyayanginya bahkan lebih dari diriku sendiri."

Alarick kembali mencoba mendekati Valerie. "Aku mengerti, Vale. Kita bisa membicarakannya baik-baik. Kumohon, tolong turunkan pistolnya." Lirihnya tanpa mempedulikan jika sekarang banyak yang menontonnya memohon seperti ini di hadapan Valerie. "Kumohon."

Valerie tergugu dalam tangisnya. Ia menundukkan wajahnya dengan tangis yang tak hentinya mengalir. Tubuhnya bergetar dan wajahnya sangat pucat. Jantung Alarick tidak dapat berkompromi melihat betapa dekatnya jari Valerie dengan pelatuk pistol tersebut. Alarick tidak pernah melepaskan tatapannya dari pistol tersebut.

Sesorang tiba-tiba menghalangi pemandangan Alarick, kemudian berlutut di hadapan Valerie yang langsung mengalihkan perhatiannya pada orang yang berlutut di hadapannya.

Suara terkesiap kaget terdengar. Alarick pun tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Kakeknya, Mr. Damian Terhormat sedang berlutut di hadapan Valerie dengan kepala terunduk dalam.

"Ampuni aku, Vale." Kata Mr. Damian dengan suara bergetar. "Aku tahu aku melakukan kesalahan fatal. Tapi aku sungguh tidak pernah berpura-pura padamu sebelumnya. Aku sungguh mencintaimu. Aku pun tidak tahu jika Alarick membohongimu dan mengatakan jika dia membatalkan resepsi dengan izinku. Aku... Aku sungguh tidak tahu."

Valerie membekap mulutnya dengan kaget. "Mr. Damian, saya mohon bangun."

"Aku akan bangun jika kau menurunkan pistolnya."

Valerie yang langsung menuruti ucapan Kakek Alarick, sukses membuat Alarick sendiri merasa kecewa. Dia tersenyum miris karena seberapa besar pun cinta Valerie padanya, tidak dapat membuat Valerie menuruti ucapannya.

"Sekarang Anda harus bangun." Kata Valerie setelah mengunci pistol di tangannya.

"Tidak sebelum kau memaafkanku."

Tangis Valerie kembali datang. Kali ini lebih kencang. "Kenapa harus Anda yang membohongi saya?? KENAPA???" teriaknya. "Kenapa harus Anda, Mr. Damian??? KENAPA KENAPA KENAPA???" teriaknya histeris dalam tangisnya. "Kau tahu apa yang dilakukan cucumu? Dia menganggapku murahan, mengataiku jalang, dan kata-kata kejam lainnya. Dan yang paling membuatku sakit adalah kau yang menjebakku dalam pernikahan menyiksa ini."

"Maafkan aku." Kata Mr. Damian.

Valerie tertawa miris. Dia menggelengkan kepalanya. "Memangnya apa yang bisa Anda lakukan selain permintaan maaf?"

"Kau bisa menceraikan cucuku."

"KAKEK!!" teriak Alarick tidak terima. Matanya melotot penuh kekhawatiran. Apa yang diucapkan Kakeknya, pasti akan dituruti Valerie. "Kau tidak bisa melakukan itu padaku!!"

Mr. Damian berdiri dan berbalik menatap Alarick. Dia menatap cucunya dengan tatapan yang sukses membuat Alarick merinding karena kakeknya tidak pernah menatapnya dengan tatapan seperti itu. Tatapan dingin. "Aku sangat bisa melakukannya. Kau sangat tahu itu, Alarick!!"

"Pernikahan kami bahkan belum memasuki 1 bulan!!"

"Dan aku tidak peduli!!!" bentak Mr. Damian. "Aku menitipkan Valerie padamu bukan untuk kau siksa. Apalagi kau menyebutnya..." Mr. Damian menggelengkan kepalanya, tidak percaya jika Valerie mengalami hal sesulit itu setelah menikahi cucunya. "Aku akan mengatur perceraian kalian."

Mr. Damian mengamit tangan Valerie dan Valerie hanya bungkam saat Mr. Damian menuntunnya untuk pergi.

"VALERIE HAMIL!!!" teriak Alarick kencang dengan napasnya yang memburu marah. Tangannya terkepal kuat. "Dia hamil, berengsek! Jangan lupakan itu. Kau takkan bisa memisahkanku dengan Valerie."

Valerie terdiam dengan mata melotot. Dia menatap perutnya lekat. Pistolnya ia buang ke lantai saat Valerie mengusap perutnya dengan sayang. "Aku hamil?" tanyanya, tertegun.

Sedangkan Mr. Damian menengok ke belakang dengan senyum merendahkan. "Tentu saja aku bisa. Aku akan membawa Valerie dan mengurus perceraian kalian setelah anaknya lahir."

Alarick membulatkan matanya dengan kaget. Ia berlari saat Kakeknya dan Valerie mulai berjalan menjauh darinya. Pangawal yang ada di sana segera menahan Alarick saat Kakeknya memerintahkan. "Tidak!!! Kau tidak bisa melakukan itu padaku, Kek!!!"

Valerie menatap ke belakang, pada Alarick yang memberontak dari para pengawal itu dengan kuat.

"VALERIE!!! LEPASKAN AKU BERENGSEK!!! VALERIE!!!"

Valerie menundukan wajahnya. Dia menoleh pada Mr. Damian. "Apa benar aku hamil?"

Mr. Damian menganggukkan kepalanya. "Alarick sedang tidak dapat berpikir jernih, Vale. Aku akan membawamu ke mansionku di Vegas."

Valerie hanya diam. Dia kembali menengokan kepalanya ke belakang. Alarick masih setia memberontak dengan wajahnya yang memerah akibat emosi.

"VALERIE!! TIDAK!!! JANGAN TINGGALKAN AKU!!"

Valerie menundukkan kepalanya. Dia memegangi perutnya dengan lembut. Sebuah senyum pedih terukir di bibirnya. Mungkin, ini akhirnya, Alarick. Kita bercerai dengan aku yang memiliki sebagian dari dalam dirimu. Batinnya.

bagi yang belum tahu cerita ini sudah tamat dan bisa didapatkan di Playstore dengan judul Bastard Devil dan nama pena Made In Earth. jangan lupa untuk selalu ikuti aku agar mendapatkan keseruan cerita-cerita yang lain


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C38
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login