Download App
5.71% DINDA

Chapter 2: BOLOS SEKOLAH

DINDA

BAB 2. Bolos Sekolah

"Lama amat sih, Say?" Vania langsung memeluk Erza begitu dia datang.

"Sory.. sory.. tadi cari ojeknya lama." jelas Erza.

"Emang motor loe ke mana sayang?" tanya Vania.

"Tadi boncengan sama Baim ke cafenya, jadi motor gue dia yang bawa." jawab Erza cepat.

"Ayuk masuk, Say! Kita ngobrol di dalam." Vania menggelayut manja di lengan Erza. Rambutnya panjang bergelombang berwarna coklat muda, semakin menambah kesan pucat di kulitnya yang putih.

Erza duduk di sofa mewah pada ruang tamu Vania. Rumah Vania memang besar dan megah, papanya salah satu kontarktor besar di kota ini, jadi nggak heran Vania jadi cewek no 1 paling kaya dan dipuja satu sekolahan.

"Bi, bikinin minum donk!" teriak Vania.

"Iya, Non."

Vania duduk bersebelahan dengan Erza yang dari tadi sibuk melihat ke sekeliling rumahnya.

"Interiornya bagus." kata Erza.

"Iya donk, Mamaku sendiri hlo yang ngerancang interiornya." jawab Vania bangga.

Vania mengambil minuman dari tangan Bi Sumini dan memberikannya pada Erza.

"Makasih, Beb." Erza menerima es sirup dan meneguknya.

"Loe udah makan belum, Say?" tanya Vania.

"Sudah kok. Oh iya Papa Mama loe di mana?" Erza balik bertanya.

"Pergi dinnerdonk, merekakan juga mau ngerayain valentine, Beb." Vania tersenyum.

Erza membalas senyuman Vania, sudah sebulanan ini Erza jalan sama Vania. Awalnya Erza cuma iseng aja karena nanggepin taruhan teman-temannya. Andy dan Uno bakalan ngasih semua honor manggung mereka bulan ini kalau Erza berhasil dapetin hati Vania.And of course seperti biasanya Erza selalu bisa dapetin hati cewek manapun di sekolahnya, nggak luput si Vania.

Beberapa hari setelah jalan menurut Erza, Vania cukup cantik dan baik untuk di jadiin pacar, makanya Erza masih betah sampai sekarang jalan bareng Vania.

Erza memandang wajah Vania hendak menciumnya, namun entah kenapa dalam benaknya, ia malah mikirin gadis cantik tadi. Sejenak Erza kembali melamun, memikirkan Dinda. Pesona dan tatapan gadis itu berhasil membius Erza, membuat Erza jatuh hati padanya.

"Say?? Denger nggak sih?" Tangan Vania mencubit pipi Erza.

"Eh.. Iya gue denger kok." Erza mencium pipi Vania.

"Apaan sih, Say." Pipi Vania langsung memerah.

"Sory nih Beb, gue ada urusan jadi harus segera pulang." Erza emang sengaja ingin segera pulang, membetulkan ponsel Dinda yang rusak.

"Kok buru-buru sih? Kitakan baru aja ketemu." renggek Vania manja, wajahnya cemberut karena kesal.

"Jangan marah gitu donk, jelek jadinya." Erza mencubit pipi Vania.

"Besokkan masih bisa ketemu di sekolahan." rayu Erza lagi.

"Iya, deh." jawab Vania.

"Gue pulang dulu, ya, sayang." pamit Erza.

"Hati-hati, ya, Say."

•••DINDA•••

Sebelum pulang ke rumah Erza berhenti sejenak di konter HP milik kenalannya. Ia mengeluarkan ponsel milik Dinda yang remuk, menaruhnya di atas meja konter dan tersenyum pada pemilik toko.

"Hancur gini, dibuang saja." Sandro menarik ponsel Dinda mendekat.

"Plis Ndro, gue tahu loe bisa benerin ponsel ini." Erza pasang tampang memelas.

"Gue nggak janji, ya, udah hancur gini. Lagian dari pada dibetulin mendingan elo beli yang baru deh." jawab Sandro.

"Emang berapa harganya?" tanya Erza.

"Lima jutaan paling."

"Busyet mahal amat harganya, pliss, Ndro. Bantuin gue perbaiki ponselnya, ya. Gue nggak sanggup beli ponsel mahal kaya gitu." Erza lebih memelas lagi.

"Iya gue coba, tapi nggak janji, ya." Sandro mengambil peralatan servisnya.

"Lagian dapet dari mana sih ponsel rusak kaya gini..?"

"Gue nggak sengaja nginjek ponselnya." terang Erza agak kecewa.

"Hebat!! Udah kaya loe, ya berani nginjek ponsel mahal kaya gini..?" Sandro senyam senyum sambil mengutak atik ponsel di tangannya.

"Namanya juga nggak sengaja."

"Loe tinggal aja deh, kayaknya nggak bakalan selesai malam ini. Gue kerjain besok aja." Sandro mengusir Erza dari tokonya.

"Secepetnya, ya, Sob." senyum Erza.

"Iya iya tahu, sana pergi!! Mo tutup nih."

"Thanks, Dro,call me if you had done." Erza meninggalkan konter HP temannya dan berlari pulang ke rumah. Jaraknya cuma 30 meter dari konter Hp milik Sandro.

•••DINDA•••

Esoknya pas pulang sekolah Erza menjemput Baim di sekolahnya SMA N 2 seperti biasanya. Tapi kali ini Erza datang agak lebih cepat dari biasanya.

"Tumben elo nggak telat jemput?" Baim kaget melihat temannya udah stand by.

"Yoik, Brow.." Erza niupin asap rokok ke muka Baim.

"Ayuk cabut kalau gitu." ajak Baim.

"Eits tunggu dulu." sergap Erza.

"Ngapain lagi sih?" gerutu Baim.

"Kemaren pas pulang dari cafe, gue nggak sengaja nabrak seorang cewek."

"Terus??" Baim bingung.

"Kemarenkan gue nggak sempet nanya nama, alamat, no telfon. Tapi yang gue inget dia pake seragam sekolah loe, SMA 2." jelas Erza.

"Terus???"

"Terus gue mau nungguin cewek itulah, kalau nggak ngapain aku bela-belain bolos dan jemput loe lebih awal." gerutu Erza.

"Pantes aja jemput kagak telat, ternyata ada udang di balik rempeyek." Baim menaruh tasnya di motor Ninja Hijau milik Erza, lalu menyalakan sebatang rokok.

"Nggak takut ketahuan guru ngerokok di dekat gerbang sekolah??" Erza menyahut rokok Baim.

"Bilang aja kalau loe mau join, Za."

"Hehehehe.. iya mas brow, punyaku udah abis." Erza menghisap rokok Baim lalu mengembalikannya.

Nggak terasa sudah satu jam Erza dan Baim nungguin kaya orang bodoh di depan sekolahan. Cewek yang di maksud Erza juga nggak nongol keluar. Baim ngomel-ngomel nggak karuan karena perutnya udah keroncongan. Lagian gerbang sekolah juga sudah di tutup, jadi nggak mungkin masih ada orang di dalam.

"Ayuk cabut, Sob. Gila..gue uda laper berat nih. Paling kemarin loe salah lihat." gerutu Baim.

"Ya udah deh, yuk cabut." Erza meloncat turun dan menyetater motor hijaunya untuk melaju menuju ke studio musik LEVEL, basecamp mereka.

•••DINDA•••

Erza menguap sambil berjalan menuju ke kelasnya, matanya mengantung karena semaleman nggak tidur. Erza dan Bandnya bergadang buat latihan karena mau mengikuti festival musik pelajar se-provinsi.

"Kok kemarin loe bolos sih, Beb?" Vania muncul dari dalam kelas dan menggandeng tangan Erza.

"Biasalah.. gue latihan sama anak-anak kemaren."

"Sampai harus bolos sekolah?" Vania heran.

"Udah donk, Beb, pertanyaannya. Gue ngantuk nih. Tolong ijinin gue ke guru, ya, mau tidur di UKS aja." Erza tersenyum dan langsung ninggalin Vania begitu saja.

Erza masuk ke ruang UKS dari tadi dia menguap terus. Erza merebahkan dirinya di atas ranjang yang sedikit keras, menarik tirai pembatasnya supaya tidak ada yang mengganggunya tidur.

Dalam benaknya kembali teringat dengan sosok Dinda. Erza tersenyum saat teringat kembali pertemuannya dengan Dinda malam itu.

"Kok gue jadi kepikiran terus sama cewek itu ya?"

Tirai putih bersih melambai-lambai karena tertiup angin yang masuk melalui jendela UKS. Sejuknya angin membuat Erza semakin mengantuk sampai akhirnya tertidur.

"Hei Uno." Vania berteriak memanggil Uno.

"Kenapa, Van?" tanya cowok manis di depannya.

"Kemarin kalian latihan, ya?"

"Iya semalaman."

"Paginya?"

"Ya enggaklah, kitakan sekolah." jawab Uno.

"Ow.. ya, sudah. Kemarin Erza bolos sekolah, loe tahu dia ke mana?" tanya Vania pada sahabat Erza itu.

"Sory, Van. I dunno." Uno lantas meninggalkan Vania yang mulai curiga dengan kebohongan Erza.

Vania berlari menuju UKS, ia berharap menemukan Erza dan menanyakan kenapa Erza membohongi dirinya? Rambutnya yang panjang bergelombang berayun-

ayun mengikuti langkah kakinya yang cepat.

"Za?!" Vania mencoba membangunkan Erza.

"APAAN SIH?!" bentak Erza.

"Kok loe ngebentak gue sih, Beb?" Vania mengerutkan wajahnya yang cantik.

"Sory sory, Beb. Gue kirain siapa?!" Erza menyembunyikan emosinya dan kembali merebahkan diri.

"Sebenernya kemarin loe bolos ke mana sih? Kok gue telefon nggak bisa?? Di chat nggak di bales? Padahal loe kan janji maw ajakin gue nonton?" Vania mencoba bertanya kepada Erza.

"Lagi nggak ada pulsa, Beb. Kan tadi udah gue bilang, kalau gue kemarin latihan sama anak-anak seharian."

"Jangan bohong."

"Loe kenapa sih? Cuma nggak ketemu sehari aja kok sewot banget. Gue kan juga punya urusan sendiri." Erza jadi risih dengan sifat Vania yang mulai posesif dan mengekangnya.

"Kok loe jadi gini sih, Beb?" air mata Vania hampir keluar.

"Sory.. sory.. sayang.. gue emosi semalaman gue nggak istirahat." Erza mengelus lembut pipi Vania dan mencium bibirnya.

"Ntar gue beliin es krim sepulang sekolah." lanjut Erza.

Begitu Erza tersenyum dalam sekejab rasa curiga Vania padanya langsung menghilang. Benar-benar rayuan Erza mampu meluluhkan hati Vania. Vania membalas senyum Erza dan menampakan lesung pipitnya.

Erza kembali mencium bibir Vania dan melumatnya dengan sedikit panas. Bunyi ponsel membuat Erza menghentikan ciumannya. Erza merogoh saku dan mengambil ponselnya.

Sandro:

Ponselnya sudah jadi

Bisa loe ambil sekarang

Biayanya gopek

Nggak boleh nawar.

"Busyet mahal amat?" Erza bergumam sendiri.

"Siapa, Beb?" Vania berusaha mencari tahu siapa yang mengirim pesan pada pacarnya.

"Hmm.. sory, ya, Beb, pulang sekolah gue ada urusan nih. Makan es krimnya kita undur besok, ya, pliss." Erza memohon pada Vania.

"Ta..tapi beb, elo mau ke mana lagi?" Vania menanyakan alasannya.

"A...ada urusan bisnis dadakan." Erza berbohong, lalu mencubit pipi Vania dan pergi meninggalkannya di kamar UKS sendirian.

Pada akhirnya Vania hanya bisa menghela nafas panjang mencoba memahami pacarnya yang ganteng itu, dan mengikutinya berjalan kembali ke kelas.

•••DINDA•••

Hallo readers..

Jangan lupa fav, like dan comment.

Dukung kisah cinta Erza dan Dinda ya..

Terimakasih sudah membaca ^^

I lap yu gaes❤️❤️


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login