Download App

Chapter 2: Zee Zee Side 1

"Tapi, De..."

📞"Aku nggak mau tau, Zee. Kamu harus datang ke acaraku dan Sandra! Ini sudah enam bulan kamu di Malang! Bunda nanyain kamu terus!"

Aku hanya menghela napas pasrah, saat mendengar suara tegas Deki di seberang telepon.

📞"Zee? Kamu masih di situ kan?"

"Hmm... Ya..."

📞"Kamu masih merasa bersalah?"

Deg...

Jantungku langsung bertalu kencang, saat Deki mengeluarkan pertanyaan itu.

Merasa bersalah?

Ya... Aku masih sangat merasa bersalah atas perbuatan burukku enam bulan yang lalu. Perbuatan hina yang seharusnya tak aku lakukan.

Bagaimana bisa aku menawarkan diri menjadi orang ke tiga diantara ikatan pernikahan Bara dan istrinya?!

Bara... Bara Afridzal Danudirja...

Cinta pertama sekaligus sahabatku sejak aku menginjak usia 15 tahun.  Pria yang memperlakukanku dengan baik selain sepupu, Deki.

Perasaan cintaku pada Bara, tumbuh tanpa dapat dicegah. Tapi perasaan cinta itu berubah menjadi obsesi. Obsesi besar yang membuatku menjadi wanita menjijikkan. Wanita yang melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan Bara.

Cintaku padanya berubah menjadi obsesipun, karena aku terlalu berharap jika suatu saat kami pasti bersama. Padahal, dari sejak awal menjalin persahabatan dengan Bara saat SMA dulu, kami berdua memiliki kesepakatan untuk tidak saling memiliki perasaan khusus. Karena memang Bara tak pernah menganggapku lebih dari sekedar sahabatnya.

Aku kembali teringat kejadian dua tahun yang lalu, dimana aku pernah hampir menghancurkan tali kasih Bara dan kekasih yang kini sudah menjadi istrinya. Menjadi duri dalam daging di dalam hubungan percintaan mereka. Namun usahaku sia-sia, Bara malah menikahi kekasihnya.

Setelah Bara menikah, aku masih terus mencari cara mendapatkan hatinya. Karena aku merasa bahwa hanya aku lah yang pantas bersanding dengan Bara. Aku lah yang seharusnya menjadi istri Bara, karena kami sudah lebih dulu saling mengenal dari pada istrinya itu.

Usaha terakhirku mendapatkan Bara, saat enam bulan yang lalu, saat aku menawarkan diri menjadi istri ke duanya. Karena aku tahu jika istrinya akan sulit mengandung. Aku rela jika harus menjadi istri ke dua dan menghasilkan anak untuk Bara.

Tapi ternyata, Bara marah besar dan menolak permintaanku. Selama bertahun-tahun kami menjalin hubungan persahabatan, aku tak pernah melihat Bara semarah itu. Bara yang aku lihat enam bulan yang lalu, seperti siap membunuhku hanya dengan tatapannya.

Karena tatapannya itu membuatku tersadar, kalau usahaku gagal total. Membuatku tersadar juga, kalau aku ternyata sudah sangat keterlaluan.

Aku tersadar, jika cinta tak bisa dipaksakan. Sekeras apapun aku berusaha, ternyata cinta Bara hanya untuk istrinya seorang.

📞"Zee, Where are you?"

Aku tersadar dari lamunan, saat suara Deki kembali masuk ke indera pendengaranku.

"I am here, Ki!" ucapku kesal.

📞"Aku pikir kamu ketiduran."

Aku mendengar suara tawa Deki yang membuatku mau tak mau ikut tertawa kecil.

📞"Cobalah untuk memaafkan dirimu sendiri. Bara dan istrinya sudah memaafkanmu, Zee," ucap Deki serius, yang mampu membuatku kembali terdiam.

📞"Zee?"

"Apakah kamu nanti akan mengundang Bara dan istrinya di acara nujuh bulan Sandra?" tanyaku pada Deki yang sejak panggilan tersambung, memaksaku untuk menghadiri acara nujuh bulan kandungan istrinya.

Aku bukannya tak suka Bara dan istrinya ada di sana, tapi aku masih malu. Benar-benar malu sampai aku bahkan tak berani hanya untuk sekedar bercermin. Aku benar-benar tak punya muka lagi di hadapan mereka berdua.

📞"Aku pasti mengundang mereka. Apakah... Kamu keberatan?" tanya Deki ragu.

Aku tersenyum kecil tak sampai mata. Sepupuku yang satu ini, selalu saja memikirkan dan memanjakanku. Dia sudah menganggapku seperti adik kandungnya sendiri. Mungkin karena aku mirip dengan adik kandungnya yang meninggal saat kami duduk di bangku kelas enam SD. Dan mungkin karena aku sudah tinggal bersama dengannya sejak kami duduk di bangku SMP. Saat Papa menitipkanku pada Bunda Alisa - Kakak dari Papaku yang juga adalah Bunda dari Deki -, saat Mamaku pergi untuk selamanya.

📞"Zee?"

"Aku enggak keberatan kok. Silahkan kamu undang mereka. Tapi... apakah aku harus hadir ke acara itu, Ki?"

📞"Harus! Pokoknya harus! Bunda udah nanyain kamu terus karena kamu jarang hubungi Bunda! Aku juga gak tenang kalau adik kesayanganku ini gak keliatan di depan mata! Cukup kamu kuliah di Aussie dulu selama tujuh tahun! Jangan menghilang lagi dari kami, Zee!" tegas Deki kembali, yang mampu membuat dadaku menyesak.

Betapa beruntungnya aku, memiliki Kakak sepupu seperti Deki, dan Bude seperti Bunda Alisa.

Dulu aku tidak menyadari jika aku masih memiliki orang-orang yang menyayangiku setengah mati. Dulu aku pikir, aku selalu tak berarti setelah Mama pergi. Papa lebih memilih berkeliling dunia untuk melukis berbagai macam tempat di sana. Papa kebetulan adalah pelukis terkenal yang namanya sudah mendunia. Karena pilihannya itu, Papa menitipkanku pada Bunda Alisa.

📞"Apakah kamu melupakan kami?"

"Kamu ngomong apa sih! Mana mungkin aku ngelupain kalian! Kalian tuh keluargaku yang paling berharga! Cuma kalian yang aku punya..." lirihku. Dan tanpa sadar, air mata sudah mengalir di kedua pipiku. Isakan kecil mulai keluar, karena aku memang wanita yang cengeng cenderung manja sejak dulu.

📞"Zee! Jangan nangis! Kamu tau kan, kalau aku gak bisa meluk online!" panik Deki.

Aku tertawa diantara tangisku, karena ucapan konyol sepupuku itu.

"Hiks... Apaan sih kamu!"

📞"Aku gak bercanda! Kamu jangan ketawa!"

"Aku gak boleh nangis dan gak boleh ketawa? Kamu pikir aku itu patung?!" sarkasku yang ternyata malah membuatnya tertawa.

📞"Hahaha... Aku senang bisa denger kamu marah kayak gini."

Aku kembali tersenyum diantara isakanku, karena dapat mendengar tawa Deki yang memang aku rindukan selama enam bulan pengasinganku di Malang.

Aku mencoba meredakan tangisku, karena Deki kembali mengomel seperti kakek cerewet.

📞"Kamu belum bisa melupakan Bara?" tanya Deki setelah beberapa saat kami terdiam.

Aku terdiam sejenak untuk mencari jawaban yang tepat. Kalau dibilang aku sudah bisa melupakan Bara atau belum selama enam bulan ini, aku harus jujur jika rasa cintaku untuk Bara masih ada. Apalagi dia adalah pria yang aku cintai selama kurang lebih tiga belas tahun. Tapi... Rasa malu-ku pada Bara dan istrinya jauh lebih besar. Aku bahkan tak ingin lagi bertatap muka dengan mereka. Aku merasa jijik pada diriku sendiri.

"Aku... aku nggak tau, Ki... Yang pasti, aku belum sanggup buat ketemu lagi sama Bara," lirihku akhirnya. Terdengar helaan napas Deki di seberang sana.

📞"Tapi aku sangat berharap kamu datang, Zee. Kalau kamu menghindar terus, kamu malah gak akan bisa lupakan dia. Dan, Kembalilah tinggal sama Bunda..." lirih Deki.

Aku terdiam sesaat... Kembali ke Jakarta? Kalau aku kembali ke kota itu, kemungkinan bertemu Bara dan istrinya sangat besar. Tapi kalau aku tidak kembali ke sana, bagaimana perkembangan galeri lukis milikku? Aku sudah meninggalkan galeri itu selama enam bulan. Galeri lukis impianku, karena aku memang mengikuti jejak Papa sebagai pelukis.

Walaupun ada pekerjaku yang merawat galeri itu selama ini, tapi tetap saja aku harus mengelolanya sendiri. Lagi pula, benar kata Deki, kasian Bunda harus tinggal sendiri. Karena Deki sudah berkeluarga dan tinggal di rumah yang dibelinya sebelum menikahi Sandra.

Urusan bertemu dengan Bara dan istrinya, sepertinya aku akan sekuat tenaga menghindar.

"Oke aku akan kembali ke Jakarta," ucapku akhirnya dengan jantung bertalu kencang.

📞"Alhamdulillah... Aku senang! Aku bisa jemput kamu ke Mala..."

"No! Aku bisa ke Jakarta sendiri. Kamu jemput aku di Bandara aja."

📞"Oke-oke... Terserah kamu. Yang penting kamu kembali bersama kami."

Kami berbincang-bincang sebentar, sebelum Deki mematikan sambungan ponselnya.

Aku masih terdiam selama beberapa menit saat sambungan telepon Deki sudah terputus.

Apakah keputusanku untuk kembali sudah benar?

Semoga saja iya...

******

Cerita baru guys, yang berputar-putar di otakku minta dikeluarin🤧🤧🤧

Ini akan tetap Very Slow Update kayak cerita si Dino... Jadi harap bersabar bagi yang mau mengikuti🙏🙏🙏

Vote comment jangan lupa ya😍😍😍


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login