Download App

Chapter 3: TERUNGKAP

William hari itu menghabiskan seharian di ruang kerjanya. William yang tak suka jika harus bekerja di meja kantor, hari itu tak seperti biasanya. Ia sibuk membaca semua berkas mengenai Julius Adam, Konstantin dan Roberto. Serta siapa saja semua orang yang pernah terlibat dengannya. Antony Boleslav pun tak lepas dari penyelidikan William meski bukti tentang keterlibatannya dalam dunia mafia pun masih sulit di dapat oleh pihak CIA.

Amanda Theresia kini menjadi sasaran utamanya beserta Brian yang sudah diketahui keterlibatannya dalam penculikan Sia. Meski alamat kediaman Antony sudah diketahui pihak CIA, tapi William tak bisa begitu saja datang ke rumahnya apalagi jika ia ketahuan seorang agent rahasia. Yang ada, bukan hanya tubuhnya yang dimutilasi seperti perkataan Rio dahulu, tapi ia nekat membom markas CIA di Virginia.

CIA bukannya tidak mau menangkap dan memenjarakan Antony tapi orang-orang kuat, penting, ternama dan berkuasa ada dibelakangnya melindungi bos besarnya selama ini. Ditambah, ayahnya mantan militer orang Rusia yang pernah menjadi duta besar. Tentu saja hal rumit ini tak boleh sampai terekspose ke media massa dan warga sipil. CIA masih menyembunyikan Antony dalam keterlibatan dengan dunia mafia. Pihak kepolisian bahkan dibuat tak berkutik karena bagaimanapun mereka tak bisa menyentuh Antony begitu saja.

Antony sangat jarang sekali muncul dan terekspose media. Ia tak suka di foto apalagi datang ke sebuah acara. Dia dikenal orang yang suka menyendiri dan memerintahkan para anak buah kepercayaanya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaannya. Hal ini membuat pihak kepolisian kesulitan untuk mencari lebih lanjut mengenai keterlibatan dan bukti kejahatan yang Antony lakukan.

Tak terasa, William sudah semalaman begadang di kantornya mencoba merangkai puzzle-puzzle kasus keluarga Sia yang selama ini tak pernah diketahuinya. Kepala agen Rika memberikan akses tak terbatas padanya untuk menyelidiki hal ini lebih detail. Ara bahkan sampai bolak balik ke ruang kerja William hanya untuk memberikan berkas dan laporan pencarian. Jack juga ikut sibuk melacak keberadaan Sia dari semua kamera CCTV di seluruh Rusia atas izin yang diberikan oleh pemerintah Rusia. Catherine juga ikut kerepotan menghubungi para agent yang berada di Rusia jika melihat keberadaan Sia, Amanda, Antony dan Brian dengan mengirimkan foto mereka.

Di ruang kerja William,

"Kau ada dimana, Sia? Apa kau baik-baik saja?" ucap William lirih memandangi foto Sia yang ia simpan dalam ponselnya ketika ia tinggal bersamanya di Tyumen, rumah Roberto kala itu.

William begitu merindukan kekasihnya. Ia masih menyangkal jika Sia meninggalkannya. Ia berpikir bahwa Sia meninggalkannya karena dipaksa oleh lelaki bernama Brian dan keinginannya untuk bertemu ibunya, Amanda yang ia kira sudah tewas dalam kecelakaan bertahun-tahun lamanya.

William paham betul bagaimana perasaan Sia yang begitu merindukan ibunya, seperti ia merindukan almarhum ibunya. William pun berusaha memaafkannya dan semakin berambisi untuk segera menemukan Sia. William berharap Sia mau kembali padanya, menikah dan hidup bahagia bersamanya. William terlihat sedih dimana ia tak menyadari jika Jack sudah berada di depannya sedari tadi yang berdiri mematung ingin memberikan laporan, tapi hanya diam saja melihat William bersedih.

"Ehem, Will, yuhuu.. William?" ledek Jack memanggil namanya.

William tertegun melihat Jack meringis padanya. Cepat-cepat William memasukkan ponselnya kembali ke saku jas dalamnya. Ia duduk tegap dan meletakkan kedua tangan di atas meja kerjanya dan terlihat serius.

"Ada apa, Jack? Apa kau menemukan sesuatu? Aku ingin mendengar kabar baik." Ucap William menatap Jack tajam.

"Menurutmu?" Ucap Jack dengan ekspresi lucunya.

William terkekeh, menurutnya Jack sangat konyol tapi mengingat dirinya sangat jenius, William pun memakluminya dan mulai memahami sifatnya.

"Jadi, dimana aku bisa menemukannya?" tanya William lagi yang kini terlihat santai.

"Rusia. Kami berhasil mendapatkan foto Brian yang berjalan bersama seorang gadis. Menurut ciri-ciri, gadis itu adalah Sia. Yaa meskipun wajahnya tak terlihat karena ia memakai topi yang sangat besar dan.."

"Siapkan pesawat, aku berangkat malam ini juga." Jawabnya cepat.

Jack hanya melongo mengingat ia bahkan belum selesai bicara tapi sudah dipotong oleh William. William sudah berdiri dan memakai jasnya kembali. Jack menggaruk kepalanya kebingungan.

"Tapi kau tak bisa pergi sekarang." Ucap Jack terlihat gugup.

William menghentikan kegiatannya dan kini menatap Jack seksama dengan heran.

"Kenapa?"

"Karena, mm.." Jack malah salah tingkah dan terlihat bingung.

"Ada apa? Apa yang kau sembunyikan?" tanya William yang kini berjalan mendekatinya.

Jack langsung melangkah mundur ke belakang tergesa dan terpepet tembok. Ia terlihat panik dan kebingungan karena William kini berdiri di depannya menatapnya tajam tanpa berkedip. Jack mengedipkan matanya dan menelan ludah.

"Ia datang ke perkumpulan mafia, mewakili Antony." Ucap Jack dengan senyum lebar terpaksanya.

"What? Maksudmu.. Sia kembali terlibat dalam dunia mafia, begitu?" tanya William makin mendekatkan wajahnya pada Jack.

Jack mengangguk cepat terlihat gugup. Tiba-tiba Catherine masuk ke dalam dan kaget melihat sikap William dan Jack yang terlihat janggal tersebut.

"Oh my God? Kalian gay?" tanya Catherine spontan dan menutup mulutnya dengan map yang ia bawa.

Sontak William dan Jack terkejut. Jack langsung mendorong dada William dan ia menjauh darinya. William bingung.

"Sembarangan bicara, aku lelaki normal." Jawab Jack terlihat kesal. Jack kini menatap William sebal.

"Pokoknya kau tak bisa pergi malam ini. Tunggu laporan penyelidikan dari agent yang ada di Rusia, baru kau boleh bertindak, begitu kata Rika." Ucap Jack tegas.

"Lalu dimana Rika?"

"Tidur lah, dia sudah tua William, Rika sudah lelah, sebentar lagi ia akan pensiun, apa kau tidak tahu?" tanya Jack heran.

William tertegun, ia bahkan tak tahu jika Rika sudah setua itu. Ia diam sejenak dan terlihat memikirkan sesuatu.

"Baiklah, aku mengerti. Jangan mengganggu istirahatnya."

"Aku tidak mengganggu, kaulah pengganggu sebenernya. Kau selalu membuat Rika kerepotan, belajarnya bersikap dewasa, William." Ucap Jack yang entah kenapa hari itu terlihat begitu cerewet bagi William.

William pun mengangguk paham. Jack pun pergi meninggalkan William bersama Catherine yang sedari tadi masih berdiri mendengarkan pembicaraan mereka berdua. William duduk di atas meja kerjanya dan kini menatap Catherine seksama.

"Ada yang ingin kau laporkan, Cat?" tanya William menatapnya sembari menyilangkan kedua tangan di depan dadanya.

"Oh ya, ada. Ini," ucap Catherine sembari berjalan dan mendekati William dan menyerahkan berkas yang ia bawa tapi, KLEK.. "Ahh," kaki Catherine malah keseleo karena ia memakai hak bertumit tinggi. William dengan cepat menangkap Catherine yang hampir jatuh di lantai. Tiba-tiba Ara masuk ke dalam dan ia pun salah paham seperti yang terjadi pada Catherine sebelumnya.

"Oh, sejak kapan kalian berpacaran? Ku kira pacarmu Sia?" ucap Ara dengan mata terbelalak lebar terkejut melihat William dan Catherine saling berpegangan tangan hampir berpelukan itu.

William langsung berdiri dan membantu Catherine duduk dikursi kerjanya.

"Aku tak ada hubungan apa-apa dengan Catherine. Selamanya, Sia adalah kekasihku. Jangan bergosip." Jawab William kesal dan melirik Ara tajam.

Ara meringis dan terlihat malu sedang Catherine malah terlihat sedih entah apa yang dipikirkannya.

"Lain kali jangan pakai sepatu berhak tinggi, lantai ruanganku licin. Kau tak cocok pakai sepatu seperti itu." Ucap William menilai.

Catherine hanya mengangguk pelan dan terlihat sedikit kesal.

"Apa yang kau bawa, Ara?" tanya William penasaran.

"Aku sudah mendapatkan hasil penyelidikan tentang kematian ibu Amanda. Ternyata benar, dokumen kematian Amanda itu dipalsukan oleh Julius, Amanda masih hidup. Surat yang ditemukan penyidik juga mengklaim bahwa itu 100% tulisan tangan ibu Sia." Ucapnya menjelaskan.

William mengangguk paham. Ia pun berterima kasih pada Catherine dan Ara yang sudah bersedia membantunya mengungkap kasus ini. William pun meminta mereka berdua untuk pulang dan beristirahat. Terlihat Ara dan Catherine begitu senang William memperbolehkan mereka pulang. Bahkan William mengantarkan mereka dengan mobil Mustang hitamnya ke apartment mereka masing-masing.

William melaju mobilnya kencang kembali ke apartment mewahnya di Virginia. William melepaskan semua pakaiannya dan langsung merendam dirinya dalam bathup air hangat. Ia kembali teringat akan kenangannya dengan Sia dulu. William menjadikan cincin lamarannya sebagai liontin pada kalung yang ia pakai dilehernya. Ia memandangi cincin itu seksama dengan wajah sendu.

"Seharusnya kita sudah menikah, Sia. Kenapa kau meninggalkanku?" ucap William sedih.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login