Download App

Chapter 3: Chapter 03. Pasca Keluar dari Kelas

Selamat pagi. hari ini aku merilis Chapter selanjutnya. Ngantuk habis begadang seharian menonton Star Trek Original. Anyway, jangan lupa dibaca ya.

#Sagitarius_Girl

#Chapter_03

Lompatan demi lompatan gadis hijab itu lakukan, hingga dirinya merasa puas. Pasca mendapatkan sanksi dari Bu Mirah, Aisyah menikmati teknik parkour yang diperagakan. Di dalam rok panjangnya, terdapat celana panjang yang tidak terlalu ketat. Karena lompatannya terlalu panjang, maka Aisyah mengganti celana hingga se mata kaki. Setelah itu, dia melakukan acrobat ke tiap-tiap atap sekolah. Dengan tangan kosong. Bunyi atap bergelintang, membuat sekitarnya jadi panik. Aisyah menyadari hal itu. Dia terburu-buru ke lantai paling atas. Tepatnya ada sebuah kursi putih besi dekat tangga. Kemudian, dia mengamati sekitarnya. Lalu memasang rok panjang di bagian celana panjang yang dikenakan. Beberapa saat kemudian, Aisyah duduk sekaligus mengubah posisinya. Duduk kaki dilipat sembari membaca buku perpustakaan. Aisyah mendengar teriakan dari beberapa siswa yang sedang berolahraga.

"Suara apa itu barusan?"

"Apa barusan kucing yang naik atap ya?"

"Tapi kok kelihatan ada manusia di atap? Perempuan apalagi?"

Dia menarik napas dalam-dalam.

"Beruntung tidak ada yang melihatku. Jika sampai itu terjadi, orang tuaku bisa-bisa mengalami serangan jantung," gumamnya dalam hati.

Meski demikian, hawa di lantai atas begitu tenang dan tentram. Saking tentramnya, kedua matanya terpejam. Dia berusaha untuk membuka paksa kelopak matanya. Tapi tidak bisa dikarenakan kantuk yang sudah tidak tertahankan lagi. Penglihatan Aisyah mulai mengabur, dan perlahan-lahan hitam pekat.

~o0o~

Bunyi lonceng dua kali, menandakan pergantian mata pelajaran. Salah satu murid kelas X-A bersiap untuk mengganti pakaian olahraga. Terutama para gadis. Mereka sudah dipastikan berganti pakaian di toilet. Sedangkan laki-laki di dalam kelas. Ada juga di toilet supaya tidak menimbulkan keributan.

Terutama Ivan, yang harus mengganti pakaian di dalam toilet. Dirinya tidak mau menarik perhatian di dalam kelas. Sampainya di toilet, dia menggedor pintu terlebih dahulu. Ivan mengenakan seragam sekolah, dengan rambut pendek dan poni bagian tengah memanjang. Lupa tidak dicukur terlebih dahulu. Mengenakan sepatu hitam tali, aksesoris jam tangan bermerek. Berbadan kurus sampai menjulang kaki. Dia terlihat tinggi, tapi tenaganya tidak berisi.

"Buruan! Aku mau ganti pakaian nih!"

"Sebentar kenapa sih! Cerewet amat!"

Ivan mengerutkan kening. Suara tersebut ternyata seorang gadis di dalam toilet laki-laki. Antara bingung atau kesal, dia terus menggedor sampai sekitarnya kedengaran.

"Hei! Kau tahu kan ada Kayla di dalam ruangan kamar mandi! Sabar dikit kenapa sih!"

"Aku tidak peduli! Biar pun dia cewek, tetap harus mengantri di sana!" katanya menunjuk ke toilet perempuan.

Baginya, kebiasaan mereka itu adalah ganti pakaian terlalu lama. Bahkan sampai ada yang buang air kecil bersama-sama. Kebiasaan itulah yang tidak disukai olehnya.

"Apa susahnya toh cuma antri? Kan guru olahraga tidak mempermasalahkannya," gumamnya dalam hati.

Ivan tidak tahu bahwa guru olahraganya tidak toleran terhadap siswa siswi yang terlambat. Terutama alasan sakit. Bisa saja 'alasan' semacam itu bisa digunakan supaya siswa bisa bolos pelajaran olahraga. Setidaknya itulah yang di dalam pikiran guru tersebut.

Ketika Ivan berniat untuk turun naik tangga, ada seorang gadis tertidur pulas di kursi. Mulanya dia tidak mau mengganggu tidur. Hanya saja, tas yang dibawa serta posisi tidurnya sangat kontras. Terlihat begitu santai dan nyaman. Sejujurnya, Ivan iri terhadap gadis berhijab itu.

"Seandainya saja aku bisa seperti dia, tentu tidak perlu mendengarkan ocehan guru sekali pun," gumamnya lagi.

Laki-laki kurus itu mengambil jaket yang dia bawa saat ke sekolah. Lalu ditaruh ke bagian tubuhnya supaya lebih hangat. Ivan melanjutkan aktifitas pelajarannya sampai 90 menit berlalu.

Bunyi lonceng berbunyi lagi. Kali ini ada tiga kali suaranya. Aisyah membuka kelopak matanya. Mencoba melek sebisa mungkin. Setelah itu, dia mengecek jam tangannya. Tersadar 90 menit telah berlalu. Kemudian, baru sadar lagi bahwa dirinya menerima berupa jaket tebal. Aisyah menduga itu pemberian dari seorang laki-laki. Warna coklat dengan garis tepi hitam pada bagian pergelangan tangan. Stiker berlogo tengkorak dan tulisan ambigu, kulitnya pun sangat tebal. Sehingga dirinya memikirkan mengenai siapa yang menaruh di sini.

"Siapa yang memberikanku jaket sebagus ini?"

Para siswa langsung ke atas lagi. Kali ini, mereka membawa makanan ke dalam kelas. Ada juga mengonsumsi botol minuman sambil berjalan.

"Lho? Kok ada Aisyah di sini?" tanya salah satu siswi menemuinya.

"Rachel ya? Kelasmu mata pelajaran olahraga ya?"

"Betul. Tapi kenapa kau tidak kembali ke kelasmu?" tanya Rachel.

"Soal itu—" wajah Aisyah memalingkan wajahnya. Tidak mau menatap teman-temannya.

Rachel mengedipkan kedua matanya. Sekaligus memiringkan kepalanya. Untuk pertama kalinya, dia dibuat bingung oleh temannya sendiri. Rachel penasaran dengan Aisyah. Tapi terlanjur karena ada Ivan menuju kemari.

"Aisyah, kami duluan ya. Mau ganti pakaian dulu," ucap Rachel.

"Ok! Jangan lupa traktir aku makan ya," Aisyah bernada cengir.

"Enak saja! Beli saja sendiri!" kata Rachel dengan buru-buru.

Aisyah tidak tahu kenapa Rachel dan lainnya terburu-buru. Jadi dia memutuskan untuk bersikap cuek. Sampai akhirnya, Ivan datang dengan napas terengah-engah. Rambutnya berantakan, kedua wajahnya penuh keringat. Bukan itu saja. Punggung, tangan juga terkena bekas keringat. Aisyah merogoh sesuatu di dalam tasnya. Lalu dia berikan handuk berwarna merah. Kondisinya masih kering. Ivan menerima pemberian Aisyah.

"Terima kasih," ucap Ivan.

"Sama-sama. Ngomong-ngomong, apa ini punyamu?" tanya Aisyah.

"Ya. Itu punyaku. Kau sih tidurnya pulas banget. Jadi aku kasih jaket untuk menyelimutimu," jelas Ivan wajahnya memerah.

Aisyah tidak mengerti Ivan memalingkan wajahnya. Hingga akhirnya, dia duduk di sebelahnya. Aisyah menatap langit yang cerah. Menghirup napas dalam-dalam.

"Anginnya begitu enak,"

"Memangnya makanan, bisa kau makan?" tanya Ivan

"Aku tidak membicarakan soal makanan lho," balasnya dengan nada nyinyir.

Keduanya tertawa bersama. Mulanya ada sedikit canggung diantara keduanya. Ivan bergegas ke toilet untuk ganti pakaian. Beberapa menit setelah, dia sudah selesai ganti. Tapi tidak ada tanda-tanda memulai percakapan. Sampai keduanya bingung cara berbincang dengan lawan jenis. Sebaliknya, Ivan baru pertama kali interaksi dengan gadis tidak biasa. Yang dimaksud adalah Aisyah mengenakan jilbab, menutupi sebagian anggota badannya. Tapi tidak sampai menutupi telapak tangannya. Rok yang dikenakan juga panjang. Tapi dirinya tidak melihat sepatu yang dia kenakan. Ivan berpikir bahwa dia ingin menutupi sepatunya dengan rok panjang. Sebaliknya, Ivan mengenakan celana panjang, baju lengan pendek. Belum lagi ada salib pada pergelangan tangannya.

Aisyah melihatnya sekilas bahwa dia penganut agama yang taat. Tapi entah kenapa, gadis berhijab itu merasa bahwa Ivan sedang down apabila berbincang dengannya.

"Ivan, ada masalah apa?"

"Tidak! Bukan apa-apa," balas Ivan berusaha mengelak.

"Kalau memang ada masalah, cerita saja kepadaku. Aku siap menjadi pendengarmu," katanya tersenyum kecil.

Ivan tidak tahu harus berbuat apa. Apalagi, pikirannya dipenuhi banyak permasalahan. Terutama masalah keluarga dan teman-teman. Apabila dirinya bercerita kepadanya, tentu beban dan pikiran yang selama dia pendam, akan berkurang.

Namun dia menggeleng-geleng kepala. Untuk saat ini, dirinya tidak mau membebani permasalahan Aisyah. Ivan berdiri, menuju ruang kelas.

"Kapan-kapan akan kuceritakan. Aku mau kerjakan tugas yang diberikan guru terlebih dahulu," ucapnya.

"Begitu ya?" katanya singkat. Kemudian dia menunggingkan senyuman kepadanya. "Selamat berjuang ya."

Senyuman Aisyah membuat jantung Ivan berdetak cepat. Wajahnya memerah sekaligus keringat dingin membasahi anggota tubuhnya.

"Ya. Terima kasih," ucapnya langsung pergi tanpa pamit.

Aisyah tidak mengerti kenapa dia juga ikutan pergi seperti Rachel. Kemudian, dia melanjutkan kembali tidurnya. Tapi selama sejam dia tidur, rasanya membosankan. Oleh sebab itulah, dia terpaksa menyelinap ke dalam sebuah kelas. Tentu guru tidak akan pernah menyadarinya karena yang dia kenakan adalah Burqa. Senyuman licik dari ekspresinya. Aisyah bergegas ke toilet, ganti jilbab dan jadilah dia menjadi gadis tertutup. Jilbab Burqa yang dikenakan warna merah, menutupi bibirnya. Setelah itu, kacamata normal dia pakai, langsung masuk ke dalam kelas lain. Beruntung, tidak ada guru yang masuk di dalam.

"Lho kau siapa?" tanya salah satu murid mengacungkan jari telunjuk ke Aisyah.

"Aku?" tanya Aisyah berpura-pura bodoh.

"Tentu saja. Siapa lagi? Kau kira kami bodoh ya?"

"Bukan begitu yang kumaksud," Aisyah berusaha menjelaskan kepadanya. Tapi sikapnya itu yang membuatnya sebal.

"Ada apa ini?"

Suara tersebut dari seorang laki-laki tua. Guru Matematika datang bernama Pak Yadi. berkacamata, berjanggut putih serta umurnya 50 tahun ke atas. Beliau menatap gadis itu. Tapi diabaikan olehnya.

"Kau ... silakan masuk. Jangan bengong disitu,"

"Tu—"

"Apa anda menentang saya?" ucapnya bernada intimidasi. Membuat siswa yang menunjuknya menjadi ciut nyalinya.

Akhirnya siswa tersebut duduk di kursi. Menundukkan kepala sambil berkata minta maaf kepada beliau. Sedangkan Aisyah menemuinya.

"Aku akan menemanimu. Sebagai gantinya, apa yang harus kulakukan?" bisiknya.

"Belikan aku tiga mangkuk bakso. Baru kita impas," balasnya.

"Deal,"

Selama pelajaran berlangsung, Pak Yadi menerangkan pelajaran selama kurang lebih satu setengah jam atau 90 menit. Setelah kelas berakhir, Aisyah mohon pamit untuk keluar dari kelas. Dia berjalan-jalan mengelilingi sekolah. Seketika, dia melihat Ivan sedang ada di luar kelas. Duduk termangu.

Di lain pihak, Ivan merasakan angin berhirup kencang. Tapi disisi lain, dirinya masih diliputi rasa cemas berlebihan. Bukan itu saja. Jantungnya tidak mau berhenti berdegup. Masih cepat sampai saat ini. Di pikirannya, hanya nampak wajah Aisyah. Masih kebayang aroma parfum yang dikenakan, warna jilbab hingga penuturan katanya begitu sopan.

"Aisyah ... kuharap aku ingin bertemu denganmu lagi," gumamnya.

"Apa yang kaulakukan di sini?" tanya Aisyah.

Suaranya membuat lamunan Ivan terganggu. Malahan, dia semakin tidak fokus. Aisyah memiringkan kepala. Gadis itu mendekati Ivan. Mencoba mengakrabkan diri dengannya. Baru sebentar dia duduk, ada teriakan minta tolong.

"Tolong!"

Aisyah bergegas ke asal suara tersebut. Dia melihat seseorang sedang mau dijambret oleh perampok. Aisyah tidak tahan melihatnya, bergegas untuk menolongnya. Satpam yang tidak bisa melakukan apapun, malah melihat Aisyah sedang membuka pintu sekolah.

"Hei, kau mau ngapain?"

"Tentu saja menyelamatkan korban pak! Saya tidak bisa diam saja!"

Aisyah berhasil membuka pintunya. Langsung menendang perampok tersebut dengan menendang dari arah belakang samping kiri. Perampok tersentak. Tidak percaya ada orang yang berani menentangnya.

"Huh! Rupanya kau mau jadi pahlawan ya?"

"Pahlawan? Kurasa kau salah," ucapnya bernada datar.

Aisyah melancarkan pukulan bertubi-tubi ke perampok. Tapi dia berhasil menghindarinya. Dia berdecih kesal. Tidak menyangka dirinya akan menghadapi perampok yang terampil bela diri. Dia membuka pisau lipatan, memegangnya dengan erat. Aisyah meninjunya. Tapi perampok membalasnya dengan menusuknya. Aisyah menangkis pergelangan tangan hingga pisau lipatnya terjatuh. Lalu membantingnya dengan sekuat tenaga. Perampok tersebut tersungkur. Aisyah mengambil pisau lipatnya, mengacungkan ke bagian leher perampok.

"Menyerahlah," ucapnya.

"Huh! Siapa bilang mau menyerah kepada gadis bodoh sepertimu?"

"Apa katamu?" Aisyah merasakan langkah derapan dari arah belakang.

Ternyata perampok mendapatkan bantuan sejumlah tiga orang. Ketiganya membawa senjata tajam. Aisyah meninju perampok yang tidak berdaya hingga tidak sadarkan diri. Satpam yang tidak mampu berbuat apapun, berlari untuk memanggil para guru bersangkutan. Sedangkan Ivan terhenyak melihat Aisyah begitu berubah saat menghadapi para perampok. Malahan, kedua matanya semakin berkilau. Mengagumi sosoknya.

Sementara itu, para perampok terus melakukan serangan balik. Aisyah dapat menghindarinya dengan mudah. Malahan, pergerakannya semakin lambat. Hal itu disebabkan karena Aisyah dilatih untuk melatih syaraf matanya sampai batas maksimum. Tangan kanan berusaha menggapainya. Tapi karena terlihat begitu lambat, Aisyah memutarbalikkan badannya, mencengkram lengan kirinya lalu memlintir salah satu perampok, hingga mengalami nyeri.

"Sakit!"

Namun suara jeritan perampok tidak diindahkan oleh Aisyah. Dia menyikutnya ke bagian lehernya hingga tersedak. Kemudian menendang sekuat tenaga. Salah satu perampok menyerang dari arah belakang. Langkah derapan Aisyah terdengar tajam. Dia menyikut ke wajahnya hingga darah keluar. Setelah mereka tidak berdaya, dia mengambil barang curian dari korban, lalu memberikannya secara cuma-cuma.

"Terima kasih nak. Saya berhutang budi kepada anda," ucapnya berterima kasih.

"Aduh tidak perlu berterima kasih segala. Saya hanya membantu orang sedang kesulitan," katanya memasang ekspresi senyum.

Di satu sisi, Aisyah baru menyadari bahwa melawan para perampok agak keteteran tanpa ada busur dan anak panah. Baru berjalan beberapa langkah, ada sesuatu yang aneh dalam diri mereka. Para perampok yang barusan dikalahkan, tiba-tiba bangkit kembali dengan ekspresi wajah yang aneh. Semakin lama semakin mengerikan. Malahan, para perampok bergumam seolah-olah menyalahkan Aisyah atas kejadian yang menimpanya. Aisyah berdecih kesal.

"Ada sesuatu yang aneh dalam diri mereka. Aku harus berhati-hati," katanya dalam hati.

Salah satu perampok langsung mengayunkan sebilah pisau mengenainya. Tapi Aisyah dapat menghindarinya. Lalu perampok lainnya menyerang. Kali ini lebih cepat dari sebelumnya. Aisyah terus menghindarinya. Tapi semakin dia menghindar, semakin susah untuk melakukan serangan balik.

Mata merah menyala-nyala, membuat bulu kuduk Aisyah bergidik. Dia kini tidak bisa meremehkan para perampok. Sekaligus ingin mengetahui situasi perubahan drastis mereka.

To be Continued


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login