Download App

Chapter 3: CH-3 Pencapaian Yang Mengagumkan

Hindra menemukan ayahnya di aula belakang paviliun. Siluetnya yang tinggi besar, terpeta di atas lantai yang terbuat dari pahatan batu alam.

Inilah pemimpin Paviliun Segitiga Emas. Aura keperkasaan memancar kuat dari tubuhnya. Saat ini Tuan Ardan, sang Bangsawan Emas Kepalan Besi, sedang menghadapi tujuh belas orang bakat muda yang duduk teguh dalam kekusyukan kultivasi.

Cahaya batu mulia di tangan tujuh belas orang itu memancar lembut, memberikan kepingan informasi dari ilmu yang mereka pelajari.

Tuan Ardan mengirimkan gelombang suara ke dalam benak salah satu bakat muda itu.

"Dipa, Kekuatan Kehendak Langit Tahap Satu agak goyah di dada kirimu. Putar dengan perlahan energi itu, salurkan ke sana, tapi jangan lupa lindungi organ dalam dadamu."

Setelah itu, ia mengirim suara pada yang lainnya.

"Rapim. Tiga ribu saraf dan enam ratus serabut ototmu telah mulai berasimilasi dengan kehendak besi. Satu tahun berikutnya kau sudah boleh mempelajari Tehnik Tubuh Guntara."

Dengan tekun Tuan Ardan melatih semua muridnya, memberi petunjuk dalam keheningan, sehingga selain muridnya, tidak ada orang lain yang bisa mencuri dengar pelatihan ini.

Kemudian Tuan Ardan membalikkan tubuhnya. Sepasang mata agungnya menatap wajah anaknya yang jernih. Ia tersenyum. Lalu, Tuan Ardan berjalan meninggalkan tempat pelatihan, diikuti Hindra, menuju taman paviliun.

Sebuah kolam besar berair jernih, dan air terjun tinggi yang tercurah di atas batu-batu alam, menghadirkan kesegaran serta suara gemericik menyegarkan.

Tuan Ardan duduk di atas bangku batu, menghadap pada Hindra di depannya.

Taman ini, bila Tuan Ardan berada di dalamnya segera menjadi wilayah privasi. Jangankan para pelayan, anggota keluarganya pun tidak ada yang berani masuk bila tidak ada perintah. Karena, pimpinan paviliun itu juga suka membahas hal-hal penting di sini.

"Ayah tahu, pasti ada sesuatu yang ingin kau sampaikan. Nah, katakanlah, Hindra."

"Eh?" Hindra tertegun. Tidakkah ayahnya ingin mengucapkan selamat pada pencapaiannya. Sebagai Ksatria Emas, orang tua itu pasti tahu bahwa ia telah menerobos pada tingkatan kultivasi yang langka.

Baiklah, kalau hal ini hanya biasa saja di mata ayahnya, ia akan mengatakan dengan cara yang sederhana.

"Ayah, aku telah memasuki tingkatan Ksatria Perunggu!"

Suasana sunyi. Mendadak, bagai lintasan kilat, ayahnya bergerak dan mengguncang-guncang pundaknya, dengan semangat ia berkata, "Hahaha, kau berhasil anakku. Pantas ada aura luar biasa terlihat bersemayam di inti energimu serta mengalirkan kekuatan mengerikan di sekujur tubuh. Tadi aku sangsi pada penglihatan dan perasaanku, tapi kali ini aku yakin. Selamat! Selamat!"

Tapi semua kejadian dan dialog itu hanya ada dalam pemikiran Hindra. Sementara pada kenyataannya, sosok tinggi besar yang duduk di bangku batu itu hanya mengukir senyum lembut.

"Perubahan apa yang kau alami setelah memasuki tahap ini?"

Hindra menggaruk kepalanya. Di hadapan ayahnya entah mengapa ia tidak bisa terlihat berwibawa atau terlihat seperti jenius top yang sedikit memiliki aura kebanggaan di wajah karena telah melakukan suatu hal besar.

"Pertama, Tehnik Tubuh Guntara ku telah menembus tahap akhir, bahkan tanpa kusadari, tehnik ini telah terlahir menjadi sesuatu yang baru."

Sekilas terlihat ada kilatan kegembiraan di mata Tuan Ardan, tapi segera menghilang. Wajah Hindra yang terlihat riang dan bersiap menerima ucapan semangat segera kuyu kembali.

'Baiklah, aku akan memasang tampang acuh tak acuh saja,' gerutunya dalam hati.

"Lalu apa lagi?"

"Hm, setelah itu aku juga menembus level Ksatria Perunggu."

"Hebat, kau menembus dua level dalam satu hari. Ini pencapaian langka. Lanjutkan kultivasimu."

Hindra hanya bisa mengangguk. "Baiklah, terima kasih atas waktunya. Aku akan segera melanjutkan latihanku, Ayah."

"Ya." Tuan Ardan berdiri dan berjalan lebih dahulu meninggalkan Hindra.

Sementara Hindra, dengan perasaan apa boleh buat, ia pun meninggalkan taman.

***

Dua hari telah berlalu. Dari kamar Hindra mendadak cahaya merah membara melonjak, menyapu kegelapan malam. Suara letupan seperti gelegak kawah terdengar dari kedalaman selubung cahaya merah.

Semua penghuni Istana Awan gempar. Bergegas semuanya melesat menuju halaman Paviliun Segitiga Emas, mencari tahu, jenius mana yang telah mematangkan tingkatan baru kultivasinya.

Tuan Ardan yang tengah melakukan kultivasi dalam ruang tertutup segera membuka mata ketika inderanya merasakan sebuah gelombang energi menakutkan menghempas paviliun.

"Hindra!" Pekiknya tidak percaya. Benarkah anak itu bisa mematangkan tingkat Ksatria Perunggu hanya dalam waktu dua hari. Ia bergidik, anak itu terlalu ajaib, masa depan seakan diperpendek oleh tekad dan bakatnya.

Tuan Ardan melayang ke udara dan di bawahnya, ratusan murid dari berbagai paviliun telah berkumpul tumpah-ruah di halaman.

"Tetua Bangsawan Emas Kepalan Besi, selamat atas pencapaian tuan muda Hindra yang luar biasa."

Seorang pemuda tinggi besar melangkah keluar dari balik kerumunan sambil mengepalkan tangan dan membungkuk. Kilatan penghargaan dan keirian berkelebat di matanya.

"Terima kasih Ludai." Tuan Ardan mengangguk sedikit, sambil memasang wajah dingin.

Ludai adalah murid jenius nomor satu dari Paviliun Kuno Seribu Pintu. Dahulu, saat pertandingan tahunan, Ludai telah mencelakai muridnya dengan parah. Pemuda itu terlalu kejam di atas arena, tapi, sebagai seorang guru besar, tidak mungkin Bangsawan Emas Kepalan Besi ikut campur dalam pertandingan yang adil. Kini, ia telah memiliki pahlawan yang bisa tegak sejajar dengan jenius manapun, biarlah persoalan para murid diselesaikan oleh mereka.

"Tetua, saya juga menyampaikan selamat atas keberhasilan tuan muda Hindra. Dengan bakat yang luar biasa ini saya yakin Istana Awan akan menorehkan prestasi yang lebih besar di masa depan."

Seorang perempuan laksana dewi membungkuk hormat sambil memberikan senyum cemerlangnya. Kilau keindahan itu mampu menarik hati siapapun. Membuat orang lain pun ikut tersenyum. Inilah jenius dari Paviliun Surga, sang Dewi Mulyani yang kecantikannya selalu dibanding-bandingkan dengan Puteri Rayli dari Istana Awan.

Wajah Tuan Ardan agak melunak. Ia mengangguk sambil berkata, "Terima kasih, Dewi."

Berturut-turut para jenius dari berbagai paviliun memberi selamat yang di jawab Tuan Ardan dengan singkat. Sementara para tetua paviliun tidak ada di antara mereka, karena selain hal resmi, para tetua akan selalu disibukkan dengan kultivasi.

Para jenius dari Istana Awan juga tidak ada yang muncul. Karena, bagaimanapun, seorang jenius yang menunjukkan bakat luar biasa belum tentu bisa terjaring berkultivasi bersama mereka di masa depan. Selain anak raja dan pembesar istana, semua orang harus bekerja ekstra keras untuk menginjakkan kaki di tempat pelatihan terhormat itu.

Sementara semua orang masih memandang cahaya merah yang semakin lama semakin meluas dengan gelegak lahar sesekali bercampur letusan petir teredam. Hati mereka bergetar. Tingkatan apa yang telah ditembus Hindra sehingga akibat yang ditimbulkannya begitu mengerikan.

Tiba-tiba tanah bergetar, membuat semua orang terkejut dan sama menoleh pada satu arah. Satu lolongan keras bagai hendak merobohkan langit menggema, menulikan telinga.

Awan di langit bergerak menjauh, Bayangan kegelapan hadir dalam malam, menutup cahaya bulan bintang dan memayungi seluruh bangunan Paviliun Segitiga Emas.

"Apa itu?!" Teriak mereka gentar. Bahkan Tuan Ardan segera turun ke atas tanah, tekanan udara terasa berat menindih tubuhnya, seakan mampu menghancurkan segenap kekuatannya.

"Apa ini?" Rutuknya dalam hati. Sebagai Ksatria Perak yang mampu melenyapkan satu kota dengan hentakan kakinya, ia tidak menyangka ada kekuasaan lain yang mampu menggoyahkannya hanya dengan tekanan aura saja.

Sesosok tubuh besar telah bergulung-gulung di angkasa. Tubuhnya yang hitam pekat membawa sepasang matahari kembar merah terbakar. Saat sepasang sayapnya mengepak, badai topan menghempas daratan, membuat berkibar pakaian semua orang, bahkan banyak para jenius yang terseret mundur serta terpelanting.

"Tuan Naga Agung Kolam Dewa!" Pekik semua orang. Kaki mereka menggigil lemas. Belum pernah mereka mendengar naga agung ini hadir untuk sebuah kultivasi yang dicapai orang-orang.

"Hindra, kau benar-benar membuatku iri." Geram Ludai dalam hati. Ia mengepalkan tangan sambil mengatup geraham hingga bergemeletukan. Kemampuan Hindra membuat ia harus berlatih lebih keras lagi, karena tidak boleh ada jenius dari paviliun lain yang boleh menekan ketenaran Paviliun Kuno Seribu Pintu.

Naga Agung berdehem di angkasa, suaranya memenuhi kawasan dari ujung ke ujung.

Lalu, ia menurunkan kepalanya sejarak lima meter dari Tuan Ardan dan hembusan napasnya membuat tubuh tetua paviliun itu bagai terbakar.

"Ardan, aku berkenan melatih anakmu untuk beberapa waktu. Sekarang juga aku akan membawa pergi dirinya."

Tuan Ardan terkesima. Sang naga memang kuat, tapi, selain jenius terpilih dari Istana Awan, mahluk ini belum pernah membuat pengecualian melatih para jenius paviliun. Ini anugerah luar biasa bagi Paviliun Segitiga Emas.

Belum sempat ia menjawab, mendadak tekanan aura lain memenuhi tempat itu, dan semua orang semakin menggigil, para tetua Paviliun akhirnya berkenan hadir. Bahkan, dikejauhan, beranda Istana Awan pun membuka pintu-pintunya, memperlihatkan sosok-sosok laksana dewa yang tegak menatap dengan mata dingin mereka.

Kehadiran Naga Agung membuat hancur seluruh sekat dan batasan!


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login