Download App

Chapter 2: BAB 1

Penyelidikan tentang kematian Akemi Kondoo menemukan jalan buntu. Semua dugaan tertuju pada Kenji Fujita yang menghilang entah ke mana. Dugaan itu diperkuat dari semua keterangan para tetangga bahwa Akemi sering kali dipukuli oleh Kenji. Pihak kepolisian Tokyo memutuskan akan menutup kasus tersebut tapi Takao bersikeras bahwa itu bukan pembunuhan biasa. Dia mengatakan bahwa keluarga Fujita seperti sedang bersiap-siap akan bepergian sebelum peristiwa naas itu terjadi.

"Bisa saja Akemi sedang berencana melarikan diri bersama anak perempuan mereka dan ketika itu Kenji melihatnya. Mereka bertengkar hebat dan terjadilah pembunuhan itu," ucap Kepala Divisi Kriminal di Kepolisian Tokyo, Detektif Shin Makabe.

Detektif Takao Watanabe segera memajukan tubuhnya. "Bagaimana dengan pintu yang didobrak paksa? Anak perempuan mereka yang ditemukan di dalam lemari pakaian yang kini sedang mengalami trauma hebat? Apa kau masih berkata bahwa ini hanya pembunuhan biasa?" teriaknya tidak puas.

Shin berteriak pula sambil memukul meja. "Kalau begitu tanya anak perempuan itu siapa yang membunuh ibunya!" Mereka semua yang ada divisi itu merasa frustasi. Penyelidikan mereka menemukan jalan buntu. Sebenarnya Shin juga tidak mau wanita muda itu mati penasaran. Tapi mereka terbentur oleh bukti kematian yang minim.

"Kalau itu juga aku bisa bertanya padanya. Tapi anak itu mengalami trauma hebat yang membuatnya tidak mau berbicara!" balas Takao kesal pada atasannya.

Yoshio bergegas memasuki ruangan itu dengan membawa sebuah berkas di tangannya. Dia melihat bagaimana partnernya bersitegang dengan atasan mereka. Dia segera mendekati meja dan menyela di antara perang mulut keduanya.

"Berhentilah saling berteriak. Kasus ini ada kemajuan meski cuma sedikit!" Suara Yoshio yang keras membuat kedua kubu itu menghentikan percakapan panas mereka.

Takao menatap Yoshio yang duduk di kursi sampingnya. Tampak sebuah berkas terletak di atas meja.

"Apa yang kau bawa?" tanya Shin Makabe.

Tampak Yoshio tersenyum tipis. Dia memajukan tubuhnya dan menunjuk berkas di atas meja. "Kita buang jauh-jauh dugaan pembunuhan seorang suami pada isterinya. Kenji Fujita kemungkinan besar tidak membunuh isterinya meskipun dia seorang pengecut besar, dia tidak mungkin membunuh Akemi," jelas Yoshio.

Alis Takao berkerut. "Mengapa kau begitu yakin?"

Yoshio membuka berkas di atas meja itu. Dia menatap kedua orang itu dengan lekat. "Sebelum pembunuhan itu terjadi ada seorang tetangga yang melihat 4 buah mobil sedan hitam terparkir di depan rumah keluarga Fujita. Rupanya orang ini termasuk orang yang senang dengan gosip sehingga dia lebih memperhatikan mobil-mobil itu dan pria-pria berjas hitam yang keluar tergesa-gesa dari rumah keluarga Fujita."

"Pria berjas hitam?" potong Takao dan Yoshio mengangguk.

"Dan kau takkan pernah bisa menebak bahwa kematian Akemi Kondoo hanya selang 55 menit saja dari kematian Miyaki Asakusa," Yoshio menatap Takao dan Shin Makabe penuh arti.

Kini Shin membuka mulutnya. Dia menggaruk pelipisnya mendengar penjelasan Yoshio, "Aku tidak mengerti arah bicaramu. Miyaki Asakusa resmi dilaporkan dari keluarganya bahwa dia bunuh diri..."

"Apakah anda tahu siapa Miyaki Asakusa?" tanya Yoshio pelan.

Shin bertukar pandang dengan Takao. "Siapa yang tidak mengenal isteri kedua si mafia besar Shinobu Kimura." Takao membelalakkan matanya. Dia memandang Yoshio dengan tidak percaya.

Yoshio tersenyum penuh kemenangan. Dia mengangsurkan berkas di tengah meja tepat di depan mata Takao dan Shin.

"Itu berkas laporan kematian Miyaki Asakusa yang sekarang berada di kamar outopsi kepolisian kita. Di tubuhnya masih terdapat bercak sperma yang susunan DNA-nya sama dengan bercak darah mengering di bawah jendela kamar keluarga Fujita," jelas Yoshio lapat-lapat.

Takao dan Shin merasakan jantung mereka berdebar kencang. Yoshio sendiri merasakan ketegangan keduanya.

"DNA pada sperma dan darah itu cocok dengan milik Kenji Fujita."

****

Sakura baru saja menyuruh Daiki dan Ruri memasuki kamar masing-masing untuk tidur ketika Takao kembali dari kepolisian malam itu. Sakura bersyukur bahwa kondisi keuangan mereka sangat baik setelah Takao menjadi detektif senior di kepolisian Tokyo sehingga dia mampu membayar seorang pengurus rumah tangga untuk menghangatkan makan malam di saat dia melihat kekeruhan wajah Takao.

Sakura menyambut Takao dengan sebuah ciuman ringan di pipi pria itu sebelum menjatuhkan diri duduk di sofa ruang tengah.

"Bagaimana anak-anak?" tanya Takao tersenyum.

Sakura duduk di depan Takao. "Mereka baik-baik saja," jawabnya kalem.

Takao mengusap wajahnya dengan pelan. "Apakah Ruri sudah mau bicara? Baikkah Daiki padanya," senyum Takao.

Sakura yang menyambut cangkir dari pengurus rumah tangga dan menjawab dengan senyuman lebar. "Anak itu begitu manis. Dia selalu menunggu Daiki pulang sekolah sambil membantuku di dapur. Tapi sampai saat ini dia sama sekali belum mau mengeluarkan suaranya," Sakura menopang dagunya.

Takao termenung. Dia teringat bagaimana setelah mereka mendengar penuturan Yoshio, mereka semua langsung menyelidiki keadaan rumah sang mafia itu. Dalam perjalanan menuju daerah kawasan elit itu, Takao dan Yoshio berasumsi bahwa Kenji Fujita mempunyai hubungan gelap dengan Miyaki Asakusa atau tepatnya Nyonya Kimura.

Ketika mereka sampai pada kediaman Shinobu, mereka hanya disambut oleh sekretaris mafia itu. Sekretaris Nakano yang bertubuh jangkung berwajah pucat berkacamata. Dengan suaranya yang datar dia mengatakan bahwa setelah kematian Nyonya kedua, Tuan Besar sudah meninggalkan Jepang bersama putra bungsunya.

Dengan tidak sabar Takao berkata pada sekretaris itu. "Apakah kau mengenal Kenji Fujita?"

Takao dan Yoshio berani bersumpah bahwa ketika nama Kenji Fujita disebutkan tampak perubahan pada air wajah pria jangkung itu meskipun hanya sekejab.

"Saya tidak mengenal nama itu," jawab Sekretaris Nakano dengan datar.

"Kami ingin memeriksa TKP," ucap Yoshio.

Tanpa menunggu persetujuan dari sekretaris tersebut, Takao dan Yoshio langsung menuju paviliun tempat ditemukannya isteri mafia itu bunuh diri.

Kedua pria itu membuka pintu kamar tempat terjadinya gantung diri itu dan tanpa sadar bulu kuduk Takao dan Yoshio meremang. Keadaan kamar itu sama sekali tidak berubah dari foto-foto yang dilaporkan dari divisi kriminal.

Ranjang yang besar itu terlihat kusut. Takao seolah dapat membayangkan apa yang terjadi di atas ranjang itu. Kenji Fujita. Miyaki Asakusa. Apa yang membuat wanita kaya seperti Miyaki gantung diri. Apakah Shinobu mengetahui perselingkuhan isterinya? Kematian Akemi Kondoo, isteri Kenji. Pria berjas hitam. 4 buah mobil hitam di depan rumah keluarga Fujita.

Bermacam pertanyaan muncul di benak Takao ketika berada di dalam kamar itu. Membuat dia tersentak ketika sentuhan Sakura pada lengannya.

"Sayangku, kau baik-baik saja," tegur Sakura cemas.

Takao mengerjabkan matanya dan menatap Sakura. Dia menekan batang hidungnya. "Kasus ini ternyata menjadi cukup pelik. Aku dan Yoshio menduga bahwa kematian Akemi Kondoo berhubungan dengan kasus bunuh diri Miyaki Asakusa. Isteri kedua dari mafia Shinobu..."

"Shinobu? Mafia besar yang selalu lolos dari pengejaran kalian?" bola mata Sakura membulat.

"Hasil DNA yang kami temukan di bawah jendela sama dengan sperma yang ditemukan di tubuh Miyaki Asakusa," ucapan Takao terdengar putus asa.

Sakura bergerak mendekati sofa yang diduduki Takao. Dipeluknya suaminya dari belakang dan dikecupnya pelipis pria itu.

"Istirahatlah dulu sayang. Mari kita makan," ajak Sakura halus.

Takao memegang lengan Sakura. "Aku ingin melihat anak-anak. Aku berencana memasukkan Ruri ke sekolah yang sama dengan Daiki," senyum Takao.

"Dia pasti akan senang sekali," sahut Sakura.

Ketika mereka mengintip ke dalam kamar Ruri, keduanya dikejutkan oleh kamar anak itu yang kosong. Takao segera menghidupkan lampu kamar itu dan mengelilingi kamar itu dengan pistol di tangan.

Sakura juga terkejut Ruri tidak ada di kamar itu. Mereka berdua tahu bahwa Ruri adalah satu-satunya saksi kematian Akemi. Siapa pun pembunuh ibu anak itu akan tahu bahwa anak itu masih hidup karena berita pembunuhan itu sempat mengisi kolom surat kabar Nasional dengan foto Ruri sebagai anak korban yang ditemukan di dalam lemari.

"Ruri!" seru Takao dan Sakura bersamaan. Mereka keluar dari kamar dengan panik dan terkejut melihat Daiki berdiri di depan mereka dengan piyama birunya.

Anak itu tampak menggosok matanya ketika bersuara parau. "Ibu, jangan ribut...Ruri sedang tidur," ucapnya serak.

Takao berlutut dan memegang lengan anakknya. "Di mana Ruri?" tanyanya berdebar.

Wajah tampan anak itu terlihat bingung. Jarinya yang gemuk menunjuk kamarnya. "Dia di kamarku, Ayah. Ruri menangis sendirian. Dia takut gelap," ucapan Daiki yang polos membuat jantung Takao dan Sakura kembali berdetak normal.

Sakura memeluk Daiki. "Kamu menemaninya?"

"Ya. Aku tidak bisa mencapai tombol lampu jadi kuajak dia ke kamarku. Dia tertidur ketika kuajak bermain."

Sakura mencium dahi anaknya. Dia tahu sekali bahwa Daiki sayang pada Ruri dan Ruri juga sangat bergantung pada Daiki.

"Dia pasti takut gelap karena selama kejadian itu dia berada di lemari pakaian yang sempit dan gelap," Takao keluar dari kamar Daiki sambil menggendong Ruri yang tidur nyenyak.

Dia mengusap kepala Daiki dan tertawa. "Kau memang pantas menjadi anak polisi." Dia mengedip pada Daiki.

Anak itu tertawa lebar. "Ice cream?" cengirnya.

Takao tertawa. "Tentu saja. Hari Sabtu nanti kita akan membelinya."


CREATORS' THOUGHTS
dindinthabita dindinthabita

Love dan kecup basah dindin ?

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login