Download App

Chapter 30: Bab 29

Abe Bridal Fashion.

Naoko tengah membetulkan letak gaun pengantin rancangannya di etalase ketika pintu kacanya didorong oleh Ruri. Dia turun dari kursinya dan menyambut sahabatnya itu dengan ceria.

"Ruri-chan! Sebentar lagi ya..." kalimat Naoko terpotong ketika dia melihat seorang wanita berambut pamjang hitam lainnya berjalan di belakang Ruri dan berdiri tepat di samping sahabatnya itu.

Ruri mengikuti arah pandang mata Naoko dan dia menunjuk Sayuri dengan riang. "Ah..ini salah satu pelangganku dan temanku. Dia tadi mampir ke toko dan tidak memiliki tujuan setelah itu. Jadi kuajak saja dia bersama kita makan siang bersama.."

Sayuri maju selangkah dan membungkuk hormat ke arah Naoko yang tampak ternganga. "Hai..Sayuri Fukuda. Senang bertemu denganmu." Sayuri tersenyum dan sekilas dia melihat keadaan toko bridal yang manis itu dipenuhi berbagai macam jenis gaun pengantin.

Naoko sedikit merasa hatinya terganggu melihat Ruri membawa orang lain dalam pertemuan makan siang mereka apalagi sahabatnya itu mengenalkan wanita cantik itu sebagai teman. Dia mengerjabkan matanya dan menjawab canggung salam Sayuri.

"Hai...aku Naoko. Naoko Abe." Naoko menyambut uluran tangan Sayuri dan secepat kilat juga melepaskannya.

Ruri melihat kecanggungan Naoko dan tahu perasaan kurang senang wanita itu karena dia membawa Sayuri dalam janji mereka. Ruri menoleh Sayuri dan menyentuh siku wanita itu.

"Kau bisa duduk di sofa itu sebentar? Kau bisa melihat hasil karya Naoko. Dia designer gaun pengantin yang hebat loh." Ruri mengedipkan matanya pada Sayuri sambil menunjuk sofa beledu putih yang terletak di sudut toko bridal Naoko.

Sayuri tersenyum dan menuju sofa tersebut dan duduk dengan manis seraya meraih katalog bridal hasil rancangan Naoko.

Melihat Sayuri sudah begitu tenang di sofa tersebut, Ruri menyusul Naoko yang sudah berjalan menuju bagian dalam tokonya. Ruri melihat wajah diam Naoko yang tampak terlihat sibuk dengan beberapa jarum pentul yang ditusuknya pada sekeliling gaun pengantin yang masih separuh jadi.

"Nao." Ruri menyapa pelan dengan kepala miring dan tangan di belakang punggung. Naoko terlihat cuek pada sapaannya membuat Ruri menghela napas. "Naoko. Aku tahu kau sedang marah padaku."

Naoko tetap diam dan terus saja menisik pinggang gaun. Dia tidak merespon ucapan Ruri. Ruri menahan senyumnya. Naoko sudah persis anak kecil yang cemburu saat melihat temannya membawa teman main baru.

"Naoko. Kurasa dia bisa menjadi teman yang baik. Aku tidak memiliki alasan untuk menolaknya masuk di antara kita. Dia terlihat begitu sendirian. Lagipula dia sepertinya bisa membantu penyelidikan Daiki dan Hideo-san." Ruri tidak mengatakan bahwa dia sendiri merasa ada ketertarikan tersendiri pada Sayuri. Ada sesuatu di diri Sayuri yang dirasakannya memiliki hal yang sama dengannya meskipun dia tidak tahu apa itu.

Naoko terlihat sedikit tertarik ketika mendengar penyelidikan kasus yang ditangani Daiki dan Hideo. Dia menghentikan kegiatan menisiknya dan menoleh Ruri.

"Benarkah? Kau tidak bermaksud menggeserku sebagai sahabat dan digantikan oleh wanita itu kan?" Naoko berkata lambat.

Ruri tanpa sadar melongo. Ternyata dugaannya tepat. Naoko merasa cemburu karena kehadiran Sayuri. Tanpa sadar senyum Ruri melebar.

Naoko menunduk. Dia bergumam pelan. "Aku merasa tidak senang melihat kau membawa orang lain dalam acara kita berdua. Jika di waktu lain mungkin aku tidak berlaku konyol seperti ini. Kau terlihat nyaman berteman dengannya sementara selama ini kau cukup sulit didekati orang lain." Naoko menggosok ujung hidungnya.

Ruri tersentuh mendengar kalimat Naoko. Dipeluknya tubuh mungil wanita itu. "Aish...Naoko.. kau tetaplah teman teristimewaku. Aku hanya merasa Sayuri butuh teman. Ayolah." Ruri tersenyum dan menarik lengan Naoko agar keluar menemui Sayuri yang ternyata sedang menatap sebuah gaun pengantin berbentuk mengembang dengan tudung kepalanya yang berekor panjang.

Melihat kedua wanita itu keluar dari ruangan belakang, Sayuri menoleh dan dengan senyum lebar dia menunjuk gaun yang dipegangnya.

"Ini juga rancanganmu Naoko-san?" Sayuri bertanya sopan dengan nada ramah. "Aku menyukainya." Dia menyambung kalimatnya saat melihat binar di mata Naoko.

Ruri mendorong punggung Naoko agar maju mendekati Sayuri. Bagaimana pun dia ingin Naoko menerima Sayuri. Ruri menginginkan keduanya bisa berteman.

Naoko menjawab kalimat Sayuri dengan suara pelan. "Ya. Itu salah satu rancanganku. Apa kau tertarik?" senyum Naoko lucu. Jiwa dagangnya muncul membuat Ruri tertawa pelan.

Sayuri memegang gaun berbahan lace itu dan tertawa hingga jejeran gigi putihnya tampak.. "Mungkin aku tidak bisa memilih gaun pengantinku sendiri." Sayuri tanpa sadar membelai gaun itu. Timbul rasa sedih di hatinya.Ya..gaun seindah ini pantasnya aku kenakan bersama pria yang kucintai, ucapnya dalam hati.

Ruri melihat perubahan airmuka Sayuri yang sendu. Wanita itu seolah begitu merana saat mengatakan kalimat barusan. Tiba-tiba Ruri teringat akan raut wajah lain yang sama merananya saat menatap wajah cantik milik Sayuri. Mamoru juga sempat menampilkan wajah seperti itu setelah terlihat terkejut mendapati Sayuri berada di toko. Timbul seberkas rasa penasaran di hati Ruri. Mamoru? Mamorukah pria yang mengancam hidupku? Tapi....Benarkah? Mamoru terlihat baik...namun mengapa Mamoru terlihat terkejut akan kemunculan Sayuri?

Ruri tersadar ketika suara Naoko menembus alam pikirannya. Ruri menatap kedua wanita itu yang tengah menatapnya pula dengan wajah heran. Naoko memajukan wajahnya. "Bagaimana jika kita pergi sekarang?" ajak Naoko. "Kulihat kau melamun."

Ruri mengetuk kepalanya sendiri. Dia sudah terlalu banyak pikiran belakangan ini sehingga menghasilkan khayalan yang berlebihan. "Aku terlalu banyak berpikir." Ruri menjawab gerutuan Naoko dan berjalan duluan menuju pintu keluar toko. Tidak mungkin Mamoru dan Sayuri saling mengenal. Tapi Sayuri mengatakan bahwa pertemuan mereka jangan diketahui Mamoru. Jika memang saling kenal dan Sayuri takut diketahui, mengapa wanita itu muncul secara terang-terangan di toko.

"Ruri-san!!"

Ruri merasa tubuhnya tertarik ke belakang dan dia melihat wajah penuh teguran milik Sayuri berikut suaranya yang halus. "Kau nyaris menabrak pintu kaca!"

Ruri terbelalak melihat kaca pintu yang hampir saja ditabraknya jika tidak Sayuri segera menyambar lengannya. Dia mengusap rambutnya.

"Aku tidak melihatnya. Terimakasih," Ruri menunduk dan tatapannya tertumbuk pada lengannya yang dipegang Sayuri dengan erat.

"Ruri-chan! Apa kau sakit?" seru Naoko terburu-buru. Dia baru kali ini melihat Ruri seperti sedang dalam pikirannya sendiri.

"Tidak...aku..aku mungkin terlalu banyak berpikir." Ruri merasakan Sayuri melepaskan tangannya dan wanita itu membantunya mendorong pintu kaca.

Bertiga mereka menuju mobil Ruri yang terparkir tepat di depan toko bridal Naoko dan dengan gesit Naoko merampas kunci mobil yang dipegang Ruri.

"Aku saja yang menyetir!" Naoko menuju pintu bagian supir.

Sayuri sempat mendengar kalimat Ruri barusan dan dia bertanya heran. "Apa yang sedang kau pikirkan?"

Ruri enggan untuk menjawab namun dengan santainya Naoko menjawab ketika kedua wanita itu memasuki mobil. "Pacarnya sedang menyelidiki kasus yang sama sekali belum jelas bagaimana akhirnya. Begitu juga dengan pacarku. Kami berdua ikutan stress karena mereka."

Ruri melirik Sayuri yang duduk di belakang melalui spion tempat dia duduk. Dia meliht wanita itu memegang erat tali tasnya dengan wajah tanpa ekspresi. Namun sorot mata itu bertemu dengan tatapan matanya.

Naoko mulai menjalankan mobil dengan perlahan saat suara Sayuri menyusul dengan perlahan. "Apakah kekasih kalian seorang polisi?"

Ruri menangkap nada suara Sayuri seakan sudah tahu tentang Daiki dan Hideo. Dia menahan lidahnya untuk berkata. Bukankah kau sudah tahu sejak pertama kita bertemu? Ruri menahan dirinya untuk memilih waktu yang tepat untuk berkata demikian.

Tanpa menduga apa pun Naoko menjawab santai. "Yap. Mereka berdua adalah teman masa kecil Ruri..mereka berpacaran..."

"Di mana kita akan makan siang?" Ruri memotong kalimat Naoko sebelum wanita itu semakin banyak menyemburkan kehidupan pribadinya. Dia sudah mengenal Naoko. Jika wanita itu sudah merasa nyaman dengan seseorang dia tidak akan bisa mengerem laju lidahnya untuk berkata apa saja.

Sayuri tersenyum geli dalam hati melihat kedua wanita di depannya itu. Dia melihat bagaimana Naoko bisa berbicara ceplas ceplos dan Ruri berusaha mengerem lidah wanita itu.

Seketika Naoko menyadari bicaranya yang melewati jalur terhadap teman baru mereka. Dia menatap Sayuri melalui spion dalam dan melihat Sayuri sedang menatap keluar jendela mobil seolah tidak pernah menyadari kalimatnya yang terpotong oleh Ruri. Naoko menatap Ruri dengan tatapan bersalah dan berbisik lirih. "Maaf..."

Ruri menghela napas. "Jadi..di mana kita makan?"

Naoko menggaruk kepalanya ketika mereka berhenti di lampu merah. "Sejujurnya aku sendiri bingung mau makan di mana? Aku hanya ingin bertemu denganmu untuk memperlihatkan gambarku." Naoko tersenyum dengan lagak imut.

Ruri melongo mendengar jawaban Naoko. Tangannya bergerak ingin menimpuk kepala Naoko namun tertahan oleh suara lembut di belakangnya.

"Bagaimana jika kita ke Shinjuku? Aku tahu sebuah restoran kecil di sana dengan masakan yang enak."

Ruri membalikkan tubuhnya dan memandang Sayuri dengan tersenyum. "Oh iya. Apa nama restorannya?"

Dengan senyum manisnya, Sayuri menunjukkan katalog pariwisata yang didapatnya di ruang kerja Junichi. "Restoran Langit namanya."

****

Hideo menunggu Daiki muncul dari sel tahanan bawah tanah dengan cemas. Ketika pria itu muncul barulah Hideo bernapas lega. Dilihatnya Daiki menaiki tangga dari bawah sambil menyelipkan pistolnya ke balik jasnya.

"Jangan bilang kau mengancam tahanan itu dengan pistol itu!" desis Hideo sambil mereka berjalan cepat menuju lift.

Sambil menekan tombol lift, Daiki tersenyum dengan evilnya membuat Hideo menepuk dahinya. Dia mengguncang bahu juniornya itu.

"Demi Tuhan! Kita dilarang untuk mengancam tahanan dengan pistol!"

Daiki menepis tangan Hideo dengan gemas. "Kau ini! Aku hanya menggertaknya agar buka mulut siapa yang membayarnya untuk melakukan hal itu."

Hideo terlihat penasaran. "Dan apa katanya?"

"Beberapa polisi berlencana yang membayarnya..." Daiki menghentikan bicaranya ketika dia melihat angka yang bergerak turun menuju lantai bawah tanah di mana mereka berada.

Hideo juga ikut melihat arah tatapan Daiki dan segera menarik lengan Daiki untuk mencari tempat bersembunyi.

"Ada seseorang yang turun ke sini!" Hideo berbisik ketika mereka bersembunyi di sebuah tikungan dari lorong lift tersebut.

Daiki yang bersandar pada dinding, menatap dengan tegang menunggu siapa yang akan muncul dari dalam lift. Dia bertukar pandang pada Hideo yang bersembunyi di balik dinding di seberangnya. Keduanya serentak merogoh pistol di balik jas dan menanti tegang saat terdengar suara denting lift yang berhenti.

Keduanya mendengar suara ketukan sepatu melangkah tenang di lorong sunyi itu menuju arah yang berlawanan di mana mereka bersembunyi. Daiki memberanikan dirinya untuk mengintip dan dia terpaku menatap punggung lebar yang berjalan menuju arah sel para tahanan.

Hideo mendesis pada Daiki ketika dia mendengar suara ketukan sepatu lain menyusul suara sebelumnya berikut suara dengkingan anjing. "Kita pergi sebelum ketahuan! Cepat!"

Daiki berpaling dari pandangannya dan melihat Hideo yang siap berlari menyusuri lorong di belakangnya di mana terdapat tangga darurat yang langsung menembus halaman belakang kepolisian. Daiki juga mendengar suara salak anjing yang keras membuat dia segera berlari mengikuti Hideo.

Anjing labrador itu menyalak nyaring dan menarik-narik lehernya yang terikat oleh rantai yang dipegang oleh tangan kuat yang besar. Tubuhnya yang besar dan panjang berulang kali ingin berlari ke arah tikungan lorong. Rahangnya terbuka menunjukkan deretan gigi taring yang tajam serta air liurnya menetes-netes.

Sebuah tangan menepuk kepala labrador itu. "Jinggo...ada apa di sana?" Suara datar yang dingin berusaha menenangkan anjing yang termasuk salah satu yang terganas itu.

Sebagai jawabannya, anjing itu menggeram-geram ganas. Kembali tangan itu menepuk kali ini agak sedikit keras. "Nanti. Akan ada saatnya kau menggunakan moncongmu menangkap kedua orang itu." Dengan sentakan keras, tangan besar itu menarik leher anjing itu agar mengikuti langkahnya menuju arah di mana orang satunya pergi.

Sementara itu Daiki dan Hideo mengeluarkan kemampuan berlarinya menaiki tangga darurat dan langsung mendorong pintu darurat itu. Suasana hiruk pikuk jalanan menyambut keduanya.

Hideo mengatur napasnya yang memburu. Dia memandang Daiki yang juga sedang menstabilkan napasnya. Sambil melepas ikatan dasinya, Hideo berkata pada Daiki.

"Sialan! Untuk apa mereka membawa anjing segala! Orang itu pasti menuju sel pria yang kau ancam barusan! Siapa yang kau lihat tadi?"

Daiki menghembuskan napasnya ke udara. Dia mengusap peluhnya yang memenuhi wajah dan dahinya. Dia hampir tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan Hideo. Dia khawatir dugaannya benar akan sosok pertama yang dilihatnya meskipun hanya berupa sosok belakangnya saja. Meskipun dia menduga demikian selama ini namun selama itu juga dia berharap dugaannya salah. Tapi pemandangan barusan semakin membuatnya curiga dan yakin.

Daiki menatap Hideo. Dari celah bibirnya yang bagus itu tercetus sebuah kalimat pendek yang sedikit gamang.

"Kepala Nakano!"

****

Restoran langit yang dikatakan Sayuri ternyata berada di dekat taman Shinjuku Gyeon*. Restoran itu merupakan restoran tradisional Jepang yang memiliki tempat yang nyaman bagi para turis. Kelihatannya saja dari luar seperti restoran kecil, ketika masuk ke dalamnya ternyata restoran itu begitu luas dengan nuansa tradisionalnya bahkan restoran itu menyediakan taman sakura di bagian sudut restorannya.

Ruri dan Naoko terkagum-kagum melihat restoran pilihan Sayuri ketika mereka memilih duduk secara lesehan di dekat taman. Suara musik khas Jepang berkumandang di seputar restoran.

"Bagaimana bisa kau menemukan restoran ini?" Naoko bertanya heran sambil matanya berkeliling melihat restoran.

Ruri segera meraih buku menu dan mulai mencari makanan yang ingin dipesannya. Didengarnya Sayuri menjawab ringan pertanyaan Naoko.

"Aku sudah cukup lama tidak memakan masakan Jepang."

Naoko meraih pensil di tangan Ruri untuk menulis pesanannya. Ruri mengangkat wajahnya untuk menatap Sayuri yang tengah memperhatikan Naoko menulis.

"Tinggal di manakah kau selama ini?" Ruri sudah tidak sanggup lagi menahan rasa ingin tahunya terhadap Sayuri.

Sayuri menyentak kepalanya untuk menatap wajah Ruri. Dia dapat menduga bahwa Ruri tentu heran dengan kalimatnya.

"Selama ini aku tinggal di Amerika..." Sayuri seolah menggantung kalimatnya agar Ruri memikirkan sesuatu berdasarkan kata-katanya. Dia berusaha secara halus memberikan Ruri petunjuk agar bisa menemukan orang yang selama ini mencarinya.

Ruri memang memikirkan kalimat Sayuri yang terpotong. Namun pikiran Ruri menjurus pada Mamoru. Mamoru juga tinggal di Amerika. Apakah...

Ruri menatap Sayuri dengan lekat. "Apakah kau dan Mamoru..."

"Hideo-kun...apakah kau sedang sibuk? Tidak? Bagaimana jika makan siang bersamaku dan Ruri?" Suara riang Naoko yang berbicara dengan Hideo membuat Ruri ingin sekali menimpuk kepala Naoko.

Shinjuku Gyeon : taman nasional yang terletak dekat dengan Stasiun Shinjuku

Dia memandang Naoko dengan tampang jengkel dan wanita itu salah mengartikannya. Dengan menunjuk ponsel yang menempel di telinganya, Naoko berbisik dengan semangat.

"Hideo-kun dan Daiki-kun akan datang kemari untuk makan siang bersama kita," senyum Naoko. Melihat wajah Ruri yang tertawa meski pun maksud hati Ruri ingin sekali mencekik leher Naoko, Ruri senang juga bahwa dia bisa makan siang bersama Daiki. "Baiklah. Di restoran langit di dekat Shinjuku Gyeon, Shinjuku. Aku menunggumu." Naoko memberikan ciuman di ponselnya dan bersenandung riang ketika menyimpan ponselnya.

Naoko menatap Ruri dengan senyum lebarnya. Dia menggoyangkan tangannya di depan muka Ruri. "Mereka akan datang."

"Pacar kalian? Para detektif itu?" Tiba-tiba Sayuri bersuara. Ruri segera menoleh dengan cepat.

"Bagaimana bisa kau tahu bahwa mereka detektif?"


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C30
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login