Download App

Chapter 31: Bab 30

Sayuri terdiam. Ruri begitu lekat menatap manik mata Sayuri yang sejenak tampak terpaku. Lalu kemudian Sayuri tersenyum. "Bukankah di mobil tadi kalian membicarakannya."

Sementara itu di dalam mobil, Hideo menutup ponselnya dan tersenyum begitu lebarnya pada Daiki. "Kita ikut makan bersama mereka ya. Setelah itu kita mempersiapkan rencana nanti setelah makan."

Daiki mencibir seraya memutar setirnya keluar dari halaman parkir Kepolisian setelah mereka dengan sikap biasa kembali ke gedung utama setelah dari bawah tanah yang menembus bagian belakang markas.

"Bukankah tadi malam kau sudah bergelung bersama Naoko? Dan hari ini kau ingin makan siang bersama dia? Aku akan mencekikmu jika sehabis makan kau kabur bersama dia." Daiki berkata jemu seraya memasukkan perseneling. Audy itu meluncur mulus membelah jalanan Tokyo.

Bola mata Hideo membulat. "Hei.. Kita makan siang bersama Ruri juga. Memangnya aku bakalan kabur ke mana bersama Naoko."

Daiki melirik Hideo yang duduk di sampingnya. Senyum evilnya tertarik di sudut bibirnya. "Bukankah kalian memang ahlinya kabur di sela-sela teman-teman kita sibuk mengobrol? Toilet wanita dan segala macam senter kecil itu.. Apakah toilet begitu gelap hingga kau tidak bisa menemukan Naoko..Hahahahaha...!!!" Daiki terbahak keras ketika melihat wajah Hideo yang memerah. Setiap kali mengingat kegiatan seks Hideo, Daiki sanggup terbahak keras hinga tersedak.

~~~Oo~~~

Junichi bangkit dari ranjangnya dan turun dari dengan hanya memakai boxer dan bertelanjang dada. Kepalanya terasa berdenyut akibat pesta semalam di klub miliknya. Dia memicingkan matanya ketika menyibak gorden kamarnya dan mendapati sinar terik matahari siang itu. Setelah mendapati jawaban dari Mamoru prihal peletakan foldernya yang berubah letak, dia memutuskan untuk kembali pada ranjangnya yang empuk dan luas.

Dan kini dia berdiri menatap pemandangan Tokyo siang itu. Tubuhnya yang tegap dan berotot itu tampak sangat perkasa. Junichi begitu tidak sabar menunggu siang berganti malam. Berdasarkan laporan Koji, beberapa teman mafianya yang berasal dari Eropa sudah tiba di Tokyo dan menginap di hotel papan atas Tokyo yang di telah dibayar Junichi.

Bagi Junichi pertemuan malam nanti adalah awal pergerakannya di Jepang dalam bisnis gelap mereka. Untuk urusan penjarahan beberapa perusahaan yang kekurangan modal sudah dijalankannya selama kembali ke Jepang. Junichi membutuhkan jalur dalam perdagangan prostitusi dan narkoba. Mantan kepala kepolisian Saburo Nakajima sudah memberikan jalurnya untuk menyusup pada sebuah lembaga wanita yang berada dalam naungan jual beli anak-anak dan gadis muda serta sebuah badan narkoba berlisensi di Asakusa*. Semuanya akan mereka sebarkan di negara-negara yang bekerja sama. Untuk urusan jual beli senjata gelap, Junichi mempercayai mutlak pada Soji Hasegawa serta Ichiro Nakano.

Mengingat Ichiro Nakano, Junichi tersenyum. Pria itu memiliki tujuannya tersendiri bergabung dengan kelompoknya. Tujuan utamanya adalah gelang berkode rahasia yang dicuri oleh Kenji Fujita. Gelang itu menyimpan semua rahasia Ichiro selama belasan tahun ini berada di Lucifer. Bukan hanya penting bagi Ichiro tapi juga fatal bagi kelompoknya. Lagipula Ichiro juga mempunyai dendam tersendiri pada Detektif tua Takao Watanabe yang sudah memasukkan ayahnya ke dalam penjara karena merampok seorang dokter dan mengakibatkan orang tua itu di penjara dan membuat penyakit sesak napasnya kambuh dan meninggal di selnya. Ichiro muda terpaksa hidup bersama saudara lelakinya dan di tinggal pergi oleh ibunya karena malu menjadi istri perampok. Saudaranya yang baru saja lulus sekolah menengah atas tidak memiliki cukup uang untuk menghidupi dirinya sendiri bersama adiknya akhirnya memilih bekerja sebagai pencuri kecil demi sesuap nasi untuk adiknya.

Suatu hari pemuda Nakano itu mencuri sebuah dompet milik pria setengah baya dengan tongkat kuningan di tangannya saat berada di keramaian festival di Harajuku. Naas dia ketahuan oleh anak si pria yang saat itu berusia 5 tahun. Anak kecil itu berteriak keras dan suaranya membuat para pria berpakaian hitam yang mengelilingi pria bertongkat itu bergerak dan menangkap pemuda pencuri itu. Di antara keramaian festival pemuda itu nyaris mati oleh pukulan dan tendangan. Namun pria setengah baya itu melihat bakat si pemuda dalam mencuri serta keberaniannya menatap mata sang pria, membuat pria itu tertarik dan mengajaknya ke rumah megahnya. Dugaan sang pria itu tepat. Pemuda yang lihai mencuri itu ternyata sangat pintar dan memiliki jiwa kejam dan memiliki seorang adik laki-laki yang masih bersekolah di menengah pertama. Pria itu mempekerjakan pemuda itu sebagai asistennya dan membiayai semua keperluan adiknya. Bahkan ketika sang adik memutuskan untuk menjadi polisi demi menemukan seorang musuh besarnya, pria itu memuluskan jalannya dengan langsung menghubungi Saburo Nakajima. Dan kini sang pemuda pencuri kini menjadi Asisten Nakano yang setia pada pria tua bernama Shinobu Kimura dan adiknya yang memiliki dendam yang sama kini menjadi Kepala Divisi Kriminal Utama setelah dia berhasil membuat Takao Watanabe dan partnernya dipecat dari kepolisian.

Junichi duduk di single sofanya yang berlapis kulit dan menatap gedung pencakar langit di Tokyo melalui kaca kamarnya. Mengingat nasib Asisten Nakano yang dingin itu mengingatkannya akan nasib Mamoru yang sama persis. Dia dan ayahnya mengangkat seseorang dari lumpur kehidupan dan berada di antara kemewahan. Hanya yang berbeda adalah jika ayahnya mengambil Asisten Nakano karena perasaan tertarik, adapun dia mengambil Mamoru hanya karena bujukan Sayuri. Jika tidak karena tunangannya itu mungkin Mamoru sudah menjadi makanan cacing di tanah. Walau pun pada akhirnya dia suka dan menganggap Mamoru sebagai adik, namun jauh di dasar hatinya Junichi tidak pernah mempercayai siapa pun. Dia tahu jika dulu Sayuri begitu dekat dengan Mamoru dan dengan rasa hutang budi yang dirasakan pria muda itu, Junichi menyekolahkan Mamoru di Washington agar jauh dari Sayuri. Bahkan dia memberikan apa saja yang dibutuhkan Mamoru agar pria muda berada jauh dari tunangannya.

Tapi masalah kasus pembunuhan Bank Asing yang tercium oleh pihak kepolisian serta menyeret kembali kasus Akemi Kondoo membuat Junichi terpaksa membutuhkan Mamoru. Padahal Mamoru khusus untuk memburu keluarga Fujita saja pada awalnya tapi sejak berita keterkaitan kedua pembunuhan itu terangkat ke permukaan, memaksa Junichi kembali ke Tokyo bersama Sayuri.

Teringat akan Sayuri, Junichi mengerang pelan. Bayangan akan penolakan Sayuri membuat Junichi menatap tajam pada ranjang King Sizenya. Dari awal dia sudah mengambil resiko dengan memaksa wanita itu menjadi miliknya. Sayuri tidak pernah bersikap mesra padanya namun selama mereka bertunangan Sayuri tidak pernah menolaknya secara terang-terangan seperti pagi tadi.

Junichi merasa perubahan sikap dingin Sayuri semakin jadi ketika mereka kembali ke Tokyo. Hari di mana wanita itu kembali bertemu Mamoru. Hari di mana seharian itu Sayuri tidak bisa dihubunginya bersamaan dengan tidak aktifnya ponsel Mamoru.

Junichi bangkit berdiri dan kembali menatap pemandangan Tokyo. Dia menekan buku jarinya pada dinding kaca yang bening itu. Sebesar apa pun dia mempercayai Sayuri dan Mamoru, namun sesungguhnya rasa tidak percayanya sama besarnya dengan kepercayaan itu.

Dengan langkah lebar, Junichi meraih ponselnya yang terletak di atas nakas samping ranjang. Dia mencari sebuah nama di daftar kontaknya dan meletakkan ponsel di telinganya ketika menemukan nama yang diinginkannya.

Tidak menunggu lama terdengar suara sambutan di seberang. Tanpa basa basi Junichi langsung membuka mulutnya.

"Aku ingin beberapa hari ini kau memata-matai tunanganku dan Mamoru. Jika ada sesuatu yang tidak biasa segera lapor pada nomor pribadiku ini! Aku tidak mau tahu bagaimana caramu mematai Mamoru meski pun dia itu Senpaimu! Aku ingin mendapatkan semua informasi mereka!" Junichi mendengar sejenak jawaban di seberang. Kemudian dia melanjutkan dengan nada tegas. "Bagaimana dengan Kenji Fujita? Sampai sekarang dia belum curiga tentang apa pun bukan? Bagus. Aku akan memancingnya bertemu pada acara di mana aku berniat mengundang putrinya. Aku ingin melihat reaksi pria itu Setelah 19 tahun kabur dari putrinya." Junichi tertawa licik. "Dan apartmen Peter sudah kau bersihkan?"

"Sudah Junichi-sama" - Suara di seberang.

Setelah pembicaraan di ponsel bersama Junichi usai, seorang pria muda menyimpan ponselnya di dalam sakunya. Dia kembali menatap cermin di depannya dan di tangan kirinya tengah memegang sebuah rambut palsu berwarna kelabu. Dengan cekatan dia memoles wajah tampannya dengan pulasan make up artis dan dia memakai wig tersebut menutupi rambut hitamnya yang bagus. Dalam sekejab pemuda tampan tadi kini telah menjelama menjadi seorang pria tua berambut kelabu dan berwajah keriput. Dengan merapikan jasnya, pria tua itu berjalan tegap meraih kunci mobilnya dan keluar dari apartemennya.

****

Naoko melihat dua orang pria mendorong pintu kaca restoran. Wajahnya yang cantik segera tertawa cerah. Dia melambai dengan semangat dan berseru girang.

"Hideo!!"

Hideo menyikut siku Daiki yang tengah melepas kacamata hitamnya dan melangkah mengikuti Hideo yang berjalan cepat menuju meja para wanita itu. Dalam sekali pandang Daiki sudah melihat kehadiran wanita tak dikenal di meja Ruri dan Naoko.

Hideo segera duduk di kursi kosong yang dipersiapkan Naoko di sampingnya. Pria itu mengecup lembut pipi Naoko dan memperhatikan menu makan siang yang sudah terhidang di meja.

"Wah..Naoko..kau tidak menunggu kekasihmu ini muncul untuk memesan menu." Meski pun Hideo terkesan memprotes namun dengan sigap tangannya meraih sumpit dan menjepit sebuah daging asap yang menggugah air liurnya. Ujung matanya menangkap sosok wanita yang tak pernah dilihatnya duduk di depan Naoko. Namum dia tidak ambil peduli. Dia tahu bahwa Daiki tidak hanya diam saja melihat kehadiran orang yang tak mereka kenal.

Daiki duduk di samping Ruri dan mengusap puncak kepala wanita itu dengan lembut. "Tumben sekali kalian mengajak kami makan siang bersama."

Ruri tertawa dan menunjuk Naoko yang duduk di depannya. "Ini adalah acara makan siang Naoko.."

Sambil mengunyah nasinya, Naoko mengacungkan buku sketsanya di depan Daiki. "Aku ingin menunjukkan gambar gaunnya sebelum mulai mengerjakannya dan mengukur tubuh Ruri."

Daiki melihat buku tebal yang menjadi tempat Naoko menggambar. Dengan ringan Daiki bertanya tentang kehadiran sosok wanita berambut panjang yang duduk di sebelah Ruri dan dari tadi menatapnya.

"Tapi kupikir sebenarnya aku dan Senpai mengganggu waktu kalian bersama klienmu juga, Naoko." Daiki menatap Sayuri secara terang-terangan membuat Ruri segera ingat akan keberadaan Sayuri. Wanita itu bersikap sangat tenang.

Ruri segera meletakkan sumpitnya dan memandang Daiki serta Hideo yang ternyata menuntut penjelasan juga.

"Tidak...Sayuri-san bukan klien Naoko, tepatnya dia pelangganku dan..temanku.." Ruri menoleh Sayuri yang terlihat tersenyum tipis dan menggangguk kecil pada kedua pria yang tengah menatapnya dengan lekat.

"Selamat siang. Aku Sayuri Fukuda.."


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C31
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login