Download App

Chapter 2: Kalung Perak dan Liontin Biru

Hal yang membuat bulu-kuduk merinding adalah, tawa yang mereka tangkap itu terdengar tidak seperti tawa manusia biasa, suara dan nadanya terdengar seperti sesosok makhluk mengerikan yang sedari tadi memelototi mereka dari suatu tempat.

Mereka bertiga saling menatap wajah, seakan-akan di dalam benak mereka saling meyakini bahwa ada sesuatu di luar sana yang sedari tadi mengawasi dan mendengarkan pembicaraan mereka.

Satu-satunya yang membuat mereka tetap semangat hidup adalah, suara itu jelas bukan bersumber dari ruangan ini, melainkan kedengarannya berasal dari ruangan tengah di lantai dua, ruangan yang beberapa menit lalu ditinggalkan oleh Joah.

Tentu saja tidak ada yang mengharapkan sesuatu diam-diam menyelinap masuk ke rumahmu saat tengah malam badai dan ditemani oleh guntur yang menyambar, itu sama sekali tidak lucu.

Mereka sejenak membisu dan tidak tahu harus berbuat apa. Hingga akhirnya Arion memberanikan diri untuk memulai kembali pembicaraan,

"Jo, apa kau tak melihat tanda-tanda yang aneh sebelum datang kesini?" tanyanya berbisik, pupilnya membesar dan mulutnya menganga.

"Aku belum pernah mendengar tawa semacam itu selama aku tinggal disini, tapi aku yakin kita tidak sedang salah dengar!" sambung Shany dengan mimik wajah tegang.

Shany lekas menghadap Joah dan menatap matanya dalam-dalam,

"Terakhir kami tahu kau sedang ada di ruangan tengah dan melamun di dekat jendela, tolong katakan pada kami kalau kau telah menutup jendela itu dengan benar!" ucap Shany dengan nafas tersenggal-senggal.

Joah seketika teringat dengan jendela kaca di ruang tengah. Ia tidak mampu mengingat apakah ia telah menutup jendela atau tidak. Atau apakah ada sesosok makhluk yang memang sedari tadi sudah menyelinap masuk di sana saat ia sedang duduk menunggu Arion dan Shany?

Joah tidak mampu menjawab dan hanya menundukkan kepalanya. Saat ia menunduk, ia melihat sebuah kalung yang tergantung di dadanya. Kalung berantai perak dengan liontin berbentuk lingkaran berwarna biru terang. Kalung miliknya, yang selalu ia bawa kemanapun sejak masih kecil.

Sejenak Joah memperhatikan kalung tersebut, kemudian mengangkat liontin biru berbentuk lingkaran itu dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. Liontin itu mengingatkannya akan suatu peristiwa di masa lalunya, sesuatu yang pernah ia alami, walaupun ia tidak yakin kalau ia pernah mengalaminya.

Setelah berusaha mengingat sesuatu dari liontin itu, ia menatap Arion dan Shany dengan mantap. Ia berkata,

"Aku tidak yakin dengan apa yang akan aku lakukan, namun aku hanya berusaha mengalahkan ketakutanku. Dan untuk kali ini, tolong percaya dan ikutilah aku!" ucapnya dengan tegas.

Joah bergegas mengambil lampu penerang miliknya dan kemudian berjalan keluar dari ruangan ini. Shany dan Arion memperhatikan langkah Joah dan berusaha mencegahnya, namun Joah kembali mencegah mereka untuk mencegahnya.

"Joah!" desis Shany, Joah tidak menghiraukan gadis itu.

Arion memberanikan dirinya melangkah untuk menghentikan Joah. Ia menarik tangan kiri Joah dan memutarbalikkan badannya. Ia menggenggam kedua pundak Joah dan berkata,

"Apa yang berusaha kau lakukan di luar sana? Dalam keadaan seperti ini kau tak perlu membuktikan bahwa dirimu itu hebat, satu-satunya yang terpenting adalah bagaimana caranya agar menenangkan diri!" ucapnya dengan nafas tersenggal-senggal dan mimik wajah khawatir.

"Aku tidak berusaha membutikan bahwa aku hebat, aku hanya berusaha membuat kita semua tenang. Aku ingin ke ruangan tengah dan memeriksa apa yang sedang terjadi." balasnya dengan "keras kepala"

Joah menatap Arion dan Shany, dengan tatapannya ia berusaha meyakinkan mereka untuk mengikutinya. Seisi ruangan pun membisu untuk beberapa saat diiringi oleh guntur yang bersahut-sahutan, seakan-akan bunyi guntur tersebut berusaha membenarkan ucapan Joah.

Arion memejamkan mata, menghela nafas panjang dan menghembuskannya, ia berkata ,

"Baiklah Joah!" sambil menatap Joah penuh pegharapan.

Dengan keterpaksaan dan rasa takut yang sama, Shany harus mengalah karena ia telah kalah suara dan harus mengikuti kedua temannya itu untuk menyelidiki sumber suara.

Arion dan Shany mengambil lampu penerang mereka, dan mengikuti langkah Joah dari belakang. Mereka bertiga berjalan perlahan-lahan menuju sumber suara, dan dengan teliti memperhatikan baik kanan-kiri dan depan-belakang mereka, tentu saja mereka tidak ingin ada sesosok makhluk yang mengikuti mereka atau memperhatikan mereka dengan tatapan sinis dari sudut suatu ruangan.

Shany sesekali mengutuk lukisan-lukisan dan patung-patung menyeramkan yang ia lalui, benda-benda tersebut mampu membuatnya takut walau sebelumnya ia sudah terbiasa dengan keberadaan mereka.

Ia berpikir, mungkin saja makhluk penyusup yang mereka curigai itu sedang berdiam diri dan menyamar menjadi salah satu patung yang ada di sini. Terlebih-lebih Shany juga tidak terlalu mengenali jenis dan bentuk patung apa saja yang mendiami rumah tuanya tersebut.

Mereka terus melangkahkan kaki, suara tawa panjang yang mereka dengar tadi kembali terngiang-ngiang di kepala mereka sehingga membuat mereka was-was sepanjang melintasi ruang antar ruang di rumah tua ini.

Mereka tidak kuat membayangkan apa jadinya jika suara aneh itu kembali berbunyi dan menusuk gelapnya tengah malam ini. Atau, mungkin saja tawa itu sebenarnya kembali terdengar di sekitar mereka namun diredam oleh kuatnya bunyi guntur yang seakan-akan murka dengan ketakutan mereka. Tidak ada yang tahu.

Akhirnya, mereka sampai di kaki tangga dan harus menaiki tangga yang berkelok-kelok ini untuk sampai ke ruangan tengah. Rasa ketakutan semakin menjalari seluruh tubuh mereka sebab mereka akan segera tiba di ruangan yang mereka yakini sebagai sumber suara itu.

Pikiran mereka terbang ke mana-mana, antara siap menghadapi kenyataan seramnya sesosok makhluk yang sedari tadi menunggu mereka di sana, atau perasaan lega mengetahui bahwa sebenarnya tidak ada apa-apa di sana dan sumber suara itu ternyata datang dari sesuatu yang tidak menakutkan sama sekali.

Mereka terus menaiki tangga dan kini sudah mendekati penghujung tangga. Hanya dua langkah lagi, maka mereka dapat menerawang seisi ruang pertengahan. Namun, untuk dua langkah yang terakhir, Joah menghentikan langkahnya dan menurunkan lampu penerangnya, Arion dan Shany pun melakukan hal yang sama. Arion memprotes,

"Jangan katakan kalau kau sekarang jadi takut dan semua langkah kita jadi sia-sia?" tukasnya.

Joah tidak merespon, ia tidak takut, namun hanya berusaha untuk mengumpulkan nyali dan keberanian untuk beberapa detik.

Shany menoleh ke wajah Joah dan Arion secara bergantian, berusaha membaca raut wajah mereka. Ia merasa usaha mereka benar-benar tak berguna jika hanya terhenti sampai sini. Lalu, tiba-tiba Shany berseru,

"Tidak ada yang layak untuk lebih aku takuti di rumah ini, karena aku merupakan pemilik rumah ini!" ia melangkah menyalip Joah yang ada di depannya dan masuk ke ruang pertengahan.

Shany langsung meneropong keadaan di sekitarnya dengan lampu penerang di tangan kanannya, berusaha melenyapkan rasa takut yang menghinggapinya. Ia mengarahkan lampu itu ke kanan dan ke kiri, ia tidak melihat sesuatu yang mencurigakan. Ia mengarahkan lampu itu ke langit-langit dan ke lantai, juga tidak terdapat hal yang mencurigakan.

Terakhir, Shany mengarahkan pandangannya ke depan, ke arah jendela. Daun jendela menganga lebar, dan air hujan yang diangkut oleh angin malam terhembus masuk ke ruangan. Sangat mencengangkan, namun itu hanyalah setengah dari tanda tanya mereka yang terjawab.

Kira-kira beberapa meter di depan jendela , terlihat semacam lukisan di lantai. Lukisan itu menggambarkan sesuatu, namun terlihat tidak jelas dari posisi Shany saat ini. Shany memberanikan dirinya untuk lebih mendekat supaya lukisan itu terlihat lebih jelas.

Lukisan itu digambar dengan menggunakan semacam kapur yang berwarna putih sehingga terlihat kontras dengan lantai yang gelap, dan terukir dengan cukup luas di lantai.

Itu terlihat seperti gambar wanita setengah burung yang sedang berdiri dan membentangkan kedua sayapnya, tangannya seperti tangan manusia namun dengan kuku-kuku hitam yang tajam, dan anehnya kedua kakinya terlihat sangat mirip dengan kaki gagak.

Tidak berhenti dengan bukti lukisan di lantai, Shany juga menemukan peninggalan jejak kaki dari lumpur basah yang berasal tepat dari lukisan ini dan mengarah ke luar jendela.

Bukannya anak perempuan itu tidak tercengang, namun ia sudah berjanji pada dirinya agar tidak takut terhadap apapun di rumahnya ini. Kalau bisa, Joah dan Arion tidak perlu tahu akan hal ini.

Tiba-tiba terdengar suara tarikan nafas kaget yang cukup jelas, Shany spontan meresponnya dengan terkejut. Ternyata itu adalah bunyi tarikan nafas Joah dan Arion, menandakan mereka sedari tadi sudah mengikutinya dari belakang.

Kali ini Joah yang memberanikan dirinya, khusus untuk mendekati jejak kaki dari lumpur itu, satu-satunya barang bukti yang belum diteliti. Joah merendahkan tubuhnya, dan dengan lampu penerangnya berusaha mengamati jejak itu.

Dari bentuknya terlihat tidak mirip dengan jejak kaki makhluk yang terlukis di lukisan, melainkan seperti telapak kaki manusia, namun sedikit memanjang dan ramping. Mata mereka semakin terbelalak dan perasaan takut mereka bercampur dengan rasa keheranan yang semakin menjadi-jadi.

Daun jendela yang menganga dihembus angin, jejak kaki berlumpur, dan lukisan di lantai. Mereka pun berembuk beberapa saat untuk membuat suatu kesimpulan.

Kesimpulan yang mampu mereka buat hanya sebatas ada makhluk yang sebelumnya memasuki tempat ini melalui jendela, dan kemudian berusaha untuk memberikan mereka peringatan berupa lukisan di lantai, kemudian, makhluk itu keluar dari jendela tanpa menutupnya dan meninggalkan jejak berlumpur di lantai.

Atau bisa jadi baik daun jendela yang menganga, jejak kaki berlumpur, dan lukisan di lantai hanyalah jebakan atau tipuan dari sesosok makhluk yang sedang tersenyum lebar melihat mereka dengan mudahnya membuat kesimpulan bodoh.

Pikiran-pikiran tersebut berkecamuk di kepala mereka.Bisa jadi kesimpulan yang mereka peroleh itu benar adanya, namun kemungkinansalah juga ada. Hal itu belum mampu membuat mereka bernafas tenang.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login