"Maaf Ray , Aku tidak bisa membantumu." Lalu ia pergi meninggalkan Rayi sendirian.
"Toni, buruan!." salah satu temanya yang tengah berjaga di pintu gedung itu melambaikan tangan , agar Toni cepat pergi dari sana.
Toni menjatuhkan pisau lipat di bawah kaki Rayi. Lalu ia terburu-buru berlari kearah teman yang menunggunya di pintu masuk gerbang.
Semua orang yang bersama Uki untuk menghabisi rayi telah berdiri berkumpul menghadap rayi. Dengan tergesah-gesah Toni berlari dengan temanya menghampiri kerumunan itu.
"Dari mana kalian." tanya Uki. Toni dan kedua temannya sibuk mengatur napas saat mereka sampai.
"Maaf. Tadi gwe kebelet dan tidak tepat waktu untuk sampai." Ucap Toni.
"Apa kalian melakukannya berdua.''
"Apa?!." Toni dan temanya saling melihat satu sama lain. Untuk menanyakan apa yang Uki maksud. Itu sangat Ambigu.
Toni melihat ke wajah semua orang yang ada disana . Dengan pandangan ingin tahu, namun ia melihat pandangan mereka tertuju pada dirinya dan orang yang ada di sebelahnya. Sejenak Toni merasa binggung dengan tatapan mereka mengarah ke dirinya dan temanya . Akhirnya ia mengerti apa yang toni maksud dan menyadarinya. Ia memalingkan wajah dari keterkejutan mereka ke Uki.
"Apa yang lo maksud?." tanya Toni ke Uki.
"Tidak!." Suara keras itu mengejutkan Toni dan semua orang yang ada disana.
Mereka terkejut, dengan serempak mereka mengalihkan pandangannya kearah orang yang ada di sebelah Toni. Toni sangat terkejut. kenapa dia berteriak jika tidak melakukannya. Dia memang tidak melakukan apapun. Dia seorang pria normal kenapa harus tertarik dengan sesama jenis. Jika pun dunia kiamat dan makhluk yang namanya wanita musnah. Ia tidak akan seputus asa itu untuk melakukannya dengan sesama jenis.
Toni bergidik memikirkan itu terjadi. Ia melangkah kan satu langkah ke samping agar Toni dan temanya ada jarak. Ia merasa ngeri jika benar-benar temannya menyukainya. Dia orang yang maco dan selalu bertarung di baris depan, jika ada serangan dari geng lain yang akan menyerang geng nya.
"Apa lo?..." Toni merasa sangat penasaran. Tatapan semua orang dan dirinya mengarah ke satu orang yang ada di depan Toni saat ini. dengan raut muka yang sama mereka sangat penasaran. Dan Toni terus mengelegkan kepalanya dengan menampilkan wajah getirnya.
Apa dia benar-benar menyukai ku. Tidak mungkin. dan itu bukan sesuatu yang benar, tapi kenapa dia mengatakan tidak dengan ekspresi seperti itu. Semua orang pasti berpikiran sama denganku.
"Lo benar-benar..." lanjut Toni.
"Apa kalian tidak mempercayai gwe." Akhirnya dia mengatakan mengeluarkan suara. semua orang tidak menjawab pertanyaannya.
"Aku tidak melakukannya dengan Toni dan gwe masih menyukai wanita. Wahh kalian benar-benar menganggap gwe gay." Dia merasa hatinya sakit semua orang menganggapnya gay karena iya mangatakan sebuah kebenaran. Dia benar-benar tidak melakukannya dengan seorang pria jika menginginkannya.
"Hah. gwe lega mendengarnya." Wajah tegang mereka akhirnya mengendur mendengar pernyataan dia,terutama Toni.
"Gwe lega mendengarmu seperti itu. Sebaiknya kita pulang dan untuk kalian berdua jaga Rayi jangan sampai,dia kabur." Tunjuk uki ke dua orang yang berdiri di sana.
Uki, Toni dan teman yang di tuduh sebagai gay itu. Melangkahkan kakinya pergi menjauh dari dala gedung ini.
Rayi terbangun dari pingsan nya. Dia merasakan sakit di seluruh tubuh dan kepalanya, Rayi melihat ke sekeliling dengan pandangan yang kabur. Namun ia mengenal bangunan ini, ia melihat dua orang yang ada di sana mendekat kearahnya. Rayi merasakan tangan dan kakiny terikat dengan sangat kuat. Ia menundukkan kepala untuk melihat tali yang melilit kakinya.
Rayi melihat pisau lipat di bawah kakinya, lalu melihat ke depan kedua orang itu berjalan semakin mendekat. Mereka terlihat tertawa satu sama lain, dengan cepat-cepat Rayi menyembunyikannya dengan menginjak pisau lipat itu dengan salah satu kakinya yang di balut dengan sepatu lusuhnya.
Kedua orang itu berdiri di hadapan Rayi, salah satu dari mereka menyembunyikan kedua tangannya di saku celana jinsnya.
"Apa dia mati? dia belum bangun juga." mereka melihat rayi yang masih terikat d kursi dalam keadaan pingsan.
"Dia tidak akan bangun untuk malam ini. mungkin besok pagi dia akan terbangun. sebaiknya kita tidur, kita belum tidur semalaman."mereka berdua pergi dari sana dan tidur di kursi sofa di sebelah ruagan gedung tua .
Rayi masi dalam keadaan pura-pura pingsan. Setelah kedua orang itu pergi dar hadapannya, Rayi membuka mata dan memperlihatkan pisau lipat yang ia sembunyikan di bawah kakinya. Ia mengeser pisau itu kesamping dengan kedua kakinya yang terikat dengan susah payah ia melakukannya. Lalu ia menjatuhkan dirinya ke tanah.
BRUUUK....
"Akh...." Rayi meringgis kesakitan saat tubuhnya jatuh ke tanah dengan kursi kayu yang menindih tangan kananya.
Tanganya merapa-rapa tanah untuk menemuklan pisau lipat yang ia arahkan ke samping, hampir 5 menit Rayi mencari pisau lipat itu disana namun tidak kunjung menemukannya. Ia tidak menyerah dan ia terus mencarinya. tidak lama kemudia ia menemukan pisau itu. ia menggeser tubuhnya ke belakang agar bisa meraih pisau itu.
Rayi merasakan kesusahan membuka lipatan pisau itu. ia terus merapa dan pisau itu terbuka. ia mengarahkan pisau itu ketali yang mengikat tangannya. Dengan pelan pelan ia mengesekkan pisau itu maju mundur dan beberapa kali mengenai kulitnya. dan akhirnya tali itu terlepas dari tangannya. dan ia melepaskan tali di kakinya dengan tangannya. Rayi berdiri dan mengendap-ngenadap keluar dari gedung tua ini.
Dia hampir keluar dari gedung itu. karena ketidak hati-hatiannya kakinya menendang benda yang aa disana. dan menimbulkan bunyi yang sangat nyaring.
Salah seorang yang tengah tertidur itu membuka matanya karena suara berisik itu. Dia melihat Rayi berdiri di pintu keluar gedung . Rayi melihat kebelakang ia berharap ke dua orang itu tidak terbangun.
"Mau kemana lo!." Rayi lari saat ia melihat salah satu dari mereka melihatnya.
"Hey bangun... bangun dia kabur." dia menepuk-nepuk temanya yang masih terlelap.
"Ah sialan." Dia kesal menendang temannya karena tidak juga bangun.
"Kau menendangku!." Dia bangun dari tidurnya dan terduduk. sedangkan teman yang membangunkannya berlari keluar ruangan.
"Dia kabur!."
"Kabur? bagaimana bisa?" Dia melihat kursi yang sudah tergeletak dengan tali disana. Buru-buru dia menyusul temannya yang sudah lari mengejar Rayi.
Rayi membuka gerbang gedung dengan terburu-buru dan membantingnya.ia tidak bisa berlari dengan cepat karena tubuhnya tidak mampu untuk melakukannya. Rasa sakit yang ia rasakan dalam tubuhnya menghambatnya untuk bergerak cepat. Tangan kirinya terus memengangi kepalanya yang terus berdenyut. Jalanan dan pohon yang ia lihat terus bergerak di penglihatannya. ia berlari dengan terhuyung-huyung.
Dengan sekuat tenaga ia terus berlari walau tidak begitu cepat. Angin malam menerpa tubuhnya yang dingin. Butiran keringat terus bercucuran membasahi baju yang ada di balik jaket bomber hitam. Sesekali ia menoleh kebelakang untuk memastikan bahwa ia sudah jauh dari mereka.
Rayi terus masuk ke gang-gang sempit dan ia melihat sebuah pemukiman. Suasana tenang lebih tepatnya senyap. Wajar saja, karena suasana larut bahkan menjelang pagi. Ia tidak tahu jam berapa saat ini, ia menbak-nebak mungkin saja sudah jam 2 atau 3 pagi dimana semua orang tertidur.
— New chapter is coming soon — Write a review