Download App

Chapter 3: Amir & Belle

'tok-tok'

Sebuah ketukan pintu depan, menyentakkan Alma yang sedang tenggelam dengan bukunya. Dia melepaskan kacamatanya dan berdiri dari kursi yang sejak tadi didudukinya. Dia berjalan menjijit, berusaha sebisa mungkin untuk tidak bersuara. Dia berdiri tepat didepan jendela yang berselebahan dengan pintu depan rumahnya, perlahan dia menyibakkan gorden jendelanya dan menatap keluar. Alma mendapati seorang pemuda yang berusia tak jauh dengannya berdiri didepan pintu dengan wajah tak sabar.

'tok-tok'

Pemuda itu kembali mengetuk pintu, namun kali ini lebih keras "Apa ada orang didalam" tambah pemuda itu yang masih belum menyadari keberadaan Alma yang sejak tadi mengintipnya dari dalam.

Pemuda itu mulai berjalan mendekati jendela tempat Alma mengintip sejak tadi. Melihat itu Alma langsung menutup gorden dan menjauhi jendela itu beberapa langkah.

'tok-tok'

Pemuda itu kembali mengetuk, kali ini dia tidak lagi mengetuk pimtu melainkan dia mengetuk kaca jendela.

'tok-tok'

Dia mengetuk sekali lagi. Alma mulai kesal dengan ketukan beruntun itu "Persetan dengan aturan ibuku" bisiknya yang kemudian berjalan kearah pintu, begitu dia sampai ke depan pintu, dia langsung membuka daun pintu itu selebar-lebarny.

Alma memasang senyum teramah "Ya? Ada yang bisa aku bantu" ucapnya dengan nada seramah mungkin—walaupun dalam hati dia sedikit jengkel.

Pemuda itu tersenyum begitu melihat wajah Alma. "Apa benar ini rumahnya nyonya Alma?" tanya pemuda itu ramah.

Alma mengerutkan keningnya, dia tidak pernah mendapat tamu seperti ini "Ya, itu aku sendiri, ada perlu apa ya?" tanya Alma balik.

Pemuda itu mengangkat tangan kanannya perlahan. Alma terbelalak dengan apa yang sedang dia lihat. Darah mengalir deras dari tangan pemuda itu. Dengan refleks, Alma mangangkat tangan pemuda itu dan meneliti dengan kedua bola matanya yang berwarna hijau.

"Sudah berapa lama ini terjadi tuan?" tanya Alma sambil terus menatap tangan pemuda itu.

"Sebelum aku menjawab, apa tidak lebih baik jika kita masuk dulu?" tanya pemuda itu, yang langsung menyadarkan Alma keadaan mereka yang masih berada didepan pintu.

"Maaf, ayo masuk" Alma mempersilahkan pemuda itu masuk, dan langsung tergesa-gesa pergi ke kamarnya untuk mengambil perlengkapan pengobatannya, begitu dia keluar dari kamar, dia mendapati pemuda itu sudah duduk di kursi yang sebelumnya diduduki Alma. Kemudian Alma duduk disampingnya dan langsung mengurus lukanya.

"Sepertinya kau berhutang beberapa penjelasan padaku tuan" tanya Alma tanpa berpaling dari luka yang sedang diurusnya. Pemuda itu menatap Alma penuh tanda tanya, Miiracle menghela napasnya "Siapa kau? Kenapa kau bisa terluka seperti ini? Dan yang terakhir dari mana kau mengetahui keberadaanku?" Jelas Alma.

"Pertama-tama,Namaku Aaron, yang kedua aku mendapat luka saat aku jatuh dari kudaku tadi" Dia menghentikan kalimatnya dan menatap Alma yang masih sibuk mengurus lukanya "Saat terjatuh tadi, aku bertemu dengan seorang wanita, dan dialah yang memberitahuku soal dirimu"

Alma menghentikan pekerjaannya, dan menaap langsung Aaron "Seorang Wanita?" Mereka terdiam dan hanya saling menatap satu sama lain. Mereka seperti itu selama beberapa menit, waktu terasa cepat terasa saat itu, dan segalanya terasa benar.

"ehhm.." Sebuah deheman dari seorang wanita, menghentakan mereka dan memecahkan gelembung yang terjadi beberapa menit yang lalu. "Hai Aaron, maaf aku harus menyuruh mu pergi sendirian kemari, ada urusan yang harus kuselesaikan terlebih dahulu" Wanita itu masuk kedalam, dan mendekat ke arah mereka.

"Mama!?" pekik Alma yang langsung berdiri dan bersiap berjalan mendekti ibunya itu.

Wanita itu mengangkat telapak tangganya dan mengarahkannya ke arah Alma—menyuruhnya untuk tetap ditempatnya "Selesaikan saja urusanmu Alma" Dia meletakan tas besar yang dibawanya sejak tadi kelantai.

"Nyonya Ildy, tidak apa-apa, Alma sudah selesai mengurus lukaku" Kata Aaron sambil mengangkat tanggannya yang sudah dibalut dengan rapi.

Ildy menggelengkan kepalanya "Tdak Aaron, itu jauh dari kata selesai" Ildy menglihkan pandangannya ke arah Alma dan kemudian mengangguk kearahnya—seakan-akan memberikan persetujuan kepada Alma.

Alma menganguk, dan kemudian dengan lembut mendektakan lengan Aaron yang sudah dibalut itu kearahnya, dan membuka perlahan balutan kain itu.

"Kau sedang apa?" tanya Aaron binggung.

"Tenang saja Aaron, percaya saja pada kami" kata Ildy menenangkan Aaron "Lakukan Alma"

Mendengar itu, Alma mengangkat tangganya dan mengarahkan tangganya tepat diatas luka Aaron yang masih terbuka lebar. Selama beberapa detik tidak terjadi apa-apa, senyap, hanya terdengar suara aliran sungai yang berada dibelakang rumah itu. Ketika Aaron ingin mengucapkan sesuatu, dia langsung mengurungkan niatnya, dia terbelalak melihat sebuah cahaya kecil perlahan muncul di telapak tangan Alma. Cahaya itu perlahan membesar dan semakin terik, tapi anehnya cahaya itu tidak terasa panas, malah terasa sejuk dan lembut. Cahaya itu perlahan menyapu luka itu dengan lembut. Perlahan menutup luka itu, mengembalikan kondisi nya seperti sebelumnya, tanpa ada bekas sedikitpun.

Lalu perlahan cahaya itu mulai mengecil dan perlahan menghilang kembali ke tangan Alma. Aaron masih merasa takjub dengan apa yang baru saja dilihatnya itu, dia menatap ke wajah Alma yang sudah terlihat kelelahan.

"Apa yang baru saja terjadi ?" kata Aaron masih menatap Alma dengan takjub. Alma yang sudah terlihat sangat lelah berdiri, dan dengan tergesa-gesa berlari kedalam kamarnya, kemudian menutup pintu kamarnya dengan keras. Aaron mengalihkan pandangannya ke arah Ildy—mencoba mencari penjelasan.

Ildy menghela napasnya "baiklah" lalu dia menarik sebuah kursi dan mendekatkannya ke arah Aaron "Aku akan menceritakan segala hal yang kutahu tentang apa yang baru saja kau alami" Ildy berhenti sebentar, keningnya mengerut "Asalkan kau berjanji sesuatu padaku"

Aaron menatap Ildy bertanya-tanya "Janji apa?"

"Berjanji saja dulu!" Kata ildy sedikit membentak.

"Baiklah" Kata Aaron tidak peduli, dia menyandarkan punggungnya dan melipat tanggany didepan dadanya.

Ildy menghela napas, sudah tak terhitung entah berapa kali dia menghela napas "Aku mulai dari awal sekali" Aaron mengangguk saja mendengar itu "Alma bukanlah anak kandungku, dia muncul di depan pintu rumahku, di suatu malam duapuluh tahun yang lalu" Ildy mengalihkan pandangannya ke arah pintu rumah, mengenang kejadian itu "Aku masih ingat setiap detail kejadian di malam itu, aku masih ingat menemukan seorang bayi berambut coklat didalam sebuah keranjang rotan yang sangat kecil. Dia menatap ku dengan mata biru kecilnya. Aku langsung mengangkatnya dan membawanya masuk kedalam rumah"

"Apa tidak ada surat atau semacamnya didalam keranjang itu?" tanya Aaron.

Ildy menggelengkan kepalanya "Tidak ada, sebelum kau bertanya lagi, tidak ada juga orang yang mencari dia kemari. Seakan-akan Alma memang ditakdirkan datang kerumah ini, ke pangkuan ku" Mata Ildy berbinar-binar mengenang masa-masa itu.

"Tapi saat dia berumur 15 tahun, sesuatu yang aneh tejadi" Dia terdiam, ekspresinya mulai berubah "Tiba-tiba kulitnya mulai memucat, matanya perlahan berubah dari hitam menjadi warna biru, rambut coklatnya mulai kehilang warna coklatnya" Ildy menarik napasnya, seakan-akan sedang menarik bagian paling dalam dari dirinya "Seluruh teteangga mulai membecirakan dia, rumor-rumor mulai berterbangan diseluruh penjuru kota. Ada yang mengatakan kalau dia adalah seroang penyihir, ada yang mengatakan kalau dia terkutuk, ada yang mengatakan kalaua dia akan membawa kesialan kepada mereka. Hinnga suatu hari, penduduk mulai kehilangan kesabarannya, mereka mengetuk pintu rumah kami keras-keras dan menarik Alma ke tengah kota, aku sebagai seorang ibu berusaha keras menarik dia kembali ke pelukan, namun seorang warga mendorongku dan kepala ku terbentur kesebuah batu, Alma menyadari itu, entah kekuatan dari mana dia berhasil melepaskan diriny dan berlari ke arahku dan memeluk ku erat,kemudian sedetik kemudian cahaya menyilaukan mulai bersinar dari tubuhnya dan memulihkan lukaku. Aku yang menyadari itu langsung manrik Alma dan membawa lari dari kota itu dan tinggal di kubuk ini sejak saat itu" Ildy kemudian terdiam dan menatap Aaron yang juga terdiam.

Aaron menatap Ildy, masih menunggu kelanjutan dari cerita Ildy, lalu dia mulai menyadarinya "Itu saja? Tidak ada yang lain?" tanya Aaron yang masih merasa belum terpenuhi rasa keingintahuaanya.

"Untuk sekarang itu saja yang kumiliki Aaron, aku belum mencari tahu lebih jauh" lalu dia mengambil tasnya, kemudian berdiri dari duduknya "Tapi, satu hal yang kutau, hal-hal seperti hanya terjadi di wilayah musim dingin" Lalu Ildy berjalan kearah kamarnya, lalu berhenti seperti teringat sesuatu "Tidak apa apa kan, kau hanya tidur dikursi itu?"

Aaron memasang senyum terbaiknya dan membenarkan duduknya "Tidak apa-apa, aku bisa tidur dimana aja"

Ildy menganguk pelan, dia berjalan kembali ke arah kamarnya.

"Oh iya Ildy, kau belum memberitahu ku soal janji itu"

Ildy memberhentikan langkahnya lagi "Oh itu...aku mau kau berjanji untuk pergi dari sini, tempat ini sudah tidak aman untuknya" Kata ildy yang kemudian langsung masuk kekamarnya dan langsung menutup pintunya dengan keras.

Aaron mau menolak permintaan, tapi tentu saja tidak sempat. Dia mengurungkan niatnya, berusaha membuat dirinya nyaman dan perlahan tenggelam dalam tidurnya.

***

Keesokan paginya, Aaron sudah bersiap-siap berangkat dari rumah menuju ke tujuan dia berikutnya. Tak lama Alma keluar dari rumah dan membawa perbekalannya—diikuti ildy di belakangnya. Alma hanya berdiri disitu memperhatikan Aaron yang masih sibuk dengan kudanya.

Perlahn Ildy mendekati Aaron "Tolong kau jaga dia Aaron, dia memang sedikit pemalu, tapi seiring berjalan waktu dia akan memulai membuka diri padamu"

Aaron mengangguk pelan "Aku akan melakukan segala hal yang kubisa"

"Kuharap hal yang kau bisa itu memang bisa melindungi anakku" Lalu Ildy memutar tubuhnya dan ekspresi wajahnya langsung berubah lembut ketika melihat Alma "Kau bisa sendiri kan Alma?" tanya Ildy, terdengar nada khawatir disitu.

Alma menarik napasnya dan mengengam erat tangan ibunya "Tenang saja Ibu, aku sudah dewasa, aku bisa menjaga diriku sendiri kok" Alma maki mempererat genggaman, hingga tanggannya yang berwarna pucat itu mulai berwarna merah.

Mata Ildy mulai berkaca-kaca, dengan cepat dia menarik tubuh Ildy dan memeluknya erat "Segera pulang kalau urusanmu sudah selesai, aku akan terus menunggumu, selama apapun itu" Ildy mulai tersedu-sedu di pelukan Alma, dia tidak bisa menahan dirinya.

"Tenang lah bu, aku tidak akan lama, ibu juga jaga diri baik-baik ya" ucap Alma yang beusaha keras untuk tidak ikut menangis, perlahn dia mengelus punggung ibunya.

Beberapa menit kemudian, Ildy baru bisa melepaskan pelukannya, kemudian melangkah mundur selagi menyeka air mata yang mulai mengalir dari matanya. Kemudian Alma menarik kerudungnya dan menutup rambut nya yang berwarna abu-abu itu.

"Ayo naik Alma, kita harus ke kota dulu" kata Aaron sambil menjulurkan tangganya, yang langsung diterima Alma. Lalu dengan lembut Aaron membantuu Alma untuk menaiki Kuda satu-satunya yang dimiliki Ildy

Setelah Alma naik, Aaron membalik tubuhnya dan menatap ke arah Ildy "Kami pergi dulu"

Ildy mengangguk pelan, kemudian mengangkat tanggannya dan melambaikannya ke arah Alma, Alma membalas lambain tanggan itu.

Lalu Aaron naik keatas kudanya dan membawanya jalan kudanya pelan, diikuti Alma yang walaupun sudah menjalankan tanggan, tapi dia masih terus menatap ke arah ibunya dan kubuk kecil yang telah lama ditinggalinya itu.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login