Download App
75% MADFIACT

Chapter 3: Chapter 3 : Kengerian dan tujuan yang baru.

Clanniel dengan gigih berdiri melawan semua rasa sakit yang dirasakan tubuhnya saat ini. Dia menatap Laori dengan penuh ekspresi dengan gestur yang tak biasa seakan menantang Laori lewat sikapnya.

Sementara itu Laori tampak jengkel. Urat-urat yang timbul oleh tekanan otot terlihat disana-sini membuat ia tampak mengerikan dimata orang-orang yang melihatnya. Semua orang melihat kearah Clanniel terkecuali si mantan mafia itu, dia nampak tersenyum kecil dari tempat duduknya melihat situasi itu.

"Motherfucker!!" teriak Laori mengumpat dengan bahasa ibu miliknya.

Laori berlari dan berusaha menubruk Clanniel dengan kekuatan fisiknya, sedang Clanniel hanya terdiam dan menggunakan segala nalarnya untuk mencari titik hindar dari serangan yang akan dia terima.

Clanniel melihat kesuluruh tubuh Laori dan tak menemukan kelemahan sama sekali, seperti melihat monster pembunuh yang berjalan dengan emosi. Dia pun menyadari bahwa hanya menghindar-lah yang dapat menjadi solusi saat ini.

Laori melebarkan lengan kanannya untuk menjatuhkan Clanniel ke lantai dengan keras, tapi dengan cepat Clanniel melemahkan kaki kanannya dan berusaha menghindari cakupan serangan bahu Laori dengan selisih jarak yang sangat tipis.

Beruntung Clanniel berhasil mengamankan pelipis kanannya dan menghindar kearah belakang Laori.

"Sial. Jika dia berbalik aku akan langsung mati! Bagaimana ini?!" pikir Clanniel dalam hati dengan panik.

"Tunggu! Seingat-ku ini bisa saja menjadi kelemahan untuk orang berbadan besar!"

Tak butuh waktu lama untuk Clanniel dengan tanpa ragu menendang bagian belakang lutut Laori yang membuat dia tersungkur namun kemudian dengan cepat kembali berdiri dan mengatur posisi bertarungnya lagi.

"WOW," beberapa orang melihatnya dengan terkejut dan tampak begitu fokus melihat perlawanan Clanniel.

"BAJINGAN!!" umpat Laori dengan suara keras.

Dia kemudian melancarkan tendangan kearah Clanniel, hebatnya Clanniel kembali menghindar. Clanniel menebak semua gerakan dengan cara melihat kearah mana mata Laori bergerak, ia memikirkan sejumlah kekurangan Laori dari tempramen yang dia miliki saat berkelahi dan dari situ Clanniel mampu merumuskan sebuah gerakan tak biasa yang mengejutkan semua orang.

Dia hanya harus menjaga jaraknya sekitar beberapa senti meter dari serangan yang Laori lontarkan, lalu menyimak segala gerakan-gerakan yang Laori gunakan sebab Clanniel tahu pasti bahwa gerakan yang Laori gunakan adalah sebuah beladiri.

Kepala sipir beserta beberapa bawahannya yang baru saja datang menjadi kebingungan dengan keramaian yang terjadi. Tanpa banyak basa-basi mereka langsung berlari dan berusaha memecahkan situasi ini, tapi entah mengapa mereka menjadi terintimidasi setelah melihat si mantan mafia itu tengah duduk dan menyaksikan semua dengan senangnya.

"Noran, bisakah engkau menunggu sampai semuanya selesai?" tanya si mantan mafia itu sembari mengalihkan pandangannya kepada kepala sipir.

"O-oke" jawab kepala sipir dengan tergagap karena merasa takut.

"Tapi, Mancini. Bukankah ini bisa membuat si 'anak baru' itu mati, terlihat dari sini jika tubuhnya takkan mampu bergerak dengan memar-memar yang membebani-nya. Terlebih lagi Laori sekuat itu," Lanjut Noran si kepala sipir.

"Tak ada manusia yang bisa dikalahkan dengan mudah jika mereka sudah dekat dengan maut. Tubuhnya akan bergerak dengan sendirinya dan menggigit lawannya dengan tenaga terakhir yang mereka miliki seperti seekor serigala yang sekarat," balas Mancini dengan nada suara yang suram.

Sementara itu Clanniel tengah menahan beban fisik dari memar-memar yang dia terima selagi menghindari serangan yang Laori kerahkan. Kakinya mulai mati rasa dan punggungnya terasa kram hingga membuatnya semakin sulit bergerak, disisi lain Laori tak henti-henti nya menyerang dari segala arah.

"Ugh! Sial jika begini aku akan mati!. Tubuhku hanya memiliki tenaga untuk mengeluarkan serangan yang pertama dan terakhir, dimana harus aku menyerangnya dengan fisik yang ia miliki. Semuanya tampak keras karena otot-ototnya! Tunggu!? Mata! Aku harus menyerang matanya!" pikir Clanniel.

Clanniel pun menjauh beberapa langkah dari Laori menuju meja tempat dia makan tadi, dan kemudian naik keatas meja itu dengan wajah tampak lelah dan kebingungan. Semua orang yang menyaksikan begitu fokus hingga keramaian tak terdengar untuk beberapa saat.

"Huft! Huft! Kali ini kau akan mati Tikus!" teriak Laori sembari meloncat sembari mengepalkan tangan dan berusaha memukul Clanniel.

Tiba-tiba teringat perasaan itu di hati Clanniel, perasaan marah dan dendamnya yang begitu memekat di dalam dirinya.

"A-aku! Takkan mati disini Fiora dan Gio! Akan aku balaskan kematian kalian kepada MEREKA!" gumam Clanniel dan diakhiri dengan teriakkan penuh emosi.

Clanniel meloncat dari atas meja dengan tingginya. Pukulan Laori pun mengenai Clanniel di bagian paha kanannya, tapi serangan itu tak menggentarkan Clanniel saat ini. Clanniel pun memakai kedua jarinya dan memfokuskan tenaganya lalu menusuk mata Laori dengan dramatisnya.

"AGH!!!" Laori berteriak kesakitan sembari meraba-raba matanya.

Sedangkan Clanniel terjatuh ke lantai dan tak mampu berdiri lagi. Dia kemudian menatapi Laori yang tengah merasakan serangan yang Clanniel lontarkan dan di saat yang bersamaan fokusnya berubah melihat kearah para sipir yang tampaknya mulai membekuk mereka.

Matanya melihat ke sekelilingnya dan terlihat seluruh tahanan tercengang oleh apa yang mereka lihat barusan. Semuanya tampak terkejut dan beberapa mulai berseru dengan senangnya karena keseruan yang telah mereka lihat.

"Woah!"

"HAHAHAHA KAU BOLEH JUGA ANAK BARU!" seru para tahanan membanggakan kemenangan Clanniel.

Seketika Noran mulai memecahkan situasi dan keramaian yang terjadi. Dia juga menyuruh beberapa penjaga dan sipir untuk membuat para tahanan kembali ke tempat mereka semula.

"BUBAR KALIAN SEMUA!" seru Noran dengan nyaring.

"KAU DAN LAORI IKUT AKU!" ucap Noran dengan ketegasan yang tampak seakan dibuat-buat.

"AGH!" teriak laori dengan air-mata yang membasahi pipinya.

Pada detik-detik itu Clanniel mulai merasakan keram dan mati rasa di seluruh tubuhnya, kepalanya mulai terasa pening karena tubuh lemah yang dipacu olehnya. Semua yang dilihatnya itu adalah hidangan penutup dari kesadaran dan tenaga yang perlahan meredup.

Seolah hanya terjadi sekejap mata, Clanniel mulai membuka matanya dan memfokuskan pandangan matanya. Terlihat daripadanya sebuah langit-langit yang asing tak seperti sel yang ia diami sebelumnya, tembok putih dan sebuah celah kecil di ujung dinding untuk udara masuk.

"Guh," Clanniel mulai mengangkat badannya dan mendudukan dirinya dengan sekuat tenaga.

Lalu terpampang jelas dari matanya sebuah pintu besi yang tebal dan bahkan cahaya pun tak diberi tempat olehnya untuk menyinari ruangan, beruntungnya celah kecil di ujung atas tembok memberikan pencahayaan meski tak terlalu terang adanya.

'Srekkk' suara sebuah sekat yang dibuka pada pintu besi itu.

Lalu dari sekat itu terlihat mata seseorang yang nampaknya adalah sipir yang bertugas untuk menjaga Clanniel dari luar.

"Kau sudah terbangun?" suaranya tak asing di telinga Clanniel.

"Kugh?! Kau kepala sipir Noran kan?-"

"Kau tak perlu tahu! Hanya satu hal yang harus kau ingat, kau telah menyusahkan diriku!!" sela orang itu sembari berteriak marah kearahnya.

"Mulai hari ini, selama 2 bulan kau akan di karantina disini. Makanan akan di berikan setiap 9 jam sekali-" lanjutnya dengan singkat sembari menutup kembali sekat itu.

Clanniel pun terdiam dan terlihat dari matanya rasa putus asa, ekspresinya begitu takut layaknya seorang pengecut. Tapi tak lama timbul sebuah rasa ketenangan yang diiringi dengan sedikit kepuasan di dalam hatinya, lalu tersingkap kembali momen-momen ketika dia berkelahi dengan Laori layaknya seorang yang sejati.

"Mau tak mau semua sudah terjadi. Kini dunia adalah rimba sebab tak ada lagi rumah bagiku, dan semua manusia adalah binatang yang berbahaya di dalamnya," pikirnya dengan ekspresi tenang tapi terasa sedikit kengerian dibalik keheningan itu.

Rasa haus yang timbul serta kebencian yang mengikat dia, kini bersatu membahu membentuk Clanniel yang baru. Sosok buas itu kembali terlihat dari mimik wajahnya dengan gestur fokus yang begitu kental membawa hawa tak enak bagi orang yang melihatnya.

"Besi menajamkan besi. Dunia ini dan segala binatang yang membuat hidupku begini akan mati dibawah kakiku dengan menjerit meminta rasa kasih ku. Aku bersumpah akan membalaskan semua dendamku sampai ke titik darah penghabisan!!"

Kini akal dan pikirannya terpusat pada satu hal yang dipandang 'mulia' oleh dirinya, yaitu dendam.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login