Download App
16.38% VOLDER

Chapter 68: Chapter 68

Rapat Laporan akhir tahun yang berjalan lambat sejak pagi ini membuatku jengkel. Terutama beberapa pengacara junior yang belum mempersiapkan tugasnya dengan baik hingga banyak waktu rapat terbuang sia-sia.

"Kasus penggelapan dana perusahaan Lite Entertainment..."

Kata-katanya teredam oleh rasa bosanku, jika bukan karena aku harus berada disini aku pasti sudah kembali lebih awal untuk makan siang bersama Lana.

Lalu Lana akan memakanku, heh.

Kusembunyikan senyumanku saat mataku tidak sengaja bertatapan dengan sekretarisku.

"Hasil dari pengadilan dan keputusan banding..."

Kulayangkan pandanganku pada jendela di sisi kananku.

Seharusnya hari ini kami menggunakan ruang rapat di lantai delapan tapi divisi lain sedang menggunakannya juga jadi kami pindah ke lantai dua.

Cuaca yang cerah di luar membuatku ingin mengajak Lana makan siang di luar, tapi Lana belum benar-benar bisa mencerna makanan biasa Ia masih bergantung delapan puluh persen dari darahku.

Awalnya aku khawatir karena beberapa kasus transisi Leech memerlukan darah Volder yang mengubahnya, tapi Lana bisa bertahan selama ini hanya dengan darahku.

Seperti kasus Ella yang akhirnya membutuhkan darah Alice dan Alastair sekaligus. Aku tidak ingin membayangkan Lana menghisap darah Carleon dan wajah jeleknya yang tersenyum puas padaku karena Lana membutuhkannya.

"Kasus berikutnya, pembunuhan eksekutif muda di distrik..."

Aku setengah tidak mendengarkan penjelasan staff yang merekap seluruh kasus-kasus besar yang baru saja selesai ditangai bulan ini.

Di seberang gedung ini, tiga mobil SUV berhenti beriringan lalu beberapa orang dengan kemeja hitam keluar darinya.

Sepertinya seseorang yang penting sedang mengujungi daerah perkantoran ini.

Itu yang aku pikirkan... hingga aku melihatnya masuk ke dalam salah satu SUV itu, tapi sebelumnya Ia menengadah ke arah gedung ini dan tersenyum seakan-akan Ia tahu aku sedang melihatnya.

Carleon.

Seperti disiram air dingin aku membeku di tempat selama sepersekian detik sebelum berdiri tiba-tiba dan keluar dari ruangan, lalu berlari menuju lift.

"Tidak, tidak, tidak... Lana baik-baik saja." kataku berusaha menenangkan jantungku yang berdebar keras. Kudorong seseorang yang akan masuk ke dalam lift, satu-satunya jalan tercepat adalah menggunakan lift di basement yang menuju langsung ke penthouse. Tiga menit terasa seperti selamanya saat akhirnya aku berada di lantai penthouse.

"Lana!" teriakku saat keheningan yang menyambutku. Lututku terasa lemas tapi kupaksa kakiku tetap berjalan mengecek kamar satu per satu.

"Lana!" Jantungku yang berdebar keras hampir berhenti di tempat saat mendengar suara shower di kamar mandi menyala. Kudobrak pintunya hingga terbuka dengan suara keras.

Lana baru membuka cardigan yang Ia kenakan terkejut saat melihatku, "Greg? Kau sudah kembali?" lalu ekspresi panik merayapi wajahnya. "Ada apa?"

Aku berjalan ke arahnya dengan cepat lalu menariknya ke dalam pelukanku. Butuh waktu beberapa detik hingga otakku dan hidungku dapat menangkap apa yang kucium.

Bau paling menjijikan yang pernah kucium sepanjang hidupku. Perlahan kulepas pelukanku lalu mundur satu langkah darinya.

"Greg?"

Aku tidak tahu apa yang harus kurasakan saat melihat ekspresi bersalahnya. Jadi Lana mandi untuk menghapus bau Carleon darinya.

"Kenapa kau tidak mengatakannya padaku, Lana?" tanyaku dengan suara serak.

"Greg, aku tidak bermaksud—"

Dengan kening berkerut jijik aku menatapnya kembali, "Apa kalian berdua sedang mempermainkanku?"

"Greg! Kumohon biar aku jelaskan."

"Kalau begitu jelaskan!" teriakku membuatnya terlonjak kecil karena terkejut. Bibir bawahnya sedikit bergetar saat Ia mulai berbicara. "Carleon—"

"Oh, jadi kau menyebut namanya sekarang?" potongku dengan amarah yang tidak terbendung.

"Aku membutuhkan darahnya, Greg!" untuk pertama kalinya Lana meninggikan nada suaranya padaku. "Kau tahu aku tidak bisa bertahan hanya dengan darahmu walaupun darahmu juga sama kuatnya."

"Sejak kapan?" tanyaku dengan nada yang lebih rendah, "Sejak kapan kau dan Carleon melakukannya, Lana?"

"Sejak awal... saat kau sedang tidak ada di rumah. Awalnya aku tidak ingin melakukannya, tapi tubuhku terasa sangat lemah saat itu dan Ia memaksaku. Aku tidak bisa memberitahumu..."

"Lalu bagaimana sekarang? Apa aku harus berpura-pura tidak mengetahuinya besok? Atau aku harus menunggunya untuk membunuhnya?" rasa cemburuku saat ini lebih besar daripada akal sehatku.

"Greg..." beberapa air mata menetes dari sudut matanya. "Aku tidak akan pernah melukaimu dengan sengaja. Car— Ia tidak akan kembali lagi."

"Bagaimana kau tahu?! Kalian sudah merencanakannya? Jika aku tahu maka Ia tidak akan datang lagi, seperti itu? Aku bersumpah Lana jika Ia kembali aku akan membunuhnya, bahkan jika hal itu membunuhku sekalipun."

Tangannya yang bergetar bergerak untuk menutup mulutnya, "Bahkan jika hal itu membunuhku juga?" tanyanya dengan suara bergetar.

Nafasku tercekat di tenggorokanku.

Aku baru menyadari si brengsek itu sudah mengatakan semuanya pada Lana.

Dengan marah kakiku melengkah mendekatinya lalu mendorongnya hingga punggungnya menyentuh dinding kamar mandi. Bau Carleon yang mendominasi membuatku mual tapi kupaksa diriku untuk menerimanya.

"Greg—"

"Diam." potongku sambil menangkup wajahnya dengan kedua tanganku lalu menciumnya dengan sangat dalam.

Aku tidak memberinya waktu untuk bernafas, tanganku bergerak untuk melepas kancing kemejanya satu per satu lalu melepasnya dengan paksa dari tubuhnya.

Kedua tangan Lana mencoba mendorongku menjauh tapi aku hanya bergerak sedikit, kedua mata abu-abunya yang basah menatapku dengan pandangan bertanya dan bingung.

"Paling tidak biarkan aku menghapus baunya darimu, Lana."

***

Saat aku terbangun matahari baru saja terbenam, Lana masih tertidur nyenyak di sebelahku. Kucium keningnya sekilas sebelum aku keluar dari selimut.

Dengan hati-hati aku turun dari tempat tidur agar tidak membangunkannya. Setelah mengenakan celana piyama dan kaosku aku keluar dari kamar dan mencari handphoneku yang masih berada di saku celana kerjaku.

Kurasa aku masih meninggalkannya di lantai kamar mandi semalam.

Aku tidak bisa berdiam diri lagi. Carleon sudah berada di Manhattan, itu artinya Ia diutus oleh Vlad untuk mengawasiku... atau mungkin untuk mengawasi keadaan saat ini.

Walaupun Vlad bilang Ia hanya akan menggunakanku sebagai senjatanya untuk melenyapkan Luke Lancaster, tapi kurasa bukan hanya itu yang diinginkannya.

Sudah lama Vlad menghindari kami. Sejak insiden di antara aku dan Alice, entah bagaimana caranya Nick berhasil menyelamatkanku dari cengkeraman hukuman klan Vlad.

Aku akan bertanya pada Nick nanti.

Saat ini aku harus bertemu Carleon untuk menghajarnya karena berani muncul di depan Lana lagi.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C68
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login