Download App

Chapter 2: Belangkon

Berita tentang pandemi Covid-19 makin meluas di seluruh penjuru dunia, itu kalau beneran ada alien di luar angkasa sana, pasti mereka lagi ngegosip tentang keadaan bumi.

"Ihh, Jeng. Tau gak sih kalau penghuni Bumi sedang kena musibah wabah virus."

"Masa sih, semoga deh ya itu virus gak ke planet kita, Jeng."

"Ngomong-ngomong yang narik arisan kali ini siapa, Jeng?"

Seperti itulah Kira-kiranya, eh tapi apakah benar mereka menggosip seperti itu ya?

Namanya juga berita heboh yang tersiar di seluruh penjuru Bumi ini, semua emak-emak pada sibuk ngegosipin virus tersebut. Ada yang gak percaya, meremehkan, takut, sampai menyangka itu hanyalah sebuah pengalihan isu. Isu muatamu picek (matamu picek).

Setelah selesai makan gue keluar rumah mencoba menenangkan diri ini dari setumpuk pikiran tentang kecocokan mimpi tadi malam dengan kejadian wabah virus covid-19.

"Kok bisa sih itu mimpi bentuknya sama dengan kejadian sekarang." Gue berkata pada diri sendiri.

"Mumet gue jadinya."

Udara segar di pagi hari menyambut indra penciuman gue, enak dan segar. Aroma rumput dan daun pada pohon sangat terasa pada udara di pagi hari. Namun belum juga puas menikmati udara segar itu, ada aja perusak suasana. Sesuatu aroma yang menusuk paksa indera penciuman ini.

"Juanc*ok! Pagi-pagi ngopo ada bau buntang sih?"

(Kata umpatan, ngapa)

Gue menjauh dari area bangkai tikus yang terlindas oleh kendaran, kasihan keluarganya yang di tinggal tulang punggung mereka.

Perjalanan gue lanjutkan menuju gubuk di persawahan, ada alasan mengapa gue lebih milih ke sana. Ya karena cuma itu doang yang ada di desa gue, petakan ladang sawah membentang luas di desa ini.

"enake kahanan sawahan," ucap gue ketika duduk menyender di bilik gubuk yang terbuat dari perpaduan kayu dan bambu.

(Enaknya suasana persawahan)

Lantunan suara kicau burung mengisi sunyinya bunyi di ladang persawahan, angin sepoi-sepoi membantu kekosongan itu agar menjadi lebih menyenangkan. Gue paling suka dengan suasana ini, tenang dan damai. Jauh dari kata-kata yang menjerumuskan ke jurang dosa.

"As*u!" Gue terperanjat kaget karena ada seekor binatang yang melintas di kaki gue.

(Nama lain dari binatang peliharaan)

"Ealah kowe mengagetkan gue, Kus."

(Kamu)

Binatang yang mengagetkan gue itu rupanya adalah tikus sawah, binatang ini adalah hama bagi para petani yang menanam padi di sawah. Mereka suka menghancurkan tanaman padi ketika musim panen telah tiba.

"Eh-."

"Sek, sek. kowe kan hama."

(Tunggu, kamu)

Sontak gue langsung mengambil tongkat pemukul yang tersedia di gubuk untuk membunuh para hama padi, dengan perlahan gue mendekati dia agar tak ketahuan akan niat jahat gue membunuh dia.

Buggh!

"Kena opo ora ya," kata gue yang memalingkan pandangan ketika memukul hewan itu.

(apa, tidak)

Ternyata pukulan yang gue lancarkan tidak mengenai sasaran, terlihat dari tikus itu masih berada tidak jauh dari gue. Tikus itu sibuk menggigiti padi yang telah dia dapatkan sambil menatap seakan mengejek pukulan gue yang gak mengenai dia.

"kowe nantang gue rupane," kata gue mengacungkan pukulan itu kepada tikus itu.

(Kamu menantang, rupanya)

Dengan cepat gue mengejar tikus itu, ketika dekat pukul dan gak kena. Itu terus terjadi seperti kisah film anak-anak Tom and Jerry, begitulah gue mengejar dan memukulnya. Sampai gue tidak menyadari pijakan di depan itu sangat licin, dan akhirnya gue terjatuh ke dalam sawah.

...

Ibu gue terkaget-kaget bukan kepalang ketika melihat anaknya penuh lumpur dari kepala sampai kaki.

"Kowe dari mana toh, Le?" tanya Ibu.

"Iki loh, Buk. Tadi aku ngejer curut di sawah, tapi gagal. Dan aku jatuh ke sawah, Pakde Jarwo."

"Ealah, Le, Le. Wes sana mandi dan ganti bajumu, Le."

(panggilan untuk anak cowok)

"Inggih, Buk."

(Iya)

Hari yang tidak menyenangkan yang gue rasakan sekarang, udah mimpi buruk, eh jadi kenyataan, dan lagi gagal habisin hama tani, malah jatuh ke sawah. Tapi untungnya hari ini Bapak dapat rejeki lebih dan bisa makan nasi goreng enak buatan Ibu.

...

Hari telah berganti, dimana bulan beristirahat dan Matahari menggantikan menjaga sistem tata surya. Gue siap-siap untuk pergi sekolah, karena hari ini akan upacara bendera. Dengan hanya sarapan ubi rebus dan teh hangat untuk mengisi tenaga di pagi hari, gue berangkat ke sekolah dengan membawa sepeda motor yang bapak belikan.

Motor keren yang jadi kesayangan gue selama ini, ya iyalah cuma itu motor satu satunya doang, kalau ada motor baru mah gue tinggalin ni motor. Tapi bohong.

Ya gak mungkin gue buang ini motor, karena ini pemberian dari hasil jerih payah bapak bekerja di ladang.

Sesampainya di Sekolah SMA Negri 212, gue langsung memarkirkan kendaran di halaman yang telah di sediakan. Hiruk pikuk siswa-siswi memasuki sekolah yang satu-satunya ada di desa ini, tapi ini sudah memasuki daerah kota, sebenarnya sih ada juga lain, tapi jarak tempuhnya terlalu jauh. Dan gue gak sanggup ke sana karena terbatas uang bensin yang bapak kasih.

Gue mengambil HP dan memakai headset, memutarkan lagu pop yang ada di playlist lagu di Handphone gue. Mau tahu kenapa gue bisa beli alat canggih ini, padahal keuangan keluarga gue pas-pasan. Itu karena gue berhasil memenangkan beberapa lomba cerdas cermat, uang yang gue dapatkan dari hasil juara 1 cerdas cermat itu gue simpan setengahnya dan sisanya di berikan ke ibu sebagai tambah-tambah beli makan.

Gue gak mau jadi anak-anak lainnya yang mengeluh dengan keadaan yang di berikan sejak lahir sampai sekarang, udah miskin bodoh pula. Berbeda dengan gue walaupun miskin, gue tetap harus menjadi pintar agar bisa merubah nasib perekonomian keluarga.

"Hoi belangkon!" teriak seseorang memanggil gue.

Gue mencoba mencari arah suara panggilan itu, dan ternyata itu sahabat gue.

"Yo watsap, Bro." kata gue.

"Lambemu, salah itu. whatsapp bukan watsap," ucapnya menjelaskan pengucapan yang benar.

(Mulutmu, Ada apa)

"Nah itu yang gue maksud."

"Lu udah buat PR gak, Lan?"

"Udah dong," kata gue menyombongkan diri.

"Nyontek dong! gua ketiduran tadi malam."

"Wedus kowe, Bud, Bud."

(Kambing kamu)

Dia sahabat gue namanya pasaran, eh salah maksudnya nama dia itu Budi Setiawan. Kenapa gue bilang pasaran, karena nama dia selalu ada di mana-mana, bahkan sampai ke contoh pelajaran anak SD. Ini bapak Budi, ini ibu Budi, ini kakak Budi, ini adik Budi. Gue penasaran nama ibu, bapak, kakak dan adiknya Budi.

Kembali lagi ke kisah sahabat gue ini, kita sudah berkenalan sejak kecil, karena dia adalah teman main gue. Perbedaan penampilan kontras terlihat dari gue dengannya, dia terlahir dari keluarga ekonomi stabil. Bapaknya jadi salah satu pemimpin di instansi pemerintah, dan ibunya membuka butik di kota. Alasan kenapa gue bisa menganggap dia menjadi sahabat, ya karena untuk mendapatkan uang tambahan darinya. Percaya? Iya enggak lah.

Budi ada salah satu anak yang berbeda dari anak orang kaya lainnya, dia tidak pernah membanggakan harta milik orang-tuanya. Karena dia tahu kalau itu bukan harta dari kerja keras dia, Budi selalu rendah hati dan suka menolong sesama. Terbukti dengan dia menolong gue membelikan sepatu untuk gue.

Gue adalah senior dari junior, dan junior dari senior, kenapa gue bilang gitu, karena kelas gue berada di tengah-tengahnya. Bisa jadi senior di sisi A dan jadi junior di sisi B karena gue sudah kelas XI atau kelas 2.

Ketika gue berjalan dengan Budi, terdengar suatu suara dari makhluk terindah yang pernah gue temui. Wajah cantik dan anggun terhias dari pemiliknya, rambut hitam panjang melengkapi kesempurnaan darinya.

"Bud, Bud," kata gue memanggil dia.

"What happens aya naon?"

(arti keduanya adalah ada apa)

"Ibu Pertiwi di hati gue, Bud." Wajah gue bersinar-bersinar melihat sosok wanita itu.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login