Download App

Chapter 4: Bertemu Dengan Keluarga Paulo

Cukup lama Maria menghibur Zen dengan cara menepuk punggung Zen yang memeluknya sangat erat. Tak lama pria itu melepas pelukan lalu memandang pada Maria. "Terima kasih."

"Sama-sama." Zen lalu mundur kemudian menjatuhkan pandangan pada tiga makam di depannya.

"Balas dendamku bukan sekadar untuk menjatuhkan mereka yang menghinaku tapi keadilan Ibuku ... jika benar mereka terlibat dalam kecelakaan tunggal itu mereka harus dihukum. Apa kau tak menginginkan hal itu terjadi?" Sepasang mata Maria menjadi dingin.

"Tentu saja tidak, aku ingin Taffy mendapat hukumannya karena telah berbuat salah terhadapku. Akan aku buktikan pada mereka bahwa wanita itu bukanlah makhluk yang lemah." Zen menyunggingkan senyum smirk.

"Kalau begitu buktikanlah padaku. Beberapa hari lagi kita akan bertemu mereka, aku ingin memperkenalkanmu pada mereka tentang istri baruku."

"Apa kau berhubungan dengan mereka?" Pria itu mengangguk.

"Tunggu, bukankah mereka yang menjadi targetmu? Kenapa kau--"

"Maria, Ibu Lizzy mengatakan padaku jika kita harus menjaga hubungan baik itu lawan atau kawan agar kita mendapat informasi yang penting selain mencarinya di belakang mereka." potong Zen dengan masih menampakkan senyum sinisnya.

"Apa kau tak keberatan?" Maria terdiam. Pandangannya kini beralih lagi pada tiga makam di depannya sekarang.

"Tidak, jika itu yang kau mau aku akan menurutinya. Lakukan apa saja yang menguntungkan bagi kita,"

"Baguslah kalau begitu." Maria mendekat beberapa langkah lalu merapatkan kedua tangannya dalam satu genggaman, menutup matanya membuat Zen bingung.

"Apa yang kau lakukan?"

"Berdoa meminta restu. Kita akan melawan mereka jadi harus mendapat restu dari orang-orang terbaik, seperti yang kau katakan Ibu Lizzy menurutmu adalah orang yang hebat jadi aku meminta restunya agar bisa berpura-pura seperti dia." jelas Maria tak mengubah sikapnya.

Zen terdiam kemudian mengikuti gerakan Maria sampai cukup lama. Dalam hati mereka berdua berharap bahwa apa yang mereka inginkan bisa terlaksana dengan baik.

💟💟💟💟

Beberapa hari berlalu, Maria dan Zen akhirnya menuju kediaman Paulo. Meski enggan namun Maria mencoba menetapkan hati. Dia pun memilih melihat di jendela mobil dengan pandangan kosong. "Aku tahu ini sulit untukmu tapi jika kita memperlambat rencana kita maka makin lama juga Pembalasan Dendamnya."

Maria tak membalas ucapan Zen. Dia lalu memberikan sebuah ponsel pada Maria dan hal itu sukses membuat perhatian wanita itu tertuju padanya. "Apa ini?"

"Lihat saja." Maria mengambil ponsel tersebut sembari membaca tajuk utama artikel yang tampak. Sepasang matanya membulat sedang tangannya mengepal amarah.

"TAFFY PAULO AKHIRNYA MENIKAH DENGAN INDRIANA, KEKASIHNYA." Terlihat juga artikel itu diposting lima bulan lalu.

"Kenapa kau memberikanku ini?"

"Pastinya untuk membakar amarahmu. Jika kau memasang wajahmu begitu mereka pasti tak akan yakin dengan akting kita." Maria mengigit bibir bawahnya.

"Jangan khawatir aku tahu apa yang aku lakukan," balas Maria kesal.

"Maka lakukan dengan baik." Karena sibuk berbincang, mereka tak sadar jika mobil yang mereka kendarai sudah masuk ke halaman depan kediaman Paulo.

Zen keluar terlebih dahulu dan layaknya suami baik dia membuka pintu mobil untuk Maria. Begitu wanita itu keluar, dia mengedarkan pandangan ke halaman rumah. 'Tak ada yang berubah.'

Mereka lalu bergerak menuju pintu utama kediaman Paulo dan Zen memberikan lengannya agar Maria mengalungkan tangannya. Maria menatap sebentar pada Zen dan segera mengalungkan tangannya. Zen tersenyum. Pria itu kemudian membuka pintu utama lalu secara bersama-sama melangkahkan kakinya masuk.

"Selamat datang Tuan Zen," sapa kepala pelayan pada Zen yang masuk.

"Tuan Besar telah menunggu anda." Zen mengangguk sementara Maria menatap kepala pelayan yang sangat dia kenal itu. Namanya James. Semua orang memperlakukan dia dengan buruk tapi tidak dengan Kepala Pelayan Paulo itu.

Bahkan James salah satu orang yang bersimpati. Cukup sedih karena mengingat mengapa orang sebaik James harus bekerja pada orang-orang kejam yang tak punya hati. Dia pun memberikan penghormatan pada Zen yang notabenenya adalah anak yang tak dianggap oleh keluarga ini.

"Ini pasti Nyonya Lizzy bukan?" Maria memberikan senyuman tipis.

"Silakan masuk." Mereka kemudian bergerak menaiki tangga. Tangga yang sama, aroma yang sama dan segalanya membuat Maria agak muak.

"Aku agak heran Zen, kalau kau adalah anak dari seorang pembantu dan tak dianggap sebagai keluarga, mengapa kali ini kau bisa masuk?" tanya Maria selepas James pergi.

"Karena aku salah satu pewaris dari kerajaan bisnis keluarga Pranaja."

"Kau bukankah anak angkat? Kenapa mendadak jadi pewaris kerajaan."

"Karena anak-anak kandung Ibu Lizzy tidak ada yang mau mengelola perusahaan. Vendri Pranaja adalah Presdir dari Perusahaan Pranaja tapi dia sudah tua dan menginginkan pensiun untuk hidup bersama istrinya dan putra bungsunya. Vella Pranaja adalah kembaran dari Kakak Vendri, dia pun hanya ingin menjadi seorang istri dan Ibu rumah tangga lalu yang terakhir putra bungsu Ibu Lizzy, Erick Pranaja memiliki kehidupan yang dia pilih. Dia sekarang bahagia dengan putra dan istrinya.

Dua kandidat lain masih kecil yang membuat aku otomatis menjadi seorang Presdir menggantikan Kakak Vendri."

"Jadi itu sebabnya kau---"

"Ya sepertinya mereka menginginkan warisanku dari Ibu Lizzy."

"Ukh! Dasar keluarga yang tak tahu malu?!" ejek Maria dan hendak mengeluarkan sumpah serapahnya namun itu sebelum suara lelaki tua menginterupsi.

"Zen!" Maria tertegun meski berjalan. Tak jauh dari hadapannya ada seorang pria tua memberikan senyuman ramah pada mereka. Dia adalah Tuan Besar dari rumah ini. Nicholas Paulo.

Pria tua ini dikenal sebagai seorang pria tua yang baik dan ramah di mata Maria. Selain James, Nicholas adalah pria yang membela Maria dan selama beberapa tahun pernikahan, Maria merasa aman jika di dekat Nicholas.

Ingin rasanya Maria memeluk pria tua itu sama seperti yang dia selalu lakukan saat masih menikah dengan Taffy. "Ah kakek, selamat pagi." ucap Zen ramah.

"Kau datang tepat waktu, dari tadi Kakek mau menghubungimu tapi karena kau ada di sini, Kakek jadi lega." Nicholas lalu memandang pada Maria yang matanya berkaca-kaca.

"Apa ini istrimu?" Zen memandang pada Maria, menyenggol sedikit lalu berbisik untuk tak memasang wajah sedih seperti itu.

"Salam kenal kakek, namaku Lizzy." Nicholas mengangguk paham.

"Sama seperti yang kau katakan Zen, dia mirip sekali dengan Nyonya Lizzy Cetta bahkan kalau dilihat, dia sama dengan Ibu angkatmu."

"Mungkin cuma perasaan Kakek saja,"

"Bibi Susi, di mana kau?! Aku sudah terlambat untuk ke arisan!" Suara cemprang dari seorang wanita yang baru saja turun dari menghentikan perbincangan di antara ketiganya. Nicholas mendecak dan memasang wajah muka marah kala melihat si wanita berjalan turun.

"Indri! Aku tahu kamu itu sedang hamil tapi sopanlah sedikit! Kau pikir ini rumahmu saja?!" Wanita yang bernama Indri itu terdiam kemudian mengerucutkan bibir tanda kesal. Sepasang matanya kemudian bertemu dengan Maria yang lalu melihat pada perut buncit milik Indri. Sekali lagi muncul kemarahan dalam diri Maria.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login