Download App

Chapter 127: Anak seperti Jay

Ketika pintu terbuka Kenan melihat barang-barang sudah berserakan dibawah lantai. Dia tak peduli tentang hal itu yang dia pedulikan sekarang adalah dimana Jay. Matanya memandang kesudut lain dimana ada anaknya disudut ruangan. Dia terduduk dengan kaki yang menekuk dan kepala tertunduk. Dia terus memegangi kakinya sendiri. Jay Menangis. Jesica kini menghampiri anaknya dan duduk tepat dihadapannya.

"Abang Jay…." Panggil Jesica dengan lembut. Rambut anaknya dibelai denga penuh kasih sayang, tidak ada lagi kekesalan yang dia tunjukkan seperti sebelumnya. Dia menunduk sedikit mencoba melihat ke arah wajah anaknya yang masih belum mau menampakkan wajahnya sendiri. Kenan ikut duduk disana sementara Ara, Kay, dan Dariel hanya bisa memperhatikan adegan itu. Suara tangisan Jay terdengar begitu menyayat hati ibunya.

"Sayang....." Jesica semakin mendekat.

"Ayo kita ngobrol. Orang dewasa itu kalo ada masalah pasti ngobrol, bukannya abang udah dewasa?." Kenan membujuk namun Jay sepertinya masih enggan untuk berbicara sekarang. Mereka masih menunggu disana menunggu Jay siap untuk menceritakan isi hatinya.

"A…aku bikin malu keluarga ya dad?" Jay dengan suara seperti seseorang yang cegukan karena tangisannya. Kepalanya masih tak mau ditampakkan.

"Engga. Kata siapa?kenapa harus mikir gitu?"

"A…pa opa ma…marah?"

"Iya opa marah tapi bukan sama abang. Sama orang yang bikin berita itu. Abang itu ga usah berpikir kaya gitu, yang dibilang berita itu bohong, semunya salah."

"Engga!!!Mereka ga bohong, mereka bener aku pernah berobat, mereka bener aku ga kaya orang lain."

"Tapi mereka ga tahu kamu berobat buat apa. Mereka salah soal itu, yang mereka tulis itu kebanyakan salahnya daripada benernya. Abang ga gila, buktinya abang bisa sekolah, punya temen, punya rumah, punya keluarga. Tahu ga bang kalo orang gila itu biasanya dipinggir-pinggir jalan…"

"Yang ga mandi itu?"

"Iya, kan kalo abang sehat, mandi aja abang sehari bisa 5 kali saking pingin bersihnya." Ucapan Kenan membuat Kay melihat ke arah lain. Dia ingin tertawa dengan percakapan mereka tapi dia tahu itu tidak sopan.

"Bang….biarin aja yang kaya gitu. Jangan didengerin oke."Jesica mencoba menenangkan.

"Aku ga papa sama beritanya aku cuman malu sama keluarga daddy yang lain, gara-gara aku mereka kebawa-bawa. Gara-gara aku nama SC bisa jadi buruk, gara-gara aku kakak-kakak aku bisa kena ejek juga." Jay dengan suara tangisnya.

"Coba liat daddy.." Kenan ingin melihat wajah anaknya. Kini Jay mengangkat kepalanya terlihat matanya yang masih basah.

"Daddy ga pernah malu punya anak kaya abang, uncle juga engga, opa juga engga, semuanya ga malu punya abang. Yang abang harus tahu kita lagi belain abang kalo kita malu kita udah marahin abang sekarang. Soal perusahaan itu gampang, abang ga usah mikirin itu, brand SC bisa jadi buruk iya bener tapi paling beberapa hari atau bulan dan itu bisa diperbaiki lagi, yang lebih daddy khawatirin abang bisa ga nerima kaya gini?perusahaan itu cuman ibarat benda mati beda sama abang punya perasaan, punya hati. Perusahaan besok-besok bisa diatur sama kakak tapi kalo abang apa bisa daddy maksa-maksa abang harus kaya gini harus gitu?kan engga. Abang juga punya keinginan ga kaya perusahaan yang bisa nurut aja."

"Aku ga mau ke SC dad…."

"Iya ga usah, abang mau kesana kek mau engga kek gimana abang."

"Aku pingin ketemu opa…"

"Iya nanti kita ke rumah opa."

"Sekarang abang mau gimana?kita pergi aja sementara waktu mau?biar abang agak tenang. Terserah abang mau kemana." Ucap Jesica namun anaknya masih bingung.

"Bang…jangan ngerasa sendiri atau takut. Abang punya Daddy, punya mommy, punya kakak. Mereka tuh ga akan bisa ngelawan kita. Mereka cuman pingin liat abang sedih kalo sekarang abang sedih mereka seneng. Mau bikin mereka yang jelek-jelekin abang seneng?"

"Mommy jahat marahin aku."

"Maaf sayang, mommy tuh khawatir kalo abang tahu abang bakal kaya gini nih. Udah jangan nangis. Abang maunya gimana?" Jesica mengusap area mata Jay yang basah dengan air matanya sendirinya.

"Sekarang abang harus belajar ngambil keputusan. Kalo abang milih disini artinya abang harus kuat denger berita itu sampai penyelidikan kita selesai, ga boleh ada drama nangis-nangis atau ngamuk-ngamuk." Kenan mencoba bersikap tegas pada anaknya.

"Aku ga suka liat wartawan itu."

"Ya udah oke kita pergi." Jesica menarik kesimpulan dari komentar Jay tadi.

"Dariel sama kakak mau ikut ga?"

"Aku kayanya ga bisa dad, aku bakalan urusin perusahaan.." Jawab Ara.

"Aku bakalan disini aja dad…" ucap Dariel.

"Kay harus ikut, jaga mommy. Daddy ga ikut."

"Kenapa daddy ga ikut?" Jay protes.

"Denger ya bang, daddy bakalan urusin ini semua supaya waktu abang pulang semuanya udah beres. Tugas abang cuman satu. Tenangin aja pikiran abang dulu sampe abang udah siap pulang dan daddy jemput. Abang pergi sama, Mommy, sama Kris, sama Kay."

"Sekolah aku?"

"Kita bisa urusin itu nanti."

"Kay juga sekolah." Jay jadi tak enak membawa-bawa Kay ke dalam urusannya.

"Aku bisa online telepon dosen aku."

"Tuh..denger, Kay ga masalah soal abang. Udah ya…ini yang diperluin abang. Abang ga usah cemas lagi. Mommy tahu abang belum siap soal ini, kita belajar pelan-pelan. Dengan abang mau denger, abang tahu dan abang mau ngobrol ini sama kita berarti abang mau dewasa. "

"Aku ga suka mereka foto-foto aku, aku ga suka foto aku nanti ada di tv-tv. Aku ga mau."

"Kita ga usah nonton tv, ga usah liat apapun." Jesica terus menenangkan Jay dari segala ketakutannya. Selesai ber-drama di kamar Jay. Ara dan Dariel masuk kedalam kamarnya.

"Huh...cape banget hari ini." Ara mengeluh dengan langsung berbaring ditempat tidurnya sementara Dariel mulai membuka satu persatu kancing kemejanya.

"Kaget aku liat Jay gitu lagi."

"Apa kabar aku selama bertahun-tahun harus nerima kejutan dari setiap tingkah dia. Ga kebayang deh jadi mommy sama Daddy harus ekstra ngurusnya."

"Kalau kita punya anak kaya Jay apa kamu bakalan tinggalin dia?."

"Enggalah gila..." Ara langsung terduduk sambil menatap Dariel.

"Adik aku gitu aja aku terima, kalau aku ga suka udah dari dulu kali aku biarin dia."

"Baguslah, ga ada yang tahu anak kita terlahir gimana nanti."

"Kamu takut?."

"Engga, aku ga takut."

"Jay kaya gitu bukan turunan. Ini gara-gara insiden aja, tahu kenapa mommy suka ngelarang berantem dalem mobil?, itu tuh gara-gara Jay. Waktu mommy hamil kembar itu mommy sama Daddy berantem dan bikin mobil yang dibawa Daddy nabrak, jadi deh kebentur perut mommy." Ara menjelaskan dengan detail apa yang membuat adiknya seperti itu.

"Iya aku percaya. Turunan Seazon kan unggul-unggul."

"Kadang aku ga nyaman, aku harus keliatan sempurna di depan orang lain, ga boleh salah. Opa ga suka kalo orang tahu kekurangan kita makannya aku selalu khawatir sama Jay sama Kay." Ara dengan wajah sedih. Dariel kini duduk disamping Ara.

"Opa juga ga keras amat kok sayang, kalau kita jelasin dia ngerti. Buktinya dia mau nerima aku."

"Hem.." Ara singkat. Dia jelas sangat tahu bagaimana perfeksionisnya sang Opa. Opa tak suka ada celah sedikitpun untuk orang mengulik kekurangan keluarganya.

***To be continue


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C127
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login