Malam itu, nama Rina Calya seketika menjadi viral.
Foto-foto yang dijepret oleh para reporter itu tersebar luas di internet, termasuk foto Rina saat dia dibawa masuk ke mobil ambulans. Dalam sekejap, reputasi model itu jatuh terpuruk.
Di saat para tamu masih bergosip tentang insiden itu, Lilia, Jean, dan ketiga sahabatnya diam-diam meninggalkan hotel.
Chris dan Alex berdiri di atas karpet merah sambil mengawasi limusin Jean dan Lilia pergi. Mata keduanya berbinar-binar penuh ketertarikan.
"Jean terlihat benar-benar sudah jatuh cinta pada wanita itu." Kata Chris serius.
Alex mengangguk penuh semangat. "Aku belum pernah melihatnya memperlakukan orang lain sebaik itu!"
Chris mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya dengan pemantik. "Apa kamu pikir Lilia Pangestu adalah perempuan yang dicarinya selama ini?"
"Aku…"
Sebelum Alex bisa menyelesaikan kalimatnya, suara klakson mobil menginterupsi mereka. Sebuah mobil hitam berhenti di depan mereka dan jendela mobil itu bergeser turun, memperlihatkan wajah Tom.
"Ayo masuk! Berapa lama lagi kalian mau berdiri di situ?" Panggil Tom dengan senyuman lebar yang terlihat polos.
Alex mendesah dan melirik Chris. "Aku tidak tahu apakah perempuan itu benar-benar Lilia Pangestu. Tapi aku tahu siapa yang butuh diberi pelajaran malam ini."
Chris mengangguk setuju. "Aku baru saja memikirkan hal yang sama. Ayo masuk ke mobil dan ajari bocah ini supaya tidak menginterupsi pembicaraan orang lain!"
Tom tidak tahu apa yang kedua sahabatnya itu bicarakan, tapi dia mulai berkeringat dingin saat mendengar tawa jahat mereka. Kesalahan apa lagi yang diperbuatnya sekarang?!
*****
Di dalam limusin, Jean dan Lilia duduk bersebelahan di kursi belakang. Suasana dalam mobil itu diselimuti keheningan. Jean bukan tipe yang suka mengobrol sedangkan Lilia merasa canggung berduaan dengan pria itu.
Saat sedang menatap ke luar jendela, Lilia teringat sesuatu. Dia menoleh pada pria di sampingnya. "Apakah Rina akan baik-baik saja?" Tanyanya.
Jean melirik Lilia dengan alis terangkat heran. "Kamu mengkhawatirkannya?"
Lilia menghela nafas. "Bagaimana mungkin? Dia layak jatuh ke dalam lubang yang digalinya sendiri!" Dia mengalihkan pandangannya sambil bergumam dengan suara kecil. "Aku hanya khawatir kalau reputasimu akan terpengaruh karena sesuatu terjadi padanya."
Bagaimanapun juga, Rina terlibat insiden di hotel tempat pesta perayaan Keluarga Widjaya. Mereka yang cukup cerdas seharusnya tahu kalau Rina tidak diundang ke dalam pesta itu, tapi Lilia khawatir orang-orang akan mengaitkan Keluarga Widjaya dengan insiden Rina. Kamu tidak pernah tahu apa yang akan dikatakan netizen.
Walau Lilia sengaja merendahkan suaranya, telinga Jean yang tajam dapat mendengarnya.
"Hmm…jadi kamu mengkhawatirkanku?" Wajah Jean dihiasi senyum jahil.
Telinga Lilia mulai memerah dan dia terbatuk untuk menutupi rasa malunya. "Aku tidak pernah mengatakan itu. Terserah bagaimana kamu mau mengartikannya."
Senyum Jean menjadi semakin lebar dan dia mencondongkan tubuh ke arah Lilia. Tangannya yang besar menangkap dagu Lilia, membuat wanita itu melihat ke arahnya.
"Kenapa wajahmu memerah? Apa kamu malu mengakui kalau kamu mengkhawatirkanku? Bukankah wajar untuk seorang istri mengkhawatirkan suaminya…"
Dengan setiap kata yang diucapkan Jean, wajah Lilia menjadi semakin merah padam sampai dia tidak tahan lagi dan meledak marah. "Baiklah, aku memang mengkhawatirkanmu! Aku sudah mengatakannya, puas?!" Lilia menepis tangan Jean dari wajahnya.
Pria ini benar-benar menguji kesabarannya!
Lilia mendapat firasat kalau Jean menikmati reaksinya sehingga pria itu tidak akan berhenti sampai Lilia menyerah terlebih dulu.
Jean balas menggenggam tangan Lilia dan mendaratkan kecupan ringan. "Tentu saja. Mendengarmu mengatakannya membuatku sangat bahagia."
Lilia bersumpah dia bisa terkena diabetes karena suasana manis itu.