Download App
2.31% Yes, Nona

Chapter 7: Bujukan Leon

Noan masih mengumpat kesal atas kejadian yang baru saja ia alami. Ingin sekali ia menangisi kehormatannya yang baru saja hilang di tangan pria asing. Namun, Nona tidak tahu harus bagaimana. Semua bukti tidak ada yang bisa menuduh Franz.

Nona kembali mengingat kejadian sebelum ia mabuk dan tidak lagi ingat dengan semuanya. Tidak ada Franz di sampingnya. Sudah pasti Franz tidak sengaja menemuinya mabuk.

"Mungkin kami melakukannya tanpa sadar," gumam Nona di dalam hati. Ia menyandarkan tubuhnya dengan tubuh yang lelah. Walau hari ini adalah jam kerja, tapi Nona merasa tidak sanggup untuk berangkat ke kantor. Wanita itu mengambil ijin istirahat dengan alasan sakit. Nona ingin menenangkan pikirannya pagi ini.

Setelah beberapa menit berada di dalam taksi, Nona turun dan melangkah cepat menuju ke apartemen yang selama ini ia tiduri. Langkahnya terhenti saat melihat mobil miliknya masih terparkir indah di parkiran apartemen. "Seingatku, aku membawa mobil tadi malam. Kenapa mobil ini bisa di sini?" gumam Nona dengan wajah bingung. Tidak mau terlalu lama berhenti di parkiran dan memperhatikan mobil miliknya, Nona memutuskan untuk melanjutkan langkah kakinya. Ia berjalan ke arah lift yang berjarak beberapa meter di hadapannya.

Nona berhenti di depan lift. Wanita itu menekan tombol yang ada di samping pintu lift. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Nona merasa tubuhnya semakin lemah dan tak berdaya. Ia ingin segera tiba di kamar dan istirahat.

Pintu lift terbuka. Nona merasa pemandangan yang ada di hadapannya bergoyang. Wanita itu tidak bisa menguasai apa yang ia lihat. Bahkan kedua kakinya seperti kehilangan tenaga detik itu juga. Nona terhuyung-huyung di depan pintu lift yang baru saja terbuka. Wanita itu tergeletak begitu saja di permukaan lantai.

Seorang pria dari jarak yang tidak terlalu jauh berjalan mendekati Nona. Samar-samar, Nona melihat wajah pria yang berdiri di hadapannya. Walau kesadarannya mulai hilang, tapi Nona masih bisa mengenal jelas siapa pria tersebut.

"Mas Leon," ucap Nona lirih. Kesadarannya hilang. Nona memejamkan mata dengan bibir pucat.

Leon berjongkok di hadapan Nona. Pria itu mengangkat tubuh Nona lalu berjalan masuk ke dalam lift. Tidak ada ekspresi yang terlihat di wajahnya. Wajah khawatir atau bahagia tidak ada yang terlihat di sana. Leon hanya diam. Menatap ke arah depan dengan wajah tidak terbaca.

Bibirnya membisu. Ia tidak ingin banyak mengucapkan kata. Pria itu membawa Nona ke kamar apartemen yang selama ini di tempati Nona. Tidak sulit bagi Leon untuk membuka pintu kamar Nona. Selama ini, Leon memang sudah banyak menyelidiki kehidupan mantan istrinya itu sejak ia memutuskan untuk mengajak Nona rujuk.

Leon menutup pintu apartemen lagi saat ia sudah berada di dalam kamar Nona. Pria itu berjalan dengan wajah yang sangat tenang. Ia menghentikan langkah kakinya. Memperhatikan ruangan yang kini ia kunjungi. Semua masih sama. Seperti itulah pemikiran Leon. Sebelum menikah, memang apartemen ini yang menjadi tempat tinggal Nona. Bahkan di depan pintu apartemen itu juga dulunya Leon sering menunggu Nona untuk mengajaknya makan malam atau sekedar jalan-jalan.

Leon berjalan ke arah kamar. Pria itu masuk ke dalam. Ia meletakkan Nona di atas tempat tidur. Menarik selimut dan menutup tubuh mantan istrinya dengan penuh perasaan. Leon duduk di pinggiran tempat tidur. Satu tangannya memeriksa suhu tubuh Nona dengan wajah mulai khawatir. Cukup berbeda dari ekspresi wajahnya semula.

"Nona, apa yang kau pikirkan? Kau berpura-pura pacaran dengan pria itu untuk membalas sakit hatimu? Kau tidak perlu melakukan hal seperti itu sayang. Aku di sini. Aku kembali padamu. Aku ingin kita menikah lagi. Membangun rumah tangga yang bahagia seperti impianmu dulu," ucap Leon dengan penuh perasaan. Pria itu menarik tangan Nona dan mengecupnya berulang kali. Kedua matanya terlihat berkaca-kaca. Ada wajah penyesalan di raut wajah Leon saat itu. Sepertinya pria itu benar-benar telah berubah. Ia tidak lagi mau berpisah dan berada jauh dari Nona.

Jemari Nona bergerak. Nona juga mulai membuka kedua matanya saat merasakan punggung tangannya basah. Air itu berasal dari tetes air mata Leon yang jatuh secara tiba-tiba. Dengan bibir yang pucat, Nona berusaha mengeluarkan kata. Wanita itu menatap wajah Leon yang masih belum menyadari kalau ia sudah bangun.

"Maafkan aku," ucap Leon lagi. Pria itu memandang wajah Nona. Namun, dalam sekejap. Nona memejamkan matanya lagi. Ia ingin berpura-pura pingsan saja untuk mendengar apa saja yang ingin di katakan oleh Leon.

"Clarisa datang dan mengatakan kalau dia hamil. Tepat di saat pernikahan kita. Aku tidak bisa berpisah denganmu. Tapi, aku tidak bisa memungkiri anak yang ada di dalam kandungannya. Anak itu benar anakku. Maafkan aku, Sayang," ucap Leon lagi. Pria itu masih menangis dengan wajah sedih dengan penuh penyesalan.

Nona masih berakting seperti orang pingsan. Percuma saja baginya terbangun. Ia juga tidak mau mengobrol dengan Leon. Apa lagi jika obrolan itu menyangkut masa lalu yang sudah lama ingin ia lupakan.

"Beberapa minggu yang lalu. Anak itu mengalami kecelakaan. Detik itu juga aku baru mengetahui kebenarannya. Anak itu bukan anakku, Nona. Aku sangat menyesal telah menyakitimu. Maafkan aku, sayang. Maafkan aku. Aku berharap kau mau memaafkanku dan memulai semuanya dari awal lagi," sambung Leon masih dengan wajah sedihnya.

Tidak tahu kenapa. Nona merasa matanya perih. Buliran bening itu lolos dari kedua matanya. Bibirnya gemetar saat membayangkan bagaimana sakitnya ia melihat Leon dan wanita selingkuhan suaminya berpelukan. Nona sangat menyesali pertemuan dan semua perasaan yang sudah ia berikan kepada Leon malam itu.

Hingga tanpa ampun lagi, Nona melayangkan gugatan perceraian. Mereka berpisah tanpa ada pertahanan yang dilakukan Leon. Tidak ada sedikitpun upaya pria itu untuk membela dan mempertahankan dirinya malam itu. Hal itu yang membuat Nona benar-benar hancur. Hatinya remuk dan sulit terbentuk lagi.

"Tidak, aku tidak boleh menangis. Semua sudah berlalu. Aku dan Mas Leon tidak berjodoh. Aku sudah bersumpah pada diriku sendiri. Sebesar apapun cintaku padanya. Aku tidak akan mau balikan dengannya. Aku tidak mau menjilat ludahku sendiri. Aku tetap ingin hubungan kami seperti ini. Ia harus menderita. Ia pantas merasakan rasa sakit yang selama ini aku rasakan. Maafkan aku Mas Leon. Mungkin kau mengira aku adalah wanita paling kejam. Tapi, setidaknya ... aku tidak tersiksa dengan perasaan yang menghubungkanku dengan masa lalu. Aku ingin mengubur dan melupakan kenangan kita. Maafkan aku," gumam Nona di dalam hati.

Leon beranjak dari tempat tidur. Pria itu menghubungi dokter agar segera datang memeriksa keadaan Nona. Setelah menghubungi Dokter, Leon pergi meninggalkan kamar Nona. Tidak tahu lagi apa yang akan ia lakukan selanjutnya saat berada di apartemen mantan istrinya tersebut.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C7
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login