Download App
2.64% Yes, Nona

Chapter 8: Foto Pernikahan

Nona duduk di atas tempat tidur dengan posisi bersandar. Setelah dokter tiba dan memeriksa keadaannya, Leon segera pergi meninggalkan ruangan tersebut. Kini hanya ada Nona di dalam ruangan berukuran luas tersebut.

Nona sudah mandi. Kini ia duduk sambil memikirkan semua yang telah terjadi. Kakinya terlipat di atas. Kedua lututnya menopang kepalanya sambil melamun.

"Masih seperti mimpi. Aku kehilangan kehormatanku. Dan ... hal itu bukan aku lakukan bersama dengan suamiku. Justru hilang di tangan pria lain. Lalu, dalam waktu yang bersamaan. Mantan suamiku mengatakan alasannya meninggalkanku." Walau sudah berjam-jam ia berusaha melupakan kejadian tadi malam. Tapi, tetap saja semua itu kini memenuhi isi pikirannya.

Hingga beberapa menit kemudian. Suara ketukan pintu membuat Nona tersadar dari lamunannya. Wanita itu menurunkan kakinya satu persatu dan berjalan menuju ke arah lemari. Nona mengambil jaket panjang untuk menutupi tubuhnya. Saat itu Nona hanya mengenakan tangtop dan celana pendek. 

Nona berjalan ke arah pintu kamar. Suara ketukan pintu itu terus saja terdengar. Nona mempercepat langkah kakinya. Ia membuka kunci lalu menarik pintu tersebut. Kedua matanya menyipit ketika melihat wajah Franz berdiri di sana. Pria itu menyodorkan buket bunga dengan penampilan yang sangat rapi.

"Selamat sore, Honey. Apa aku boleh masuk?" ucap Franz dengan senyuman ramah.

Nona menghela napas dengan wajah tidak suka. Sebenarnya ia tidak mau Franz masuk ke dalam. Tapi, ia juga tidak mau berdebat dengan siapapun sore itu. Hingga akhirnya, Nona memutuskan untuk menerima Franz bertamu di apartemen miliknya.

"Terima kasih," sapa Franz. Melihat Nona tidak juga menerima bunga pemberiannya, Franz memutuskan untuk membawanya masuk ke dalam. Pria itu berjalan ke arah meja tamu. Ia duduk di salah satu sofa dan meletakkan bunga tersebut di atas meja.

Nona menghela napas sebelum menutup kembali pintu tersebut. Waniat itu berjalan pelan mendekati sofa yang di duduki Franz. "Apa yang kau inginkan?" ucap Nona dengan wajah jutek. Ia duduk dan melipat kakinya dengan posisi yang nyaman. Tidak ada niat sedikitpun di dalam hatinya untuk memberikan Franz minum atau sekedar roti kering. 

"Apartemen ini sangat nyaman dan rapi," ucap Franz penuh basa-basi. Kedua bola matanya memutar mengelilingi sekeliling apartemen milik Nona. Tatapannya terhenti pada foto pernikahan yang ada di atas nakas. Kedua bola mata Franz berubah tajam. Pria itu tidak suka ada foto pria lain di dalam apartemen Nona. Apa lagi foto pernikahan.

Nona memandang wajah Franz dengan tatapan bingung. Wanita itu kembali mengatur kesabarannya agar tidak cepat-cepat emosi melihat kelakuan Franz sore itu. "Apa ada hal penting yang ingin kau sampaikan? Aku ingin istirahat," ucap Nona dengan suara yang sangat pelan.

Franz tidak lagi mendengar apa yang di katakan Nona. Pria itu beranjak dari kursinya dan berjalan cepat menuju ke arah meja tersebut. Ia memandang foto pernikahan Nona dan Leon sebelum mengambilnya dari sana. Tanpa banyak kata lagi, pria itu menghempaskan figura kecil itu ke permukaan marmer.

Terdengar jelas suara pecahan kaca yang berserak di permukaan lantai. Membuat Nona terperanjat kaget. Wanita itu berdiri dan menatap pecahan kaca yang ada di lantai apartemennya. Nona mengeryitkan dahi ketika menyadari benda apa yang kini di rusak oleh Franz. Ia memandang wajah Franz dengan tatapan tidak suka.

"Apa yang kau lakukan?" teriak Nona sebelum berjalan cepat mendekati posisi Franz berdiri. "Kenapa kau merusaknya," sambung Nona lagi dengan suara lirih. Kedua tangannya ada di sisi kanan dan kiri kepalanya. Ia tidak menyangka kalau Franz bisa bersikap begitu tidak sopan terhadap barang privasi miliknya.

"Kau sudah bercerai dengannya. Kenapa kau masih menyimpan foto pernikahan?" ucap Franz dengan nada meninggi. Kedua matanya menatap tajam wajah Nona untuk menagih sebuah penjelasan di sana.

"Kenapa kau berbuat sesuka hati terhadap barang-barangku. Apa hak mu melakukan semua ini." Nona berjongkok. Wanita itu berusaha meraih selembar foto pernikahannya dan Leon. 

Namun, Franz bergerak sangat cepat. Pria itu menahan lengan Nona dan menarik tubuh wanita itu agar kembali berdiri. Ia meletakkan tubuh Nona di depan tubuhnya dan menatap wajah wanita itu dengan tatapan yang sangat kesal.

"Apa kau ingin memperbaikinya?" Walau hanya melewati malam pertama tanpa cinta, tapi tidak tahu kenapa. Franz merasa sangat posesif terhadap Nona. Ia ingin hanya nama dirinya yang ada di pikiran Nona. Tidak boleh ada pria lain di dalam pikiran wanita itu.

Nona memejamkan mata sambil mengatur debaran jantungnya yang mulai memanas. Sebenarnya ia ingin sekali melayangkan tamparan di wajah Franz. Hanya saja, niat itu masih ia tahan di dalam hati. Nona tidak mau ada keributan di kediamannya.

"Aku memiliki ibu angkat. Selama ini, ia tidak tahu kalau aku sudah bercerai dengan Leon. Jadi, aku menyimpan foto itu untuk jaga-jaga kalau ia datang berkunjung ke apartemen ini. Foto itu sama sekali tidak menggambarkan perasaanku terhadap Leon. Aku sudah benar-benar melupakannya. Tidak ada lagi hubungan di antara kami. Sejak persidangan perceraian itu, aku dan Leon seperti orang yang tidak saling kenal," ucap Nona sambil membuang tatapannya ke arah lain.

Kedua bola matanya terlihat berkaca-kaca. Walau sudah cukup lama ia lewati, tapi tidak tahu kenapa Nona tidak bisa melupakan kejadian yang pernah terjadi antara dirinya dan Leon. Mungkin, karena rasa cintanya terlalu besar saat itu. Hingga ia memimpikan sebuah kebahagiaan yang pada akhirnya membuatnya kecewa.

Franz mengeryitkan dahi. Pria itu melepas cengkraman tangannya dari lengan Nona. Ia memandang kedua bola mata Nona yang kini berkaca-kaca. Pria itu mengumpat kesal di dalam hati. Tapi, untuk alasan Nona kali ini. Franz masih bisa menerimanya. Pria itu berjalan kembali ke arah sofa sambil menarik pergelangan tangan Nona.

"Apa yang menyebabkanmu bercerai dengannya?" tanya Franz setelah mereka sama-sama duduk di sofa yang sama.

Nona memandang wajah Franz sambil berpikir keras. Franz tidak memiliki hak apapun untuk menanyakan hal seperti itu kepadanya. Tapi, tidak tahu kenapa. Nona tidak bisa untuk tidak menjawab. Di lubuk hatinya yang paling dalam, Nona ingin Franz tidak salah paham dengan apa yang terjadi antara dirinya dan Leon.

"Pergilah jika kau tidak memiliki urusan lagi," usir Nona sambil memijat pelipis kanannya. Wanita itu merasakan sakit luar biasa pada bagian kepalanya.

Franz memperhatikan wajah Nona yang terlihat pucat. "Kau sakit?"

"Aku tidak biasa minum sebanyak itu. Jadi, kepalaku agak pusing. Tadi sudah ada dokter yang memeriksa keadaanku. Aku hanya butuh istirahat saja," ucap Nona penuh penjelasan. Wanita itu tidak mau Franz bertanya lagi dan lagi. 

"Baiklah. Jika kau sakit, aku tidak akan mengganggumu lagi." Franz beranjak dari kursi yang ia duduki. Pria itu menatap wajah Nona sekilas sebelum memutar tubuhnya. "Beristirahatlah. Besok pagi aku akan datang menjemputmu," ucap Franz sambil berjalan.

Sambil memijat kepalanya, Nona memandang punggung Franz. "Kemana?"

Franz menghentikan langkah kakinya sejenak. Pria itu memutar lagi tubuhnya dan menatap wajah Nona dengan tatapan penuh arti. "Jerman."


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C8
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login