Download App
3.3% Yes, Nona

Chapter 10: Pergi Kau

"Baiklah, dengan senang hati aku akan tinggal di tempat sederhana ini. Masakanmu lumayan enak, sangat cocok dilidahku. Aku tidak akan menderita jika makan masakanmu," ucap Franz sambil  membersihkan mulutnya dengan tisu. 

Nona menatap wajah Franz sekilas sambil mengunyah makanannya. Ia tidak ingin berdebat karena mulutnya sudah dipenuhi dengan makanan. Wanita itu memilih untuk diam sambil melanjutkan makan malamnya hingga selesai. 

Franz menopang wajahnya dengan tangan. Lagi-lagi ia harus terhipnotis saat melihat wajah cantik Nona. Dunianya teralihkan begitu saja ketika Nona ada di hadapannya. Tanpa ia sengaja, sudut bibirnya tertarik ke samping. 

"Wanita ini benar-benar membuatku semakin gila. Bahkan dia bisa dengan mudah bersikap cuek seperti itu saat ada di hadapanku. Wanita langkah. Biasanya setiap wanita yang berada di hadapanku selalu berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatianku," gumam Franz di dalam hati.

Nona masih asyik dengan makan malamnya. Ia tidak terlalu peduli kalau sejak tadi ada sepasang mata yang memperhatikannya. Pikirannya kini justru melayang untuk memikirkan pekerjaan yang sudah terbengkalai satu hari karena ia harus berurusan dengan Franz.

"Nona Anastasya. Namamu sedikit unik. Tapi, aku tidak suka memanggilmu dengan sebutan Nona," ucap Franz sambil mengatur posisi duduknya. "Bagaimana kalau aku memanggilmu dengan sebutan Anna?"

Nona menatap wajah Franz sekilas sebelum meletakkan sendok dan garpunya. Wanita itu sudah menyelesaikan makan malamnya. Ia merasa sangat kenyang dan ingin segera tidur. Masih tidak peduli dengan semua ocehan yang dikatakan oleh Franz. Nona mengambil air putih yang ada di hadapannya dan meneguknya secara perlahan. 

"Wanita ini ... benar-benar menguji kesabaranku," umpat Franz kesal di dalam hati.

Nona beranjak dari duduknya. Wanita itu memungut piring-piring kotor yang tergeletak di atas meja. Ia membawa piring kotor itu ke dapur untuk di cuci. Kedua matanya melirik wajah Franz sekilas saat ia ingin mengambil piring kotor yang ada di hadapan pria itu.

"Apa kau bisa bersikap ramah kepada tamu?" protes Franz. Pria itu mencengkram kuat tangan Nona dan menarik wanita itu dengan geram. Kedua tangannya segera mengunci tubuh Nona agar wanita itu tidak dapat bergerak kemana-mana lagi. 

"Lepaskan!" berontak Nona dengan wajah kesal. "Kau tamu yang tidak di undang. Datang sesukamu. Jadi, aku juga berhak memperlakukanmu sesuka hatiku. Ini bukan rumahmu. Ikuti aturanku jika kau ingin tinggal bersama denganku!" teriak Nona tanpa mau memandang wajah Franz.

Franz menggertakkan giginya. Pria itu mengambil ponsel dari sakunya. Satu tangannya yang lain masih bertahan di tubuh Nona untuk mencegah wanita itu agar tidak pergi kemana-mana. 

"Jemput aku sekarang!" perintah Franz pada lawan bicaranya yang ada di telepon.

Nona lelah berontak. Wanita itu duduk diam di atas pangkuan Franz. Pikirannya campur aduk. Ia berharap besar kalau pria yang ada di dalam telepon itu akan segera datang dan menjemput Franz pulang. Ya, Nona ingin pria yang kini memangkunya dengan kurang ajar itu kembali ke habitatnya. Tidak lagi menggangu hidupnya. Nona butuh ketenangan. Bukan hanya untuk menyelesaikan deadline yang sudah menantinya di perusahaan. Tapi, untuk melupakan hilangnya perawan yang baru saja ia alami semalam.

"Apa kau menyerah?" bisik Franz tiba-tiba hingga membuat Nona tersentak kaget. Wanita itu segera memandang wajah Franz yang ada di samping wajahnya. Napas pria itu terasa begitu hangat. Membuat aliran darahnya mengalir dengan begitu cepat dan seluruh tubuhnya merasa aneh.

"Lepaskan aku!" ucap Nona dengan nada merendah. "Kau seorang pria yang sangat dihormati. Bisa-bisanya bersikap kurang ajar seperti ini kepada wanita. Apa kau tidak malu pada dirimu sendiri? Apa kau begitu kesepian hingga memaksaku untuk tetap ada di dekapanmu seperti ini? Kau pria paling brengsek yang pernah aku temui!" sindir Nona. Kali ini kalimat yang ia katakan berhasil membuat goresan di hati Franz. Pria itu melepas tangannya dan membebaskan Nona tanpa kata.

Nona menunduk untuk melihat tubuhnya yang sudah terlepas dari cengkraman Franz. Wanita itu segera beranjak untuk menjauh sejauh mungkin dari Franz. Nona berpikir kalau Franz menyerah dan tidak ingin menahan dirinya lagi. 

Hingga tanpa diketahui Nona, Franz sudah beranjak dari kursi yang ia duduki. Pria itu berjalan cepat mengikuti langkah kaki Nona dari belakang. Tanpa banyak kata lagi, Franz mengangkat tubuh Nona dan meletakkannya di atas bahu kanan. 

Nona merasa tubuhnya melayang sebelum bagian dadanya bertumpuh langsung pada pundak Franz. Kepalanya terasa pusing ketika seluruh darah yang ia miliki terkumpul di atas kepala. Rambutnya yang panjang menghalangi penglihatannya untuk melihat ke segala sisi.

"Apa yang mau kau lakukan?" protes Nona. Dengan sekuat tenaga Nona menggerak-gerakan kedua kakinya agar Franz kesulitan.

Franz membawa Nona menuju ke arah sofa. Kedua matanya terlihat sangat menyeramkan. Pria itu benar-benar marah atas kalimat kurang ajar yang baru saja dilontarkan Nona kepada dirinya.

Bruakk

Tubuh Nona terpental di permukaan sofa yang empuk. Walau empuk, tetap saja membuat hentakan yang membuat kepalanya semakin pusing. Bahkan pinggangnya terasa seperti ingin putus. Dengan rambut yang menutup wajah, Nona berusaha mengatur napasnya yang tidak karuan.

Franz membungkuk di atas tubuh Nona. Satu kakinya sudah ada di atas sofa sedangkan yang satunya bertahan di permukaan lantai. "Kau mau tahu apa yang aku lakukan saat aku kesepian?" bisik Franz mesra. Pria itu menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Nona. Senyum licik yang terukir di bibirnya seperti sebuah ancaman yang membuat Nona semakin ketakutan.

"Apa yang mau kau lakukan?" ucap Nona dengan sisa keberanian yang ia miliki.

Franz memegang kedua tangan Nona. Pria itu mendaratkan bibirnya di leher jenjang wanita itu. Ia terlihat sangat menikmati aroma tubuh wanita yang kini ada di dekapannya. Matanya terpejam tanpa peduli dengan teriakan dan gerakan berontak yang dilakukan oleh Nona.

"Kau memang wanita yang sempurna Nona. Tanpa menggoda, aku sudah merasakan sangat puas terhadap dirimu," ucap Franz. Gigi pria itu menggertak hingga membuat rahangnya mengeras. Hasrat itu selalu saja muncul setiap kali ia ada di dekat tubuh Nona. Ia sudah tidak tahan lagi. Franz mendaratkan gigitan-gigitan kecil di leher putih dan mulus Nona.

"Lepaskan!" berontak Nona dengan suara lirih. Ia sudah berjuang keras. Bahkan seluruh tenaganya sudah ia kerahkan untuk membuat Franz menjauh dari dirinya. Tapi, tetap saja Franz tidak bergerak dan menjauh sedikitpun dari hadapannya. Justru pria itu semakin liar saat sedang mencumbunya.

"Ini hukuman yang pas untuk wanita sepertimu, Anna," ucap Franz sebelum mendaratkan bibirnya di bibir merah wanita itu. Satu tangannya mencekal kedua tangan Nona agar tidak terus memukul-mukul tubuh kekarnya. Sedangkan kakinya, mengunci tubuh Nona agar tetap pada posisinya.

"Apa salahku? Kenapa hidupku harus menjadi seperti ini? Kenapa aku harus bertemu dengan iblis seperti Franz Rainer?" gumam Nona lirih yang hanya berani di dalam hati saja.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C10
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login