David sedang berada didalam kamarnya, ia sedang memikirkan bagaimana bisa dia dan putrinya bertukar tubuh? Terus saja ia mondar-mandir didalam kamar putrinya yang bernuansa merah jambu.
"Hmm..? Ini tidak bisa dipercaya, sangat tidak masuk akal! Ilmu pasti apa yang bisa menjelaskan semua kejadian ini."
"Nona Bela? Apa anda sudah mandi?" Seru Lily, sembari mengetuk pintu kamar.
"Mandi? Ya, sebentar lagi aku akan mandi," jawab David dengan suara lantang.
Pintu terbuka perlahan, dan wajah Lily menyembul dengan seringai yang mecurigakan. "Nona Bela? Tumben sekali, biasanya kau akan meminta saya untuk menggosokkan punggungmu?"
"Apa? Menggosok punggungku? Tidak! Aku bisa melakukannya sendiri." David segera saja menolak, dan berlari kearah pintu.
"Sudahlah! Kau tidak perlu melakukan apapun untukku, karena aku sudah sangat dewasa untuk melakukannya sendiri, aku tidak butuh bantuanmu, Lily!" Ucap David sambil dia menekan pintu kamar agar bisa tertutup rapat kembali.
Lily menatap heran pada daun pintu yang sudah tertutup rapat, dia menyangka bahwa Isabella masih dalam keadaan bersedih akan kepergian neneknya.
"Kasihan sekali Nona Bela, apa yang bisa kulakukan agar Nona Bela kembali ceria?"
David segera menuju kamar mandi, rasanya sangat aneh karena dia harus memandikan tubuh Isabella. Apalagi itu adalah tubuh seorang anak perempuan, berkali-kali ia mengumpat kasar karena merasa aneh dengan dua bulatan kecil pada dadanya.
"ARRGGGHHH... INI SANGAT MEMALUKAN!" Teriak David dari dalam kamar mandi.
David tidak tahu apa dia sudah mandi cukup bersih, dengan handuk yang masih melekat pada tubuhnya. Dia duduk pada sisi tempat tidurnya, rambut Isabella yang masih basah belum ia keringkan dengan sempurna.
"Lalu selanjutnya apa lagi?" Teriak David kesal, dengan padangan menatap kearah lemari pakaian putrinya.
Tapi ketika David berada dekat dengan lemari pakaiannya, ia tertarik dengan cermin yang berada dibelakangnya, dan memperlihatkan punggung dari tubuh putrinya.
"Apa ini?" Ucap David. Dia berusaha memegangi bagian belakang tubuhnya, tepatnya diarea sekitar pundak belakang.
Seperti ada luka memar biru lebam yang cukup besar, dan ia baru sadar ketika menekan kuat pada area lebam tersebut. Ada rasa sakit yang langsung membuatnya meringis, "acch... Apa anak ini berkelahi lagi?" Tanya David yang bingung.
***
Masih dirumah yang sama tapi dikamar yang berbeda, Isabella sedang berada didalam kamar ayahnya. Masih merungut kesal, dan berpikir apa yang harus ia lakukan sekarang? Sampai sebuah ponsel milik ayahnya terdengar nyaring diatas meja kecil, disamping tempat tidur.
Isabella segera saja meraih ponsel tersebut, dan sebuah nama "Sandra" tertera jelas pada layar ponsel ayahnya.
"Mmm...? Pasti salah satu wanita penggoda yang sering jalan bersama dengan ayah." Pikir Isabella yakin, dan ia pun memutuskan untuk menerima panggilan masuk tersebut.
"Ya?" Jawab Isabella ketus, tapi karena ia menggunakan suara David terdengar seperti orang yang sedang marah.
"Tuan David. Saya ingin memberitahu kalau Direktur Ryan akan datang untuk mewakili SS Grup," ucap Sandra.
Tapi penjelasan dari wanita itu membuat Isabella hanya memanyunkan mulutnya, karena dia tidak mengerti apa yang sedang dijelaskan oleh Sandra.
"Oohh... Ya..." jawab Isabella asal saja.
"Uhm... Apa kau yakin untuk tetap meneruskan rapat ini, Tuan David?" tanya Sandra kembali.
"Mm... Ya..." Jawab Isabella kembali asal, sesaat wanita yang bernama Sandra itu terdiam.
"Baik Tuan David, saya akan segera siapka rapat untuk pagi ini," Sandra dan menutup percakapan mereka berdua.
"Huh... merepotkan sekali wanita yang bernama Sandra! Hal seperti itu saja ia masih terus bertanya! Siapa sih dia?" keluh Isabela dan melempar ponsel ayahnya keatas kasur.
"Ok!"
"Sekarang apa rencanaku? Mencari batu kristal itu! Dan sekolah!" Isabella beranjak dari duduknya, tapi dengan cepat ia kembali duduk.
"Sekolah? Aku kan ayah? Ayah tidak pergi kesekolah, ayah pergi kekantor! Ishh... payah sekali!" Isabella menepuk dahinya.
"Tapi apa yang akan aku lakukan dikantor ayah? Hah... entahlah... mungkin aku bisa bermain-main disana, makan banyak... Ah... pokoknya aku akan bersenang-senang hari ini." Isabella kembali beranjak dari duduknya.
"Berarti sekarang aku harus mandi? Ok, aku harus mandi." Segera saja Isabella menuju kamar mandi ayahnya.
Baru saja ia masuk kedalam kamar mandinya, dan baru saja Isabella menurunkan celananya. Tiba-tiba ia menjerit nyaring sekencang-kencangnya. Sehingga semua orang yang ada di Kediaman Mahendra bisa mendengar jelas teriakan dari suara David.
"Aaaaaaaarrgghhh..... Apa itu...!" Tunjuk Isabela kearah tubuhnya sendiri.
***
"LILY! CEPAT KEMARI!" Teriak Isabella dari dalam kamar ayahnya, melotot kesal ke arah Lily yang takut untuk mendekat.
Lily sebenarnya sudah berada dibalik pintu kamar David, tapi dia tidak berani untuk meneruskan langkahnya.
Beberapa pelayan lainnya juga berada disana, menatap ngeri dan kasihan pada Lily. Entah hal apa yang membuat David sangat marah hinga berteriak memanggil namanya.
"LILY!" Teriak Isabela kembali. dia sendiri sudah berada diluar kamar mandi dan sudah memakai celananya.
"Lily..." Kali ini isabela membuka pintu kamar ayahnya, ada sedikit celah sehingga wajah David yang cemas terlihat oleh Lily.
"Ah! Kau sudah disini rupanya!" ucap Isabella merasa lega.
Isabella melihat ada pelayan lainnya yang berada dibelakang Lily.
"Tuan David? Ada apa kau memanggilku, apakah air panasnya tidak berfungsi?" Tanya Lily takut.
"Aku butuh bantuanmu, kau harus menolongku, Lily" Ucap Isabela dengan serius.
Lily menelan air salivanya dengan bergidik seram, tidak pernah sebelumnya serorang David meminta bantuan darinya.
Bagi Lily ini adalah petanda buruk yang berbahaya. "Bantuan? Menolong? Saya, Tuan David? Mungkin Tuan David membutuhkan bantuan dari pelayan pria." Usul Lily masih dengan raut wajah yang takut.
"TIDAK!" Ucap Isabela cepat dan dia belum membuka lebar pintu kamarnya.
"Kalian! Kalian untuk apa ada disini? Aku hanya butuh Lily, kalian semua bisa pergi!" Isabela mengusir sambil menunjuk pada pelayan yang masih berdiri dibelakang Lily.
Para pelayan lainnya menurut, mereka bisa bernapas lega karena tidak perlu berurusan dengan majikan mereka yang sangat menyeramkan.
Sedangkan Lily memberikan tatapan memohon kepada teman pelayan lainnya, agar tidak meninggalkannyaT. tapi tentu saja hal itu tidak terjadi.
"Sssttt... Lily. Cepat kemari! Aku sedang bingung, nih." Ucap Isabella membuat mimik wajah yang panik, hal yang jarang diperlihatkan oleh David.
"Ada apa dengannya, kenapa semenjak pagi Tuan David bersikap aneh?" batin Lily berkata.
"Lily! Kenapa kau justru melamun?" Isabella membuyarkan lamunan pelayan kepercayaannya.
"Ya, Tuan David?" Lily menatap heran. "Apa yang bisa saya bantu, Tuan?" Tanyanya kembali.
"Kau masuk kedalam dulu, setelahnya baru aku bisa menceritakannya kepadamu." Ucap Isabella dengan serius.
Lily jutsru memundurkan wajahnya, berpikir bahwa masuk kekamar majikannya adalah sesuatu yang tidak wajar dan tidak sopan. Terlebih lagi dengan sosok David Mahendra, siapa tahu pria itu sudah menyiapkan kapak agar bisa menebas lehernya seketika.
Glek...
Lily memegangi legernya sendiri dengan ketakutan terbesar, dan Isabella semakin tidak sabar segera saja tangannya keluar dari dalam pintu. Mencoba menarik tangan Lily, agar cepat masuk kedalam kamarnya.
"Tu... Tuan David... Tidak...! Jangan paksa saya untuk masuk kedalam kamar. Ini tidak baik Tuan David, saya mohon..." Lily sekuat mungkin menarik tangannya, walaupun Isabella dengan kekuatan David lebih kuat ketimbang kekuatannya sebagai wanita.
"Apa! Tidak baik bagaimana maksudmu, Lily? Cepat masuk, aku tidak akan memakanmu!" Ucap Isabella kesal. Pintu kamarpun terbuka, pemandangan yang aneh sekali pagi hari itu. Karena kedua orang itu terus saja berkutat, dan tetap dengan pendirian masing-masing.
"Tidak Tuan David!" Teriak Liana lebih lantang. Dia memegangi sisi pintu dengan kuat, agar bisa menahan tubuhnya sendiri.
"CEPAT MASUK!" Perintah Isabella dengan lebih lantang.
Langkah kaki kecil sudah mendekat kearah kamar David, anak perempuan dengan seragam sekolah sudah mendekat kearah kedua orang dewasa itu. David yang berada didalam tubuh putrinya, sudah berada diantara mereka, menatap sinis dengan pandangan mencemooh.
"Kalian berdua! Hentikan!" Teriak David dengan bertolak pinggang. Rok sekolahnya yang berbentuk rampel bergoyang gemulai, ketika David terus saja bergerak dan menatap bergiliran antara putrinya yang tampak konyol dan juga Lily yang ketakutan setengah mati.