Download App

Chapter 9: BIAR WAKTU YANG MENJAWAB

"Carolline apa yang kamu lakukan? aku tidak ingin melakukannya lagi." ucap Alexander dengan suara lirih di ceruk leher Carolline.

"Kamu harus melakukannya, jangan membuat diriku semakin bersalah padamu Lex? lakukan sekarang atau kamu akan musnah dan tidak bisa melihatku lagi." ucap Carolline dengan suara lirih.

"Tapi kamu akan semakin tidak bisa lepas dariku Carolline, kamu akan tergantung padaku juga!" ucap Alexander dengan nafasnya yang semakin lemah.

"Alexander lakukanlah, aku tidak ingin kamu musnah." ucap Carolline menatap kedua bola mata Alexander dengan matanya yang berkaca-kaca.

Alexander tenggelam dalam bening matanya Carolline. Hatinya bahagia mendengar kata-kata Carolline.

"Carolline maafkan aku...aku tidak bisa melakukannya lagi, aku tidak bisa melakukan Carolline...Biarkan aku musnah." ucap Alexander dengan suara semakin lemah dan hampir tidak terdengar.

"Tidak Alexander!! kamu harus melakukannya. Aku berjanji padamu akan selalu berlaku baik padamu, aku akan menjadi sahabat terbaikmu yang akan menjagamu di dunia nyata ini. Aku mohon Alex dengarkan aku." ucap Carolline semakin panik saat tubuh Alexander sama sekali tidak bergerak bahkan kedua mata Alexander terpejam rapat.

"Alexander! bangun Alexander!! kamu tidak boleh musnah!" teriak Carolline sambil menangis histeris, tanpa memperdulikan airmatanya yang jatuh membasahi wajah Alexander.

Entah dorongan apa, Carolline mengangkat wajah Alexander yang sudah melepuh dan menciuminya dengan segenap perasaanya.

"Alexander kamu harus bangun demi aku, jangan tinggalkan aku dengan rasa bersalah ini." ratap Carolline dengan rasa putus asa.

Di peluknya tubuh Alexander yang seluruhnya sudah melepuh, di tenggelamkannya kepala Alexander pada ceruk lehernya.

"Alexander, aku mohon bangunlah." Isak Carolline memanggil nama Alexander berulang-ulang.

"Carolline.. Carolline." panggil Alexander dengan suara lirih yang bibirnya tepat berada di ceruk leher Carolline.

Carolline menangkup wajah Alexander dengan tatapan tak percaya.

"Alexander, kamu bicara lagi? Alex!!!" ucap Carolline dengan tanpa sadar atau merasa jijik mengecup bibir Alexander yang hampir tak berbentuk.

Kedua mata Alexander terbuka walau tampak meredup, hatinya kembali hidup saat merasakan ciuman Carolline pada seluruh wajahnya dan juga mengecup bibirnya tanpa merasa takut atau jijik dengan keadaan dirinya yang sudah hampir tak berbentuk.

"Carolline." panggil Alexander yang hanya bisa menatap wajah Carolline tanpa mampu bergerak lagi.

"Alex, aku minta lakukan sekarang! aku tidak akan apa-apa. Ambillah darahku sampai kamu bisa kembali seperti semula." ucap Carolline menenggelamkan kembali kepala Alexander pada ceruk lehernya.

Carolline terdiam menunggu Alexander untuk menghisap darah di lehernya.

Sampai beberapa saat Carolline gelisah karena Alexander belum juga menghisap darahnya. Namun pada saat rasa putus asa mulai menyerangnya lagi, Carolline merasakan ada sesuatu yang lembab menyentuh kulit lehernya.

Alexander telah memilih untuk bertahan hidup demi dirinya. Airmata Carolline kembali mengalir deras dengan sendirinya. Dengan penuh perasaan Carolline membelai rambut Alexander yang panjang.

Dengan kedua matanya yang terpejam Carolline merasakan Alexander menghisapnya dengan sangat pelan.

"Alex, kenapa kamu menghisapnya sangat pelan? jangan ragu Lex, hisaplah sebanyak yang kamu mau." ucap Carolline yang sudah pasrah menyerahkan darahnya untuk di hisap Alexander.

Tanpa menjawab pertanyaan Carolline, Alexander masih menghisap darah Carolline dengan sangat pelan dan hati-hati. Alexander tidak ingin terjadi seperti waktu yang lalu, tubuh Carolline yang menjadi lemas karena terlalu banyak darah yang di hisapnya.

"Carolline." panggil Alexander setelah beberapa saat tubuh dan kulitnya mulai berubah kembali normal walau tubuhnya masih terasa lemas.

"Alex, apa kamu sudah baik-baik saja?" tanya Carolline seraya membuka matanya dengan tubuh yang sedikit lemas.

"Aku baik-baik saja, kamu juga baik-baik saja kan? aku hanya menghisap darahmu sedikit saja, aku tidak ingin kamu kehabisan darah." ucap Alexander mengusap wajah Carolline yang sedikit pucat.

"Aku juga baik-baik saja, sedikit lemas memang. Kamu juga terlihat masih lemas Lex." ucap Carolline menatap wajah Alexander yang kembali tampan.

"Carolline." panggil Alexander dengan suara pelan. Keduanya masih duduk di lantai dengan duduk saling bersandar.

"Ya Lex, apa?" tanya Carolline mengangkat wajahnya.

Alexander menatap wajah Carolline dengan tatapan mata yang rumit, sangat ragu untuk bertanya.

"Carolline, tadi saat kamu menciumku? apa kamu tidak merasakan takut atau jijik padaku?" tanya Alexander dengan serius.

Wajah Carolline memerah merasa malu dengan apa yang di lakukannya.

"Aku minta maaf Lex, seharusnya aku tidak melakukan hal itu. Aku melakukannya tanpa aku sadari. Aku tidak tahu, aku hanya merasa takut kehilangan kamu." ucap Carolline yang juga bingung hatinya.

"Tidak Caroll, bukan itu maksudku..kamu tidak perlu minta maaf padaku. Aku senang dan bahagia saat kamu melakukannya, tapi aku tidak habis pikir dan aku tak percaya kamu melakukannya di saat wajah dan tubuhku sudah tidak berbentuk lagi. Apakah itu berarti kamu melakukannya dengan hati?" tanya Alexander menatap penuh wajah Carolline.

"Sudah aku katakan aku tidak tahu dengan apa yang aku lakukan, sepertinya aku punya dua kepribadian hatiku yang satu ingin melukaimu dan yang satu sangat menyayangimu." ucap Carolline yang cemas akan dirinya sendiri.

"Dan kamu telah memilih tidak menyakitiku Carolline. Kamu yang menyayangiku." ucap Alexander menangkup wajah Carolline yang masih bingung akan dirinya.

"Tapi Alex? mungkin saat ini aku lebih bisa mengendalikan diriku. Tapi bagaimana jika suatu saat aku tidak bisa mengendalikan diriku dan menyakitimu bahkan melukaimu? bagaimana Alex?" tanya Carolline dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.

"Aku tidak akan apa-apa Carolline, aku tidak akan melawanmu. Akan aku biarkan kamu mengambil nyawaku, asal kamu tahu aku sangat mencintaimu." ucap Alexander dengan wajah serius.

"Tapi aku...aku sudah punya kekasih, dan aku mencintai Lucas sebelum mengenal kamu." ucap Carolline yang semakin bingung dengan hati dan perasaannya.

"Aku hanya bisa mengatakan kamu mencintaiku dan aku mencintaimu Carolline, tapi aku tidak akan memaksamu untuk mencintaiku saat ini. Kita bisa berteman sampai kamu akan merasakan sendiri dan menemukan cinta yang sebenarnya ada di hatimu." ucap Alexander berusaha untuk bersabar akan cintanya.

"Jadi kamu tidak akan marah atau cemburu lagi pada Lucas kan?" tanya Carolline dengan tatapan penuh.

Alexander menggelengkan kepalanya.

"Aku akan menahan rasa cinta dan cemburuku di sini. Jadi kamu jangan kuatir lagi, aku tidak akan menghalangimu lagi." ucap Alexander berusaha tersenyum walau dalam hatinya terlalu sakit untuk menerima Caroline yang lebih memilih Lucas.

"Drrrrt... Drrrrt... Drrrrt"

"Sebentar ya Lex, sepertinya Lucas yang menelepon." ucap Carolline sambil meraih ponselnya yang di atas meja.

Alexander bangun dari duduknya berniat pergi sekaligus memulihkan tenaganya. Namun tangan Carolline menahannya.

"Jangan pergi, istirahatlah di sini sampai kamu pulih. Aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa." ucap Carolline sebelum menerima panggilan Lucas.

Alexander menatap wajah Carolline dengan tatapan tak percaya.

"Apakah itu berarti...aku boleh tinggal di sini?" tanya Alexander dengan hati yang berbunga-bunga.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C9
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login