Download App

Chapter 2: Diriku Ibarat Di Etalase

Berjalannya waktu, Sausan tumbuh dengan kepercayaan diri. "San, kamu paham tidak apa yang disampaikan Kak Iin tentang diri kita yang seperti barang dagangan"?. Erli tampak mencoret-coret tanah menggunakan potongan kayu di pelataran Masjid An Nur, sambil terus mengulang apa yang baru saja Dia dengar dari sang Ustadz. "Apa kita sanggup menjalankan ap yang sudah diwajibkan untuk kita?, terus kapan kita mulai? sedangkan saya ga punya baju-baju panjang". Sausan memandang guratan-guratan hasil karya Erli di tanah. "Yang jadi masalah boleh ga sama keluarga?" Erli pun tak kalah bimbang dengan apa yang baru saja mereka peroleh.

Kata Kak Ustadz tadi "Perempuan Muslim itu Wajib Menutup aurat" , sambil menunjukkan batasan mana yg tertutup dan yang boleh dibuka. Lanjutnya dengan penuh motivasi mengatakan "Perempuan yang menutup aurat itu ibarat sebuah dagangan yang dipajang di etalase". dan lanjutnya dengan semangat meyakinkan, "Perempuan yang tidak menutup auratnya alias mengumbar apa-apa yang seharusnya tidak tampak kepada orang lain, itu ibarat barang dagangan yang dijual tapi diobral". Jelas para santri ga nyambung dengan ibarat etalase dan obralan. Mereka hanya saling pandang satu dengan yang lain, atas ilmu yang baru diperoleh dan ga nyambung maksud dari penjelasan Kak Ustadz.

"Jadi maksud dari Barang dagangan di etalase, ini hanya perumpamaan semata, sebenarnya itu jauh lebih mulia kedudukannya. Tapi untuk memudahkan pemahaman kalian tentang manfaatnya atau keistimewaan menutup aurat, ya.... itu... tadi... ibarat barang dagangan yang dipajang di etalase". lanjut sang Kak Ustadz. "Perempuan yang menampakkan hanya wajah dan telapak tangan kepada yang bukan muhrimnya itu istimewa, seandainya Dia adalah barang dagangan otomatis pembeli hanya boleh melihat, jika cocok pembeli bisa langsung membeli. Jika pembeli terpaksa ingin mencoba, tentu yang jadi percobaan bukan yang di dalam etalase tapi barang yang sengaja untuk dicobakan kepada pembeli. Kenapa demikian, tentunya barang yang dietalase itu Mahal, bagus dan hanya pembeli yang bersungguh-sungguh yang pasti akan membelinya". Panjang lebar Kak Ustadz menjelaskan, para santri hanya manggut-manggut.

Lanjut Kak Ustadz " Nah bagaimana yang diibaratkan Barang Dagangan yang Diobral, Kakak tekankan lagi, dijual diobral dengan slogan,...obral-obral...barang murah...boleh dicoba...cocok bayar...ga cocok...ga usah dibeli..., Kebayang ga sama kalian semua, adik-adikku, itu ibarat perempuan yang tidak menutup auratnya. Semua mata menikmati, keindahan yang sebenarnya bukan hak nya." Santri pun riuh mendengar penjelasan yang baru dan asing. Kok seperti itu, apa benar, terus bagaimana selanjutnya.

Sang Kak Ustadz menyadari apa yang baru disampaikan menjadi hal baru, ilmu dan pembelajaran baru. Maka ia pun menarik nafas dan melanjutkan nasehatnya. "Adik-Adikku, hal tersebut adalah perintah yang wajib, maka sebagai umat yang taat, wajib untuk menjalankannnya. Bayangkan jika kita taat, Allah memberi Rido dan pahalanya kepada kita, tapi jika kita ingkar akan perintahnya, maka Allah menambah dosa harian kepada kita karena lalai menutup aurat." Kak Ustadz menyampaikan nasehat dengan penuh pengharapan dan kehati-hatian.

"San, gimana menurutmu?" Erli menggoyangkan lamunan Sausan, yang entah sedang memikirkan hal apa. "Hatiku seperti merasakan suatu kebenaran, hal yang baik untuk dilakukan, tapi bagaimana dengan sekolah kita ya?" waktu itu mereka sedang duduk di kelas 6 SD, dan yang terlintas dipikiran mereka bagaimana cara mereka menutup aurat dengan kondisi pakaian yang lengan pendek dan rok pendek. "kata Kak Ustadz, jika sudah tau hal yang benar harus disegerakan, sesuai dengan kemampuan. karena Allah tidak membebani di luar batas kemampuan kita". Sausan meyakinkan diri bahwa itu adalah suatu hal yang harus dicoba.

"Mbak, tadi Kak Ustadz membacakan Ayat Al Qur'an yang intinya, perempuan-perempuan muslim wajib menutup aurat. Bukannya Mbak juga bilang gitu ke Saya, Nah Saya jadi mantab ingin ikut seperti Mbak nutup aurat". Sausan menemui Mbak nya sambil menyatakan keinginannya. Mbaknya hanya membalas dengan senyuman, di dalam hati Mbaknya terharu namun juga terpikir pakaian-pakaian yang dimiliki adiknya jarang ada yang panjang. "Ya Bagus, tapi bertahap aja sesuai kemampuan".

Dipagi yang cerah matahari dengan bangganya menampakkan sinarnya. Sausan mengenakan jilbab putih pemberian Mbaknya dengan pakaian seragam putih berlengan pendek, rok pendek di bawah lutut dengan kaos kaki panjang selutut. Sausan dengan percaya diri melangkahkan kaki menuju sekolah yang jaraknya kurang lebih 1 KM dengan berjalan kaki bersama teman-teman. Sapaan baru yang diperoleh, ucapan selamat dan ucapan salam mewarnai perjalanan yang merubah hidupnya. Dengan bangga Dia berkata "Diriku Ibarat di Etalase". "Alhamdulillah luarbiasa, terimakasih Ya Allah".


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login