Download App
78.94% "TRUSTED MAN"

Chapter 15: Chapter 15

"Gaaaaaanoo" teriak Edith sambil berjalan disepanjang lantai marmer yang membentang dihalaman hingga pintu besar rumah Gano.

"What's wrong till this bad-egg comes to my house?" ucap Gano saat membuka pintu dan mendapati Edith berjalan sambil tersenyum lebar kearahnya.

"Hmm, mewakili Dawn terhadap kau yang suka masuk sembarangan kerumahnya" jawab Edith asal

"Mewakili, your ass" maki Gano

"G, apa kau tahu Dawn dan Dionne merencanakan pesta pernikahan?" tanya Edith iseng, meski sebenarnya Dawn mungkin sudah memberitahu Gano terlebih dahulu.

Ya, Dawn memberitahu Edith hal ini lewat telepon kemarin malam, menanyakan banyak hal yang menjadi pertimbangan, seperti tanggal yang tepat dengan kondisi Dionne yang sedang hamil, tempat, dan masih banyak lagi. Mengapa Edith? Karena hubungan Dawn dengan orangtuanya tidak cukup dekat dan tidak juga cukup baik.

"Really, Dawn sinafas busuk menikah?" Gano memasang ekspresi terkejut.

Edith terkekeh mendengar kembali sebutan Dawn yang satu itu setelah sekian lama. Dulu Dawn pernah kencan buta, sayangnya Dawn bangun kesiangan sampai lupa menyikat giginya. Dari sekian banyak persiapan, bagaimana bisa Dawn melupakan satu langkah penting itu? Memikirkannya membuat Edith geleng-geleng kepala.

"Uh-uh, mungkin Dawn akan meminta kita menjadi groomsmen, juga mencarikan beberapa orang lagi, dasar lelaki tua kesepian, aku tidak habis pikir orang sekaya dia is very unsocular" Edith berdecih setengah meledek dan setengah kasihan terhadap Dawn yang sejak dulu hanya memiliki sedikit teman.

"Groomsmen? It means that we'll be paired with bridesmaid right?" pekik Gano girang.

Edith menjitak dahi Gano.

"Ah kau ini, pikirannya hanya sex dan sex saja, pantas saja kau masih sendiri sampai sekarang, semuanya kau jadikan teman tidur" Edith melancarkan kalimatnya untuk membuat Gano kesal.

"Eat shit and die, man" gerutu Gano

***

Setelah dirasa cukup berbincang dengan Gano, Edith memutuskan pulang saat langit mulai menguning.

Edith mengeluarkan mobilnya dari area rumah Gano. Sebelah tangannya memegang setir sedangkan yang sebelah lainnya tergantung disandaran kursi sebelah pengemudi. Matanya fokus menatap kebelakang sambil sesekali memutar setir untuk mendapatkan posisi yang pas untuk mengeluarkan mobil itu.

Saat mobil sudah sepenuhnya keluar dari gerbang tinggi yang masih setengah terbuka itu, Edith memencet klakson untuk pamit pada pemilik rumah lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Sedari tadi Edith menyadari ada seseorang yang memperhatikan dirinya. Belum terlalu jauh mobil itu meninggalkan rumah sahabatnya itu, seorang pemuda yang mengikuti gerak-gerik Edith itu memasang badan didepan mobil yang sedang dikendarai itu, membuat Edith segera menginjak rem.

***

"Dix" panggil Edith saat sudah masuk keapartemennya bersama seorang pemuda.

"Hei, kau datang bersama siapa?" sapa Dixie sambil menanyakan seseorang yang berjalan mengikuti Edith dari belakang.

"Perkenalkan, kekasihku Dixie Carmen" ujar Edith membuat Dixie terbelalak.

"Marco Macmilan" ucap pemuda itu terkekeh sambil menjulurkan tangannya pada Dixie.

Dixie membalas juluran tangan Marco lalu menatap Edith sekilas dengan tatapan menuntut penjelasan.

"You guys duduklah, tunggu sebentar aku akan mengambilkan minum" pinta Dixie

"I bet you have a lot of question, now" kata Edith tepat sasaran membuat Dixie tersenyum.

"Dia pemuda di supplier bunga" jelas Edith

Dixie memelototkan mata kaget. Jika Marco adalah pemuda yang mencoba menyerang mereka, mengapa Edith membawanya kesini?

"Dia ingin minta bantuan kita atau dengan kata lain mau bekerja sama dengan kita. Dia terpaksa bekerja pada Brown untuk membalas setiap uang yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhannya dan adiknya" tambah Edith mengerti Dixie pasti menanyakan hal ini.

Dulu Marco punya seorang kakak yang bekerja menjadi seorang perawat. Suatu saat, kakaknya memberi suntikan petidin pada pasien tanpa anjuran dokter sehingga ia dihukum, dikecam dan tidak mampu mendapatkan pekerjaan manapun lagi sehingga bunuh diri.

Marco bersama satu adiknya jadi hidup tanpa sosok orangtua lagi yang selama ini diperankan oleh kakaknya setelah orangtua mereka meninggal dalam kecelakaan.

Brown bertemu Marco saat Marco mencoba mencuri makanan dan uang di toserba tetapi digagalkan Brown agar Marco tidak ditangkap polisi lalu memberi Marco uang saku. Mulai saat itu, Marco yang merasa berutang pada Brown melakukan apa saja yang ia bisa untuk membalas Brown.

Beberapa bulan kemudian, Marco mengetahui penyebab tindakan buruk kakaknya. Ternyata dalang berhati iblis yang menjadi atasan Brown menyuruh Normani, kakak Marco, untuk menyuntikkan narkoba itu ke tubuh pasien karena pasien itu target mereka. Normani terpaksa melakukannya karena jika tidak dalang itu akan mengganggu kehidupan adik-adiknya.

Lalu, saat Marco disuruh menyerang Dixie di sebuah supplier bunga, ia terlebih dahulu memata-matai Dixie beberapa hari sebelumnya. Dengan memata-matai Dixie, Marco jadi kenal dengan orang-orang terdekat wanita itu, mulai dari Edith, Dawn,  Dionne, dan Gano.

Hingga saat Marco melihat Edith dari pinggir jalan saat Edith baru pulang dari rumah Gano, Marco menghentikan mobil Edith yang sedang melaju, membahayakan dirinya seakan tidak ada kesempatan lagi.

"So, kau tinggal dimana sekarang?" tanya Dixie penasaran.

"Rumahku ada dua, kontrakan kecil di sudut jalan tempat aku dan Edith berjumpa dan penjara" gurau Marco mengungkapkan bahwa ia sering dipenjara karena satu dua alasan.

Dixie menghela nafas lega. Marco tampaknya orang yang humoris dan tulus. Setidaknya mereka lebih terbantu jika ada Marco.

"Kalau begitu mulai hari ini aku akan memanggilmu sirumah dua" balas Dixie bergurau.

"Em, guys what about me?" tanya Edith menyadarkan kedua orang yang tampaknya larut dalam percakapan sampai melupakan Edith juga sedang duduk didekat mereka.

Dixie dan Marco sama-sama tertawa

***

"Tak kusangka, Marco harus jadi residivis untuk memenuhi kebutuhannya juga kebutuhan adiknya. By the way, adik Marco itu boy or girl?" tanya Dixie penasaran.

"Dia bilang perempuan" jawab Edith

Dixie mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Ia jadi iri pada adik Marco yang punya seorang kakak laki-laki yang rela melakukan apa saja untuk adik perempuannya, well meski cara Marco salah. Dixie harap keadaan membaik bagi Marco dan adiknya.

"Anak tidak bersalah itu hanya dijadikan tongkat golf untuk memasukkan bola tepat dilubang tujuan para bajingan itu" tutur Edith kesal sekaligus marah.

Dixie mengangguk menyetujui pendapat Edith. Wanita itu teringat kembali percakapan dengan Marco saat Edith pamit keluar sebentar.

"Pernahkah ketika kamu merasa tertekan, orang-orang selalu mengatakan omong kosong bahwa penderitaanmu itu bukan apa-apa? Seakan mereka tahu rasanya saja!" tutur Marco.

Dixie hanya tersenyum prihatin, enggan mengeluarkan kata-kata penghibur yang takutnya malah menyinggung Marco. Bisa saja penderitaan Marco lebih berat dari yang Dixie duga.

"By the way, apa kau tahu wajah atasan Brown?" tanya Dixie mengalihkan pembicaraan

"Tidak. Biasanya dia memakai tudung penutup kepala berwarna hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Kalau tidak, kami akan berjumpa ditempat yang sangat gelap hingga wajahnya tidak kelihatan jelas" jelas Marco panjang lebar.

"Ah, baiklah, sepertinya kita harus bekerja sangat keras untuk menyelesaikan masalah ini" balas Dixie

Marco mengangguk-anggukkan kepala.

Hufft.

Masalah lebih rumit dari yang Dixie duga selama dua tahun terakhir mencoba membalas dendam.

***

Waktu yang awalnya berjalan lambat kini berpacu bersama percakapan hangat yang tak habis-habis bersama Edith. Dixie mulai menyadari keadaannya lebih baik saat ia punya Edith yang membantunya dibandingkan saat ia frustasi melakukan semuanya sendiri. Meski mereka belum menemukan titik terang mengenai siapa dalang dibalik semua ini, setidaknya beban Dixie berkurang.

"Look me in the eye, if you can't stand it, i'll kiss u, begitu juga sebaliknya" tantang Edith menyentak lamunan Dixie.

"Kau membuat tantangan yang hanya menguntungkan dirimu saja, but let's do it" Dixie mendengus lalu melakukan sesuai perintah Edith.

Dixie bertahan tetapi kemudian melakukan sesuatu yang begitu mencengangkan.

"Why did u kiss me? Aku masih bertahan menatapmu jadi aku seharusnya tidak mendapat sanksi" meskipun sanksinya menyenangkan, protes Edith

"Cause i want, i want do this so bad. Timing, kebanyakan tidak betul-betul memahami bahwa hal ini sangat penting, but i do know that this is a good timing to kiss u" ungkap Dixie kembali mencium Edith.

"Ini tidak adil, ok? Maka aku akan membuatnya adil" ucap Edith balas mencium Dixie sedikit lebih lama

Dixie yang tak mau kalah mengalungkan lengannya dileher Edith lalu melepaskan ciuman mereka.

"You lose" ledek Dixie

"Sebenarnya apa yang sedang kita lakukan?" Tanya Edith linglung

TBC

🦋24 Juli 2020🦋


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C15
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login